3

499 294 323
                                    

Sekar menunggu di luar ruangan, menghentakan kakinya perlahan sambil menunggu Ara yang tengah berbicara dengan ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekar menunggu di luar ruangan, menghentakan kakinya perlahan sambil menunggu Ara yang tengah berbicara dengan ibu. Sekar terbiasa memberi ruang untuk orang lain, terbiasa untuk menunggu di luar menatapi lantai dan bersandar pada tembok.

"Kak, ayo masuk!" Ajak Ara.

Sekar mengangguk, menatap ibu yang menikmati kue cubit kesukaannya. "Hallo, bu." Sapa Sekar sambil mendekatkan diri dalam pelukan ibu.

Ibu terdiam setelahnya, menatap Sekar yang meraih tangannya kemudian menciumnya. "Kirain cuma Ara aja." Ucap ibu. Karena Sekar memang jarang menjenguk ibu dan selalu punya alasan untuk menunda.

Sekar tersenyum. "Sekar kangen ibu, gapapakan aku ikut?"

"Gak masalah, kamu bawa apa?" Tanya ibu.

Sekar menelan salivanya, sebenarnya kue cubit tadi ialah miliknya namun karena Ara yang memegangi sejak tadi jadi Ara yang membawa masuk tanpa sadar. Sekar juga tadi sedang menarik uang sebagai pegangan uang kertas ketika Ara membeli kue cubit.

"Bu, yang beliin kue cubitnya kak Sekar." Balas Ara menyadari kebisuan Sekar.

"Oh gitu." Balas ibu.

"Ra, kakak mau bicara sama dokter dulu ya? Kamu temani ibu." Ucap Sekar kemudian melangkah untuk mencari sang dokter.

Setelah menatap Sekar keluar, ibu mendengus kesal. "Memang ya dia itu kurang ajar, selalu mengalihkan diri. Cuma kamu doang yang ngomong sama ibu." Ucap ibu.

Ara mengepalkan tangannya, ia juga malas berbicara dengan ibunya jika selalu membandingkan Sekar dengannya. Katakan saja ia durhaka namun ibu mana yang tega membandingkan anak dengan anak dari rahim yang sama?

"Siang bu Lia." Sapa Sekar pada dokter yang biasa mengurus kondisi ibu.

"Sekar? Sudah lama sejak terakhir kamu kunjungan." Balas bu Lia, sang dokter.

"Iya baru sempat, boleh berbincang sebentar bu?" Tanya Sekar.

"Justru saya memang baru mau nyari kamu atau Ara, syukur kita bertemu di sini. Ayo ke ruangan saya!" Ajak bu Lia.

Langkah keduanya menuju ruang kerja bu Lia, dokter jiwa yang sejak awal mengurus ibu. Bu Lia sangat menyukai Sekar dan Ara, namun ia lebih condong pada Sekar yang manis dan sedikit misterius.

"Kondisi mamamu belakangan ini memburuk, Sekar. Ia sering mengigau tentang kamu, Ara dan ayah kalian. Maaf jika saya lancang dan menyinggung, ia bilang kamu anak durhaka dan tidak sebanding dengan Ara. Ia juga menyumpahi ayah kalian karena ia pikir semua terjadi dan menimpah dirinya karena ayah kalian. Belakangan ini dia lebih gampang sakit kepala, jadi kami mengurangi efek obat yang belakangan ini sering ibu konsumsi."

Sekar terdiam namun masih menampilkan senyumnya, ia lagi-lagi menegarkan hati dan jiwanya. "Sejak kapan?"

"Sudah hampir sebulanan ini, saya nanya Ara tentang kondisi kamu tapi kata Ara kamu sibuk dan belum sempat jenguk. Saya takut ngomong ini ke Ara karena kamu minta saya untuk bilang semua ke kamu dan gak ngebebani pikiran Ara."

[✓] Satu Dadu - SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang