6

430 272 366
                                    

Sekar ngasih sebuah tas dan sepatu baru buat Ara, jelas adiknya senang sekali dengan pemberiannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekar ngasih sebuah tas dan sepatu baru buat Ara, jelas adiknya senang sekali dengan pemberiannya. "Kakak gak tau ukuran baju kamu, jadi kakak beli yang seukuran sama kakak."

"Ih gapapa kak! Oversize gini, gila aku udah kayak Ariana Grande kalo lagi walking-walking!"

Sekar terkekeh. "Syukur deh kamu suka, kakak ke kamar dulu ya?"

"Makasih kakak sayang-"

"Argh, Ra. Sakit." Lirih Sekar.

Ara langsung natap kakaknya yang emang gak kelihatan sehat, ia mengecek punggung kakaknya dan terdapat beberapa luka memar di sana. "Kakak kenapa?! Kok bisa kayak gini?"

"Itu, kemarin kakak jatuh dari tangga."

"Jatuh?! Kok kakak gak bilang sama aku, bentar aku fotoin. Memarnya sampai biru buluk begini!" Oceh Ara.

Setelah memotret punggung dan daerah pinggang Sekar, Ara pun mengambil minyak balur dan mulai memijit Sekar. Ia memang tidak ahli, namun masalah tenaga maka Ara jagonya.

"Pelan-pelan Ra, bisa-bisa tulang kakak patah." Komen Sekar.

"Enggak patah, paling keropos aja."

"Ara." Balas Sekar dan membuat Ara terkekeh.

"Lagian kakak, bisa sampai memar gini. Kalo ada apa-apa cerita sama aku, jangan di simpan sendiri."

Sekar tersenyum tanpa sepengetahuan Ara. "Bagaimana kuliahmu? Lancar?"

"Naik turun kayak rollercoaster, tapi ini menjelang semester akhir jadi wajar-wajar aja kak." Wajar untuk pusing, untuk jatuh bangun, untuk berusaha sendiri, untuk mikir sekeras mungkin demi ngebanggain diri dan orang yang di sayangi.

"Wah, berarti nanti kamu lempar topi itu ya? Sama apa namanya, yang gulungan kertas itu."

"Topi toga kak, iya nanti aku bakal lempar." Balas Ara.

"Jangan deh Ra, takutnya nanti ketuker sama orang. Terus kalo kepala orangnya kutuan gimana?"

"Ih kakak! Gak boleh ngadi-ngadi!"

Sekar terkekeh meski rasa nyerinya tak tertahan, Ara seakan lagi bikin mau bikin permen dan gulanya mulai mengeras sehingga butuh tenaga dalam. Ara tuh mijit dengan hati dan pikiran yang terbuka, dia gak mau rasa sakit dari memar itu menguasai tubuh kakaknya.

"Selesai wahai baginda ratu." Ucap Ara dengan bangga.

"Akhirnya, makasih ya Ra. Istirahat deh, udah jam sembilan besok kamu kuliah."

[✓] Satu Dadu - SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang