Chapter 1

268 40 4
                                    

Selamat malam minggu!!!
Jangan lupa pencet bintang & tinggalin komen. Kalo bisa yang rame 🤣😋

Anyway, tandai kalo ada typo. Mata udah burem shayyy 😂

Happy reading 🌹

*****

Sinar matahari menembus kaca mobil yang gelap, membuat cewek yang duduk di jok belakang mengernyitkan dahi karena terkena sinar yang menyilaukan. Jalanan sudah lumayan padat di pagi yang cerah ini, menyebabkan mobil melaju secara perlahan.

"Non Lana, nanti mau dijemput Mang Udin jam berapa?"

Alana, cewek berambut panjang itu menoleh, menatap punggung supir yang selama sepuluh tahun ini setia bekerja untuk keluarganya.

"Sore sekitar jam empat ya, Mang Udin. Alana ada seleksi eskul. Nanti setengah jam sebelum pulang, Alana kabari Mang Udin, ya."

"Baik, Non."

Alana kembali melempar pandangannya keluar kaca mobil, menikmati jalanan yang padat. Beberapa saat kemudian, ia menghela napas saat mobil yang mengantarnya memasuki gerbang utama sekolah. Mobil itu terus melaju hingga berhenti tepat di depan gerbang kedua.

"Besok lagi, turunin Alana di depan gerbang pertama aja, Mang Udin. Mang Udin nggak perlu anterin sampai masuk halaman," ujar Alana pada supirnya.

"Jalanan di depan sekolah rame, Non. Mang Udin takut dimarahin Bapak sama Ibu kalau Non turun di pinggir jalan."

Alana berdecak kesal. Ia tidak bisa melakukan protes jika Mang Udin sudah menyebut orang tuanya. Lagipula, kenapa sih, orang tuanya bersikap protektif akan dirinya? Apakah karena ia merupakan anak bungsu dan kebetulan juga merupakan satu-satunya anak perempuan?

"Ya udah, jangan lupa nanti jemput Alana ya, Mang."

"Baik, Non."

Alana turun dari mobil secara perlahan seraya menundukkan pandangan. Sejujurnya, ia merasa malu setiap Mang Udin mengantarnya hingga gerbang kedua. Siapa sih, yang mau diantar hingga gerbang kedua seperti ini? Hal ini tentu saja membuat Alana menjadi pusat perhatian. Ia merasa tidak nyaman karena ada banyak pasang mata yang menatapnya lekat, seolah ingin tahu siapa yang baru saja turun dari mobil SUV itu. Belum lagi, banyak kakak kelas yang menatapnya sinis, seakan mencibir dirinya karena terlihat 'anak mama' banget diperlakukan bak tuan putri.

Tin! Tin! Tin!

Alana terlonjak kaget saat mendengar suara klakson motor bersahutan memasuki gerbang sekolah. Ia menoleh, matanya melebar seketika. Gila! Cowok-cowok itu mau sekolah atau mau balap liar?

"WOI! BERHENTI LO!"

Jantung Alana nyaris lepas saat mendengar teriakan cowok pengendara ninja 250 berwarna merah dengan helm fullface yang juga berwarna merah, melaju tepat di sampingnya, membuat tubuh Alana nyaris beradu dengan motor besar itu. Motor itu melesat begitu saja mengejar ninja hitam yang melaju lebih dulu menuju parkiran yang terletak di samping gedung sekolah, tepat di depan studio musik dan teater.

Alana terpaku saat beberapa motor yang melaju di belakang kompak menekan klakson dan juga nyaris menghantam tubuh Alana. Hingga satu sentakan menyelamatkannya dari balap motor itu.

"Minggir, Al!"

Alana menoleh. Ia menelan salivanya dengan susah payah saat mendapati Sybil, salah satu sahabatnya menyelamatkan dirinya dari cowok-cowok tadi. Tubuh Alana lemas. Ia merasa tubuhnya mati rasa.

"Ngelamun begini, bisa ditabrak lo sama mereka!" seru Sybil khawatir. "Lo nggak apa-apa, kan?"

Alana menggeleng seraya menatap motor-motor itu dari kejauhan. "Mereka mau balap liar apa gimana, sih?" gumamnya.

EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang