Happy reading 🌹
*****
Blind pass yang dilakukan Sonia dan Nina berhasil membuat mulut Alana menganga. Pertandingan basket senior yang dilakukan setelah materi eskul selesai sore ini sungguh menyita perhatiannya. Dari awal pertandingan ini, Alana banyak mengamati dan belajar. Sonia dan Nina. Dua nama yang paling ditakuti. Namun, saat berada di tengah lapangan basket mereka berdua merupakan partner yang luar biasa.
"Keren banget ya Al?" tanya Tata pada Alana yang duduk di sebelahnya.
"Banget! Kita bisa nggak ya kayak mereka?" Alana menekuk kedua kaki dengan tangan bertumpu di sisi kanan dan kiri.
"Son!" Suara Nina menggelegar terdengar hingga pinggir lapangan. Cewek itu mengoper bola saat melakukan serangan balik.
Sonia menerima lemparan bola dan men-drible bola berwarna oranye itu sampai di area three point.
"Shoot!" teriak Nina lagi.
Tanpa berpikir panjang, Sonia melayangkan bola dari area three point. Namun, bola dengan keras membentur ujung ring dan terpental ke sisi lain.
Alana terpaku. Teriakan-teriakan yang menyerukan namanya tidak lagi ia hiraukan. Ia melihat sebuah bola oranye melayang tepat ke arahnya. Ia ingin menghindar, tetapi tubuhnya seperti tidak bisa digerakkan. Yang bisa Alana lakukan kali ini hanyalah memejam. Kedua tangan yang tadinya bertumpu pada lantai konblok refleks terangkat menutupi wajah. Kedua tangannya mengepal erat. Bersiap terkena hantaman bola.
Satu detik, dua detik ....
Tidak terjadi apa-apa. Melainkan seseorang merengkuh tubuh Alana dari depan. Menaungi kepala mungil Alana dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya bertumpu pada lantai konblok, menjaga keseimbangan agar tidak menimpa tubuh Alana.
"Prass!"
Seruan itu berganti nama. Membuat Alana membuka mata secara perlahan. Cowok itu masih memeluk tubuhnya. Rasanya Alana seperti bunga yang rapuh dan harus dijaga agar tangkainya tidak patah.
Perlahan, pelukan cowok itu terlepas. Bola mata Alana bergerak menatap wajah cowok yang melindunginya dari bola barusan. Prass. Dengan mata sayu, ditatapnya Prass yang sedang meringis.
"Kak," lirih Alana. Ia tahu, bola itu pada akhirnya menghantam punggung Prass dengan keras karena beberapa saat yang lalu tubuh Prass tersentak saat memeluknya. Pantas saja Prass meringis seperti menahan sakit.
"Are you okay, Alana?" Prass mengamati wajah dan tubuh Alana dengan kening berkerut, seperti khawatir.
Alana terpaku melihatnya. Detak jantungnya bertambah cepat saat wajah tampan itu sangat dekat dengannya. Ia hanya bisa mengangguk kemudian.
Prass menghela napas lega saat Alana mengangguk dengan bola mata bergerak gelisah. Ia tahu, Alana terkejut akan kejadian barusan.
"Prass, lo nggak apa-apa?" tanya Nina dengan napas terengah.
Prass segera berdiri, lalu membantu Alana agar bangkit dari posisinya. Setelah memastikan Alana aman, Prass menatap Nina. Ia hendak menjawab, tetapi sebuah seruan ketus membuat cowok itu menoleh.
"Gila lo ya! Kalau punggung lo kenapa-kenapa, gue nggak tanggung jawab!" Sonia dengan berkacak pinggang berjalan mendekat. "Lagian ngapain sih lo ke sini?!"
Alana menunduk takut. Bagaimana jika terjadi pertengkaran hebat setelah ini karena Prass melindunginya?
"Yang pasti gue ke sini bukan karena mau ketemu lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape
Teen FictionAlana selalu berpikir, masa SMA adalah masa yang paling indah selama hidupnya. Jadi murid terbaik di sekolah, merayakan sweet seventeen mewah, punya pacar yang super keren, dan punya sahabat yang selalu menemani hari-harinya. Namun, impian Alana han...