Selamat malam 🥰
Akhirnya up lagi setelah sekian lama eheheAdakah yang masih nungguin cerita ini up? 👆🏻
Jangan lupa vote & komen yang rame ☺️
Happy reading 🌹
*****
Alana kembali meremas jemarinya. Gugup. Ternyata banyak sekali yang mendaftar untuk mengikuti eskul basket. Tidak heran, di sekolah mana pun, basket menjadi eskul yang paling populer. Apalagi Alana tahu, tim basket DHS sudah beberapa kali memenangkan pertandingan basket antar sekolah. Mungkin hal itu juga yang membuat peminat basket di DHS membludak.
Alana menunggu gilirannya seraya duduk di pinggir lapangan. Sinar matahari sangat terik siang ini. Sebetulnya, Alana bertanya-tanya dari tadi. DHS memiliki lapangan basket indoor. Namun, mengapa malah memilih lapangan outdoor saat cuaca sangat panas seperti ini?
"Pantes DHS sering menang. Seleksi masuknya aja susah begini," gumam Tata saat mengamati jalannya seleksi.
"Heem." Alana mengakui itu. Proses seleksi sangat ketat dan dimonitor langsung oleh pelatih basket DHS.
"Gue diterima nggak, ya?" tanya Tata.
"Jangan gitu, ih. Doa aja semoga kita berdua diterima," jawab Alana.
Tata menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ng ... Takutnya gue nggak diterima."
Alana geleng-geleng. "Ada-ada aja, lo."
"Giliran selanjutnya! Lilyana Martha, Maharani Utami Putri, Meila Pratista, Raden Roro Mustika, dan Arshavina Alana Seodibyo silakan masuk lapangan!"
Panggilan itu membuat tubuh Alana mematung. Aduh, gilirannya cepet sekali. Padahal ia berharap dipanggil terakhir, saat penonton sudah bosan. Namun, mengapa namanya harus dipanggil di round kedua ini? Mata penonton masih segar, pasti masih fokus melihat jalannya seleksi.
Alana menggelengkan kepalanya. Ah, masa bodoh saja lah! Yang terpenting, ia bisa menunjukkan skill di hadapan pelatih dan anggota basket lama, yang konon kakak kelas berkuasa di sekolah ini. Masuk eskul bergengsi, sudah jelas ia harus menyiapkan mental yang lebih berani, kan?
Hei, jujur saja. Jantung Alana berdetak sangat kencang saat mendapati Sonia dan Nina, yang disebut sebagai penguasa kelas XI duduk di dekat ring basket bersama anggota geng masing-masing. Sungguh, mengapa Alana tidak tahu bahwa kakak kelas yang ingin ia hindari malah berada dalam satu lingkup yang sama? Semoga saja dirinya tidak akan pernah terlibat urusan dengan mereka, meskipun itu sangat tidak mungkin karena mereka pasti akan bertemu dua kali dalam satu minggu saat eskul.
Alana mengenyahkan pikirannya. Ah, ia terlalu overthinking kali ini. Alana mengambil tempat, berdiri bersebelahan dengan Tata. Mereka berteman dekat, tetapi kali ini mereka menjadi saingan untuk mendapat kursi di dalam eskul basket. Alana sudah membuat janji dengan Tata, mereka tidak akan saling memusuhi jika salah satu dari mereka tidak berhasil masuk.
Di tengah jalannya seleksi, konsentrasi Alana sempat terganggu. Ia merasa, ada yang mengamatinya dari kejauhan. Sudah begitu, ada dua orang yang memanggil namanya cukup keras. Alana tahu milik siapa suara itu. Suara Sam dan Rendra, teman sekelasnya. Namun, ia berusaha cuek dan fokus pada kegiatan yang sedang dijalaninya. Ia sudah berusaha maksimal untuk mendapat poin tinggi. Three point terakhirnya, akan menjadi penentu skor akhir yang ia dapat.
Alana bersiap, berdiri di area three point. Ia beberapa kali melihat ring basket dan bola basket yang ada di dalam genggaman. Setelah siap, Alana memberi kode pada pelatih. Alana memejamkan mata sejenak saat peluit dibunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape
Teen FictionAlana selalu berpikir, masa SMA adalah masa yang paling indah selama hidupnya. Jadi murid terbaik di sekolah, merayakan sweet seventeen mewah, punya pacar yang super keren, dan punya sahabat yang selalu menemani hari-harinya. Namun, impian Alana han...