Part 9 - First Meet

2.7K 324 16
                                    

"Mas~ bilang sama mereka jangan lakuin ini ke cucu kita" Jefran mengelus punggung istrinya.

Beberapa jam lalu setelah dokter mengabarkan bahwa cucu mereka juga selamat. Triana, wanita itu merengek ingin melihatnya dan berakhir dengan menangis lama sampai sekarang.

Mungkin kalian juga akan sama menangisnya ketika melihat bayi kecil di dalam sana. Tubuh merahnya tanpa baju ditempeli berbagai alat dokter yang entahlah Jefran sendiri tak mengerti. Bahkan besar juga berat tubuhnya sangat berbanding jauh dari banyaknya bayi diruang yang sama.

"Sayang~ ayo kita pergi. Cucu kita juga akan menangis jika melihatmu terus menangis seperti ini" Triana menggeleng kemudian mata penuh air itu menatap sang suami.

"Bagaimana bisa aku pergi! Bahkan bayi itu belum mengeluarkan suara apapun! Jef!! Lakukan sesuatu! Kumohon lakukan sesuatu! Cucuku cucuku" lagi dan lagi Triana meronta disaksikan banyaknya bayi didalam yang tak terusik sama sekali dalam tidurnya.

Begitupun si merah tanpa baju yang menjadi alasan sang nenek menangis. Jefran hanya bisa mendongakan kepala agar air mata itu tak terjatuh begitu saja.

"Sayang~ kita pergi ya? Kamu harus banyak istirahat. Kond—"

"Mas Mares udah kasih nama belom?"

Dua jam lalu wanita cantik yang kini sudah resmi menyandang gelar seorang ibu itu membuka mata. Mares yang setia menemani sang istri di ruang inapnya bersyukur mendengar bahwa kondisi istrinya sudah jauh lebih membaik.

Betapa ingatnya bagaimana mata lentik istrinya itu terbuka lalu berikutnya menanyakan dimana bayinya. Sempat tak ingin memberi tau mengingat kondisi si cantik belum pulih seluruhnya. Namun, semua orang lupa jika wanita calon ibu itu betapa sangat keras kepalanya.

Berakhirlah Mares juga Chacha yang sudah berada di balik kaca bening menampilkan banyaknya bayi tertidur di dalam sana. Mata berair Chacha luruh begitu saja, begitu matanya menangkap bayi merah di dalam inkubator sana.

Sejak di perjalanan menuju ruang bayi. Mares sudah menjelaskan semua padanya. Hingga itulah kenapa dia dapat membedakan bayi-bayi didalam sana.

"Belum. Mas harus fokus urus kamu, kondisi kamu belum stabil dan— genggaman tangan Chacha membuat ucapan Mares terhenti. Mata yang tadinya mengarah ke depan kini menatap ke arah samping kiri dimana  dirinya menemukan senyum yang beberapa hari lalu tak di lihatnya.

"Chacha udah baik-baik aja tauk. Sekarangkan anak kita udah lahir jadi aku udah enggak sakit. Aku enggak perlu dirawatkan?" Lelaki itu menatap lama sang istri lalu kemudian mengangguk sambil mendekat pada kursi roda yang dinaiki Chacha.

"Iya kamu udah sembuh dan jangan sakit lagi. Mas enggak suka kamu sakit. Mas juga ikutan sakit" Chacha tersenyum menerima pelukan Mares. Dia tahu beberapa hari yang lalu bukanlah hal mudah untuk suaminya sangat terlihat betapa berantakannya lelaki di depannya ini.

"Aku tadi nanya belum di jawab. Anak kita namanya siapa?" begitu pelukan mereka terlepas. Mares kembali menatap ke depan lebih tepatnya pada inkubator yang menyala tempat putri kecil mereka tertidur.

"Mas bingung. Mas enggak siapin nama secepet ini, gimana?" Chacha terkekeh begitu mendengar sesal si ayah baru di depannya.

"Gimana kalo Bintang? Bagus enggak. Bintang Maelista" Mares menatap sang istri lama. Lalu didaratkannya kecupan pada kening itu lama membuat Chacha terpejam.

"Cantik. Kayak kamu" Chacha tersenyum mendengar pujian sang suami. Keduanya saling perpandangan lama.

Membuat sang lelaki mendekat menautkan bibir itu pada ranum pucat sang istri tidak ada nafsu di dalamnya hanya ada kerapuhan yang tersalur begitu saja.

Our Little StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang