Part 12 - lembar baru

2.3K 208 6
                                    

Mobil yang di dalamnya sudah ada dua orang tua muda itu telah sampai pada salah satu restoran cepat saji terkenal ibu kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mobil yang di dalamnya sudah ada dua orang tua muda itu telah sampai pada salah satu restoran cepat saji terkenal ibu kota.

Mares berjalan pada sisi pintu lainnya guna membawa Chacha untuk turun. Kebiasaan lama yang sampai sekarang masih di lakukan Mares. Membuat Chacha kadang tak habis pikir akan perlakuan sederhana suaminya. Bahkan ia sudah sering mengingatkan untuk tak perlu melakukan itu, ia bisa melakukannya sendiri. Alih-alih menjawab, Mares justru memberi banyak kecupan pada wajah istrinya.

Setelah Chacha mengucapkan terimakasihnya pada si suami, tubuh ramping itu di tarik mendekat agar dapat berjalan berdampingan disebalahnya bahkan tangan Mares sendiri sudah melingkar apik pada pinggang Chacha.

Kadang Chacha sendiri malu jika seseorang akan mengenali mereka, mengingat orang yang berjalan disampingnya merupakan salah satu orang ternama, dia Mares Pradana. Maka tak dapat di pungkiri jika mereka tak akan menarik fokus pada seseorang disampingnya ini.

Namun, seakan Mares tau bagaimana Chacha sangat benci menjadi pusat perhatian. Saat itu juga Mares akan melakukan segala cara untuk membuat sang istri maupun putrinya merasa nyaman, apapun itu.

Atau contoh sederhananya seperti sekarang ini. Mares sering melakukan reservasi restoran hanya untuk istrinya. Benar, janji yang di tunggu Chacha di cafe tadi adalah janji makan siang bersama suaminya.

"Baru lagi? Kenapa enggak di tempat kemarin aja? Pasta sama desertnya enak, aku suka"

Chacha telah duduk pada sofa nyaman di tengah-tengah restoran kemudian di susul sang suami yang juga mengambil duduk disebelahnya, sibuk menatap buku menu dengan satu pelayan yang berdiri menunggu disana.

Sembari menatap interior-interior restoran Chacha memberi pendapat pertama. Dari sekian banyak restoran reservasi suaminya restoran kali ini juga tak kalah indahnya dari restoran sebelum-sebelumnya.

"Ya enggak papa sayang, kalo restorannya itu-itu terus nanti kamu bosen gimana hayo?" Mares memberikan buku menu pada istrinya.

"Mas mau makan apa? Satu—

Setelah sibuk memesan keduanya kini kembali dengan aktivitas masing-masing. Chacha masih dengan interior restoran sedangkan Mares masih dengan beberapa pekerjaan yang masuk pada emailnya.

"Gimana hari ini dek? Ada yang mau di ceritain enggak sama mas?"

Begitu selesai, Mares meletakkan ponselnya pada meja. Mares selalu memberi waktu untuk berbagi cerita tentang hari ini, walau hari belum sepenuhnya berakhir namun ia selalu menanyakan apapun yang dilakukan atau bahkan dialami baik darinya maupun sang istri pada waktu luang begini.

"Enggak gimana-gimana sih, cuman tadi itu tiba-tiba aja ngelihat foto kita. Aku, kamu, sama Bintang. Aku jadi kepikiran hal yang enggak-enggak"

Mares tersenyum tipis, sudah ia katakan bukan jika seorang istri akan mengatakan sebenarnya pada waktu yang tepat dan sebagai suami ia harus sabar juga mengerti.

"yang enggak-enggak gimana heum? Enggak mau ceritain yang detail?"
Chacha menggeleng.

Kepalanya telah di sandarkan pada pundak gagah suaminya. Sedangkan Mares hanya sibuk mengelus jari-jemari yang dia genggam.

"Aku enggak pengen bahas ini gapapa kan?" Mares mengangguk lalu kemudian mencuri kecupan pada kepala istrinya. "Kalo mas mares? Gimana di kantor? Ada masalah enggak?"

"Syukurnya enggak, semuanya lancar masalah investor kemarin udah ditangani di bantu sama daddy"

"Syukur deh, mas, kalo capek istirahat ih. Masa kemarin aku dapet laporan dari daddy kalo mas Mares enggak makan cuman minum kopi aja gitu bilang ke aku udah makan. Apa-apaan? udah tua juga"

Kepalanya sudah tak lagi bersandar manja pada Mares. Bibir ibu satu anak itu bahkan telah mengerut tak berbeda jauh dengan putri mereka. Membuat Mares terkekeh dengan tangan terulur mencubit pipi yang sebelas duabelas sama dengan Bintang.

"Daddy bohong itu. Orang mas makan kok, dua kali sehari yakan bener"

"Ih!! tuhkan berapa kalinya aja mas salah gimana sih? Seharusnya tiga kali sehari masss.. Tau ah kesel banget aku sama mas, mas selalu gitu kalo udah lembur—

Mares tertawa melihat bagaimana istrinya kini telah mulai merajuk, lihatlah bibir pulm yang kini mulai tak berhenti mengoceh memarahinya, dia jadi merindukan si kecil Bintang.

"Maaf deh lain kali enggak lupa, maaf ya sayangnya mass" bahkan pelukan yang ia berikan masih tak mempan.

Sibuk dengan aksi peluk memeluk selang beberapa lama kemudian makan siang mereka pun datang. Mares meletakan dengan hati-hati menu pesanan sang istri.

"Terimakasih mas suami" lalu di buat menggeleng tak lupa senyuman lebar menghiasi begitu kecupan basah di layangkan sang istri pada pipinya.

"Sama-sama sayangnya mas, makan yang banyak. Bibin suka marah sama mas katanya gara-gara ayah pipi bunda habis kena gigit terus"

Chacha menggeleng pelan dengan mulut menggembung penuh makanan tak lupa dengan sunggingan senyumnya.

"Mas bahagia enggak bisa punya Bintang? Maksud aku kayak apa mas enggak pernah di repotkan dengan adanya Bintang atau ka—

Pandangan mata Chacha yang berusaha tak terlihat sedih, dia alibikan dengan gerakan sendok yang lebih kearah menghancurkan makanan dari pada menyendoknya.

"sayang"

Tak ingin makanan itu jauh lebih hancur, Mares menyela si cantik lalu di bawanya kedua tangan itu pada genggamannya. Serta satu tangan lagi ia tangkupkan pada pipi itu.

Mares bisa melihat ada kabut mata yang berbeda pada arah pandang istrinya. Membuat ibu jari pada pipi itu bergerak naik dan turun. Lalu sesaat bibir basah Mares mendarat pada kening Chacha.

"Kenapa mikir kayak gitu? Tadi pas mas tanya katanya enggak pengen bahas. Dengan kamu ngomong kayak gini secara enggak langsung kamu buat mas kecewa sayang, mas rasanya gagal banget buat bikin kamu terbuka. Its okey kalo kamu emang enggak mau cerita tapi kalo pikiran kamu sampe segitunya mas enggak bisa mengampangkan dong"

"Maaf mas.. Akhir-akhir ini pikiran Chacha bener-bener kemana-mana diskusi beberapa hari lalu sama mas, adek kepikiran lagi. Adek takut sama kejadian nanti, adek-"

Direngkuhnya kepala Chacha pada dadanya. Mares menepuk punggung di sampingnya.

"Maafin mas udah buat kamu kepikiran sampe segininya, tapi kamu harus ngerti kalo kita itu pasangan. Kita harus saling berbagi satu sama lain kalo kamu sendiri enggak cerita mas juga enggak ngerti sayang. Lain kali cerita ya? Biar kita bisa cari solusinya sama-sama. Dan untuk masalah itu jangan dipikirin terlalu larut, kamu sendiri kan yang bilang sama mas buat enggak mikirin yang lalu. Ayo kita buka lembaran baru, kita tunggu nanti sambil pelan-pelan berbaikan sama masa lalu ya?"

Tetesan air mata pada sudut mata Chacha menjadi akhir fikiran yang menganggunya selama beberapa jam lalu. Mares benar dia harus berbaikan dengan masa lalu untuk memulai lembaran baru.



Our Little StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang