9. A Girl With Her Busyness

113 14 12
                                    

"Robot teross" cibir Haico saat memasuki ruangan milik Arjiksa. Arjiksa lalu hanya menyengir.

Haico lalu menduduki kursi yang ada di situ. Haico menghela nafasnya lalu membuka berkas yang ada di atas meja kerja Arjiksa. Haico tersenyum kekeh. "Jadi kau tak main-main dengan janji mu, Arjiksa?"

Arjiksa mengangkat bahunya. "Aku kan sudah bilang. Seorang Arjiksa tak akan mengingkari janjinya"

"Bangga gue sama lo, Jik" ujar Haico sambil menutup berkas tersebut. "Ahaha, terimakasih, kak"

Haico beralih pada laptop yang ada di sana. Lalu ia menyalakannya mencari berkas-berkas pemasukan perusahaan ini. "Ah, lihatlah. Karena adik ku ini perusahaan ini maju 20% dari bulan sebelumnya"

Arjiksa terkekeh. "Ayolah, itu masih sedikit. Target kita kan 70%"

Haico mengangguk setuju. "Ya, kau benar. Tapi ini termasuk kemajuan yang cukup besar untuk perusahaan ini. Terimakasih, Arjiksa"

Arjiksa lalu tersenyum. "Haha, thanks, isn't that what it should be?"

Haico mengangguk. "Yup, itu yang harus kau lakukan"

Haico lalu melihat jam tangannya. "Baiklah Arjiksa, aku akan pulang dahulu di Jakarta. Ada sesuatu yang harus aku urus di sana. Jangan lupa makan teratur, robot itu memang penting, namun kesehatan mu lebih penting daripada segalanya"

Arjiksa mengacungkan jempolnya. "Iya, siap!"

Haico lalu keluar dari ruangan berlapis kaca dan aluminium tersebut. Wiyona yang menunggu Haico di samping pintu ruangan tersebut langsung mengikuti Haico. "Yona, kau bisa pulang sebentar ke negeri mu. Aku akan bisa mengurus perusahaan ini untuk beberapa waktu ke depan"

Wiyona lalu sedikit menundukkan tubuhnya. "Baik, nona. Terimakasih"

"Tak masalah. Sekarang, mana kunci dengan beberapa berkas yang tadi ku pesan?" tanya Haico sambil berjalan ke ruangannya.

Tentu hanya dengan sidik jarinya, Haico dapat bolak-balik ruangannya. Setelah dapat di akses, mereka berdua masuk ke ruangan tersebut. Haico menuju banker yang di sembunyikan di selip berkas-berkas. Hanya Wiyona dan Haico yang tahu tempatnya dan pin-nya.

Memencet beberapa angka, Haico lalu membuka banker tersebut. Ia mengambil beberapa tumpukan seratus dolar di sana. Ah, ia mengambil lima ratus dolar atau ketika di rupiahkan menjadi 7 miliar rupiah untuk Wiyona. Itu akan menjadi gaji Wiyona selama sebulannya.

"Ini untukmu, terima saja. Aku tak suka penolakan" ucap Haico padat. Wiyona lalu menerimanya. "Terimakasih nona, terimakasih banyak!"

"Tak masalah. Baiklah, kau bisa pulang hari ini. Tentang perusahaan ini, aku telah menitipkannya pada Arjiksa" ujar Haico sambil memandang langit-langit ruangannya itu.

Wiyona mengangguk. "Baik, nona. Saya akan kembali ke Korea Selatan untuk 3 bulan"

Haico mengangguk lalu tersenyum. "Baiklah Wiyona, kau bisa beristirahat selama 3 bulan. Bersenang-senanglah dengan uang lima ratus dolar itu"

Wiyona tersenyum lalu menundukkan tubuhnya. Lalu, Wiyona pergi dari ruangan Haico. Setelah kepergian Wiyona, Haico memutar kursi kerjanya itu. Melihat berkas-berkas yang ia tata seperti buku perpustakaan tersebut. "Sialan, banyak sekali berkas ini. Sepertinya kebanyakan berkas tahun lalu"

Haico lalu memencet sensor yang terdapat di lensa matanya. Sensor itu dapat men-scan apa saja yang terdapat di berkas tersebut.

Setelah men-scan semuanya aman, berkas tersebut lalu dipindahkan ke laptop. "Buset, ini mah laptop gue langsung ngelag anjir"

Haico lalu memijat pangkal hidungnya. "Apa aku pinjam komputer perusahaan? Ah tak bisa, semua itu telah cukup dengan berkas-berkas pemasukan dan pengeluaran"

"Apa gue pinjam Hessaz aja ya? Gue denger denger tu anak punya komputer kosong di apartemennya" gumam Haico.

Haico lalu mengutak-atik handphone-nya. Haico lalu menelpon Hessaz. "Ah, oy Saz!"

"Hah, nape?? Tumbenan telpon" tanya Hessaz heran.

Haico tertawa kecil. "Mwehehe, gue mau pinjem komputer kosong boleh ga?"

"Aelah, urusan gampang mah itu. Apartemen Zesly nomor 07 jalan Cempaka ya. Di lantai tiga" ujar Hessaz.

"Siap, thanks ya Saz!" ucap Haico. "You're welcome, Coco"

Haico lalu memutus sambungan telepon. Lalu ia menghela nafasnya. "Huft, balik lagi Jakarta"

Haico bangkit dari duduknya lalu menghampiri Arjiksa di ruangan yang berlapis kaca itu. "Oy, Jiksa!"

Arjiksa menoleh. "Ya? Ada apa, Co?"

Haico lalu mengambil jas nya yang ia tinggal di sana. Sembari memakainya, Haico berkata. "Gue mau ke Jakarta. Ada sesuatu yang harus gue urus. Lo bisa jaga Roweax kan?"

Arjiksa mengangguk. "Siap, aku bisa menangani ini kok"

Haico lalu tersenyum mendengar konfirmasi dari Arjiksa. "Baiklah, kakak akan berangkat"

Haico melangkahkan kakinya menuju roof top gedung tersebut. "Huft, apakah aku harus sekalian ke rumah sakit Derasen? Bisa jadi, ahaha"

🐰🐰🐰

Buset, makin kagak jelas ye makin ke sini. Unpublish mau ga pren? Sy udh kehilangan idee, mana makin pendek ceritanya😔😔😔 Gimana ya? Unpublish atau hiat dulu??

Jgn lupa vote dan comment yaa, thanks in advance!!🤍🤍🤍

2. Is That You, Haico? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang