Warning! Slight AceSan
.
.Tidak semua hubungan berjalan dengan lancar. Tidak ada yang namanya ombak tenang di dalam setiap hubungan yang terjalin antar manusia, kadang ada saja tsunami yang menghantam entah darimana asalnya. Tapi semua tergantung pada tiap individu untuk memperbaikinya kembali atau membiarkannya terseret arus ombak.
Pagi ini cuacanya cerah. Angin berhembus tidak kencang tidak juga lambat, cukup untuk mendorong layar kapal tetap maju bersamaan dengan ombak, mengarungi lautan yang hanya luas akan biru jika dipandang mata. Luffy masih duduk di pinggir kapal dengan kait pancing di tangannya, berusaha mencari tahu kenapa tidak kunjung ada ikan yang terpancing. Padahal sudah Usopp jelaskan ribuan kali kalau Luffy harus menggunakan umpan. Tapi ya pada dasarnya Luffy itu bodoh.
"Hari ini camilannya ichigo daifuku," Sanji turun, membawakan senampan penuh mochi dengan isian pasta kacang merah dan stroberi segar. Luffy melompat dari duduknya dan bergegas menghampiri Sanji.
"Ah hei Luffy bagi-bagi!" Usopp berseru dilanjutkan dengan protes dari Chopper. Tawa rendah muncul dari kabin atas, dari pria yang memperhatikan keseharian dalam kapal yang ditumpangi adiknya. Ia mengunyah mochinya sambil menyenderkan tangan pada kayu pembatas. Kemudian ia menyadari seorang pria berambut hijau duduk di sampingnya, memandangnya penuh tanya.
"Ada apa?" tanya Ace.
"... tidak," jawab Zoro, mulai mengeluarkan belati dari sarungnya dan menggosoknya pelan.
"Kau tidak ambil camilanmu? Nanti Luffy yang makan loh,"
"Hm, biarkan saja."
"Huum," senandung Ace. Ia tersenyum ketika melihat Sanji lagi. Si pirang itu tampak kewalahan mengurusi nafsu makan Luffy yang tergolong besar. "Koki yang di sana itu... dia masih milikmu?" tanyanya.
Zoro berhenti memoles pedangnya. Ia mengangkat wajah, menatap Ace dingin. "Kau menguping pertengkaran kami semalam ya?" dia sudah menaruh curiga sejak awal kalau Ace sempat mendengarkan argumen yang mereka lontarkan semalam penuh. Tapi ia tidak menyangka instingnya akan sekuat ini.
"Tidak bisa dibilang menguping sih, hanya tidak sengaja saja," terukir senyum di wajahnya. "Bukan salahku kan?"
Sanji kembali naik ke kabin atas, melewati dua orang yang tampaknya sedang dalam obrolan penting. Tanpa sengaja iris birunya membuat kontak dengan iris cokelat milik si hijau. Ia mendengus sebelum meletakkan satu piring berisi satu buah ichigo daifuku. "Bagianmu, aku menahan Luffy untuk tidak menghabiskan semuanya,"
"Padahal tidak usah..." gumam Zoro.
Segitiga terbentuk di kepala Sanji. Ia menarik camilannya kembali dan memakannya cepat. "Kalau tidak mau biar aku saja yang makan, dasar kepala lumut tidak tahu terimakasih," kemudian pergi meninggalkan keduanya.
"Oh kau tipe tsundere ya," goda Ace.
"... diamlah."
.
."Hei kau lenggang malam ini?" Ace berdiri sedekat mungkin dengan Sanji. Memperhatikan kesibukan si pirang mencuci piring dan gelas kotor.
"Tidak juga, tapi aku bisa melenggangkan waktuku kalau kau mau," jawab Sanji, masih sibuk membersihkan piringnya. Ia sedikit menahan napas ketika merasakan helaan napas hangat di tengkuknya.
"Aku hanya ingin mengenalmu lebih dalam,"
Brak!
Pintu dapur kembali terbuka lebar. Zoro dengan santainya masuk dan mengambil sebotol alkohol untuk dia minum sendiri. Tentu saja ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Ace melingkarkan sebelah tangannya pada pinggang ramping si pirang. Tapi Zoro tidak ambil pusing dan malah duduk di belakang keduanya.
"Zo—"
"Hei, bagaimana, mau kan berkenalan denganku?" tanya Ace, masih berusaha mendekatkan diri dengan koki adiknya.
Lidahnya berdecak kesal. Rasanya canggung menggoda satu sama lain di depan mantannya sendiri. Sanji menarik napas dalam sebelum mengangguk. "Nanti saja setelah aku membersihkan cuciannya,"
"Aku bantu!" usul Ace.
"Tidak usah, duduk saja di sana," tolak Sanji cepat.
Ace menggerutu sebelum kembali duduk di bangku kursi makan. Ia bertopang dagu memandang gerak-gerik si pirang dari belakang. "Kalau kau memandangnya seperti itu terus bisa-bisa darah mengucur dari hidungmu," kekehan mengalun keluar dari Zoro.
"Tubuhnya bagus," puji Ace.
"Hah, katakan itu pada pengelolaan emosinya," ejek Zoro.
"Tapi yang penting itu selalu lekuk tubuh kan," jawab Ace.
"Tapi kalau dia menamparmu di atas kasur saat kalian sedang bercinta kurasa tidak etis," Zoro kembali berkata.
"Woah kau pernah ditampar di atas kasur?" Ace menahan gelak tawanya.
"Lebih parah malah, kau tidak akan paham, makanya kubilang sekarang saja... dia pilihan terburuk untuk diajak pacaran," ujar Zoro, menutup semua pernyataannya tentang alasan kenapa Ace jangan memacari Sanji. "Dia itu titisan iblis."
TRANG!
Suara panci bertemu dinding menggaung keras dalam ruang kecil di kabin kapal. Zoro tak berkutik. Ace menganga. Sanji lepas kendali. "Kau yang mulai duluan bodoh!"
"Berhenti memanggilku bodoh!" Zoro menggebrak meja keras.
"Kalau begitu idiot! Dasar marimo idot! Aku membencimu! Ini alasan kenapa kita putus!"
"Kalau kau membenciku lalu kenapa kita pacaran awalnya hah?!"
"..." Sanji terdiam. Wajahnya bersemu merah. Ia menunduk dengan dua tangan mengepal. "Aku benci ketika kau bersikap bodoh dan tidak masuk akal begini, aku benci ketika kau mempermainkanku dan menyepelekan masalahku, aku benci ketika kau membuatku merasa bodoh..."
"Hei, aku tidak pernah menyepelakanmu apalagi membuatmu merasa bodoh... kapan aku melakukannya?" Zoro berdiri dari bangkunya, berjalan mendekati si pirang yang masih tenggelam dalam emosi.
"Ketika aku bertanya kalau suatu saat kita putus, lalu kau menertawakanku..."
Zoro mengelus tengkuknya, mulai merasa bersalah. "Aku tertawa karena kupikir kau tidak serius, lagipula sejak awal aku tidak pernah berniat putus denganmu, kurasa kau konyol berpikir tentang hal yang tidak mungkin akan terjadi," ungkapnya. Sanji menatap Zoro, ikut terdiam. "Dengar, aku minta maaf telah bersifat kekanakan."
"Mhm,"
"Kau mau memaafkanku?"
"Hmm,"
"Kita baikan?"
"... ya,"
"Baguslah, kau masih mau jadi pacarku kan?"
Untuk terakhir kalinya Sanji mengangguk dengan jari yang bertaut gelisah. Mendadak Zoro menghapuskan jarak di antara mereka, menariknya dalam pelukan hangat. Sanji mendesah lega ketika merasakan rasa familiar ini lagi. Kedua tangannya membalas pelukan Zoro, menghirup dalam-dalam aroma kekasihnya yang bercampur antara aroma maskulin dengan bau tembaga serta besi.
Ace yang masih duduk bertopang dagu sambil memperhatikan drama picisan ZoSan itu lekas bertanya, "Aku masih punya kesempatan kan?"
"Tidak." jawab Zoro singkat.
Mereka hanya putus tidak lebih dari 12 jam.
~•-•~
Ada nggak sih yg putus cuma bentar trs balikan lagi, aku pernahnya denger temenku pacaran cuma sehari gegara kasian sm cowonya 😭😭
Thank you buat yang udah mau baca, vote, dan komen! Makasih banyaak ❤️
Spooky zosan story bakal aku bikin lagi pas hari halloween
KAMU SEDANG MEMBACA
Stiletto Merah
FanfictionSepasang stiletto merah memang cocok di kaki si tukang masak itu. Setidaknya begitulah yang Zoro pikirkan. Malam hari mereka di dek kapal tidak pernah membosankan, apalagi dengan pemandangan kaki putih dibalut sepatu bertumit runcing itu. Kumpulan o...