Young

2.8K 191 15
                                    

Apa yang kamu rasakan saat memiliki wajah pas-pasan sedangkan sahabat-sahabat kamu memiliki wajah yang cantik, menarik dan memiliki bentuk tubuh yang bagus dan selalu di taksir oleh laki-laki? Namun sahabat kamu sangat cuek bahkan sampai menolak dan membuat laki-laki itu terluka.

Iri? Ya tentu saja aku iri!
Benci? Ada rasa benci dengan orang yang sok jual mahal padahal sudah dikaruniai Tuhan wajah yang bagus namun di sia-siakan. Sementara aku sangat ingin sekali berada di posisinya, di sukai oleh banyak laki-laki. Setiap nongkrong atau berada di suatu tempat keramaian semua perhatian laki-laki tertuju padaku. Andai itu terjadi maka aku tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan itu.

Aku melirik ponselku yang berdering sejak tadi, namun aku biarkan karena aku yakin tidak penting. Sejak kapan orang penting menghubungiku, palingan orang gabut yang suka menawarkan pinjaman online atau hadiah uang 175 JT. Anda itu benar-benar terjadi, maka aku sudah mampu membeli 10 rumah, 5 mobil atau membeli pacar karena SMS itu tiap menit aku dapatkan.

Abaikan deringan ponsel itu, saat ini aku sedang berada di kantin sendirian sambil memakan 1 mangkok mie ayam. Sesekali aku melirik ke kanan dan kiri melihat banyaknya pasangan yang uwu-uwuan atau beberapa kumpulan geng atau teman yang sangat akrab. Aku melihat lagi ke tempatku duduk saat ini, sendirian dan menyudut tanpa ada yang mengetahui keberadaanku. Aku sudah biasa saja dengan kesendirianku jadi tidak masalah bagiku. Aku sangat jarang berkumpul dengan teman akrabku karena aku termasuk orang yang tertutup. Bagiku sendiri itu lebih menyenangkan dan aku bebas melakukan apa saja. Tapi ada saja yang suka melihatku aneh karena aku suka menyendiri, padahal kan ini hidupku bukan hidupnya.

"Joy!". Aku menoleh ke kanan dan kiri saat mendengar suara orang yang memanggil namaku.

"Tante!". Aku menyipitkan mataku, terdapat bocah yang masih berseragam SMP sudah duduk di depanku. Jangan kaget kenapa bisa ada anak SMP di kantin kampusku, karena kampusku sangat bersebelahan dengan SMP dan SMA. Bisa dibilang ini merupakan sebuah yayasan.

Wajahku menekuk sebal saat bertemu lagi dengan bocah tengil yang selalu saja menggangguku.

"Udah berapa kali gue bilang jangan panggil Tante Napa, gue belum setua itu!". Protesku kesal. Sementara Naga nama bocah itu hanya tertawa cengengesan tanpa memperdulikan kedongkolanku.

Dia Naga Pramaja, bocah SMP yang sekarang sedang duduk di kelas 3. Usianya baru 15 tahun beda 7 tahun denganku tapi tinggi badannya sudah melebihi tinggiku. Aku bertemu dengannya saat tidak sengaja menyelamatkannya dari tawuran. Waktu itu dia sudah tergeletak sendirian di pinggir jalan dan terluka parah, dengan banyaknya sayatan benda tajam di sekujur tubuhnya. Sementara aku tidak melihat teman-teman atau siapapun yang berniat menolongnya. Jadi aku memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Semenjak kejadian itu Naga jadi sering muncul di hadapanku apalagi saat aku baru tau ternyata dia sekolah di yayasan yang sama dengan kampusku.

"Tadi gue panggil Joy, Tante nggak noleh sama sekali giliran gue panggil Tante baru Lo noleh". Ucap Naga membela diri. Bocah ini selalu saja memiliki jawaban dari pertanyaan atau pernyataan dariku.

"Ah dahlah, Lo ngapain di mari harusnya Lo udah pulang ke rumah bukan keluyuran disini. Nanti di cari sama Bokap sama nyokap Lo". Tanyaku dengan nada kesal, karena Naga mengganggu niatku yang ingin menyendiri.

"Ck, belum ada 5 menit duduk disini udah diusir aja". Decaknya sebal. Namun tak sampai sedetik ekspresinya sudah berubah lagi menjadi cengiran yang sangat menyebalkan.

"Tante traktir dong, laper nih dari pagi tadi nggak makan". Ucap Naga sambil memegang perutnya. Wajahnya yang tampan terlihat menggemaskan sekali dengan ekspresi kelaparan seperti itu.

"Ogah, Lo kan banyak duit, beli sendiri sana!". Tolakku. Aku melanjutkan lagi menghabiskan mie ayam yang tertunda karena datangnya si bocah tengil ini.

OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang