Sebelum baca part ini, jangan lupa vote dan komen di setiap paragraf ya! Ramein yuk untuk next part nyaa:)
Happy Reading-!♡♡
***
Setelah melalui lift yang membawa mereka ke lantai tiga, suasana berubah. Hiruk-pikuk yang baru saja mereka tinggalkan di kantin kini digantikan dengan ketegangan yang menggelayuti udara di sekitar ruang olimpiade. Ara berjalan sedikit di belakang teman-temannya, berusaha menjaga ketenangan.
"Lo udah siap, Kak?" tanya Ashiva dengan suara rendah ketika mereka tiba di depan pintu ruang olimpiade. Beberapa peserta sudah mulai berkumpul, wajah-wajah tegang terlihat dari berbagai sudut.
Ara mengangguk, memaksakan senyumnya. "Siap nggak siap harus siap, kan?"
Sebelum mereka sempat masuk ke dalam, langkah cepat terdengar dari arah belakang. Suara familiar itu membuat mereka berbalik.
"ARA!" teriak suara yang sangat dikenal Ara. Ternyata Revan dan teman-temannya akhirnya muncul juga, terlihat sedikit berantakan setelah berhasil kabur dari Bu Weni.
"Kalian ngapain di sini?" Ara menatap tajam ke arah Revan, Raffa, Leon, Samuel, dan Rendy yang semuanya tersenyum lebar meski napas mereka masih terengah-engah. "Kan tadi gue bilang nggak usah ke sini. Gue baik-baik aja."
"Tapi kita janji mau dukung lo," ujar Revan sambil tersenyum santai. "Lagi pula, ngapain sih lo takut? Kita cuma mau liat lo juara. Udah gitu aja."
Ara mendesah panjang, tahu tak ada gunanya membantah Revan saat ini. Revan dan teman-temannya memang punya kebiasaan tidak pernah mendengarkan ketika sudah punya niat. Dia hanya berharap mereka tidak bikin onar di sekolah orang lain. Namun, kekhawatirannya semakin membesar ketika pandangan mata mereka bertemu dengan satu grup lagi yang baru saja muncul di pintu lift. Nathan dan gengnya.
"Oh, ini nih yang seru," gumam Raffa, mendengus kecil ketika melihat Nathan dan teman-temannya melangkah mendekat. Nathan, dengan tubuh kekar dan tatapan sinisnya, selalu menjadi musuh bebuyutan Revan. Selalu ada alasan bagi mereka untuk bertengkar. Kali ini, suasananya berbeda—ini bukan sekolah mereka sendiri. Tapi, semua orang tahu, di mana ada Nathan dan Revan, masalah pasti mengikuti.
Ara merasa perutnya bergejolak. "Revan, gue serius. Jangan bikin masalah di sini."
Revan hanya mengangkat bahu tanpa peduli. "Gue gak nyari masalah. Tapi kalau ada yang mulai, ya lo tau gue gak bakal tinggal diam."
Nathan dan gengnya semakin mendekat, langkah mereka lebih berat dan penuh niat. Di belakang Nathan, terlihat Marvel, salah satu orang yang tadi mencoba memprovokasi Arga. Ara bisa melihat ketegangan di wajah Arga, yang tampak sudah bersiap jika sesuatu benar-benar terjadi.
"Lo ngapain di sini, Van?" tanya Nathan, menghentikan langkahnya tepat di depan Revan. Suaranya datar, tetapi ada ancaman di baliknya. "Ini bukan tempat lo, paham?"
Revan hanya menyeringai, menatap Nathan dengan pandangan meremehkan. "Gue di sini buat dukung temen gue, nggak nyari masalah. Tapi lo yang kelihatannya nyari masalah."
Nathan mengepalkan tangannya, siap melayangkan tinju kapan saja. Tapi sebelum situasi semakin panas, Ara maju, mencoba berdiri di antara mereka. "Nathan, please. Jangan di sini. Ini tempat olimpiade, bukan tempat lo berantem."
Namun, tidak ada yang memperhatikan kata-kata Ara. Revan dan Nathan sama-sama sudah panas, dan hanya butuh sedikit pemicu untuk meledakkan semuanya. Arga mencoba menahan Revan, tetapi sebelum dia sempat menarik sahabatnya itu ke belakang, Nathan sudah lebih dulu mendorong Revan. Dorongan itu cukup keras hingga Revan hampir terjatuh ke belakang, tetapi segera menyeimbangkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANARA
Teen Fiction[⚠ FOLLOW SEBELUM DIBACA] [BERNIAT PLAGIAT? SILAHKAN MENJAUH] 'Welcome my first story-!' 🕊 Cerita ini tentang gadis remaja yang bertokoh protagonis di hadapan umum dan akan bertokoh antagonis saat waktu itu tiba. Clara Alviona Quensha, nama lengkap...