Sanji hidup sukses setelah meninggalkan keluarga lamanya. Berbekal kegigihan dan antusiasnya dalam mempelajari hal baru, ia mampu menanjak lebih tinggi bahkan menempati bagian direktur utama di perusahaannya. Gajinya? Tidak perlu ditanyakan lagi, dia hidup bahagia sekarang. Sangat nyaman— terlalu nyaman malah. Dengan semua uang yang ia miliki ia mampu menyewa berapa pun gadis yang ia mau.
Ia suka ketika para gadis bertekuk lutut di hadapannya, memohon atensinya, mengekspos bagian terdalam mereka. Sanji menyukainya, sungguh. Tetapi kadang ada saja beberapa gadis "spesial" yang mampu membuatnya hilang akal. Seperti yang pernah dilakukan Nami, seorang kolega dari kantor.
Gadis itu adalah seorang alpha tulen. Alpha sejati.
Parasnya yang menawan dengan kaki jenjang dan hak tinggi bewarna hitam polos, rambut sewarna jeruk yang bergelombang seperti ombak, sorot mata tajamnya, segalanya.
Tentu saja hal itu membuat Sanji tertarik padanya. Asal kalian tahu, Sanji adalah seorang omega.
Ya, seumur hidupnya ia tumbuh sebagai omega. Sanji membenci istilah-istilah ini. Alpha, beta, omega; dunia berjalan berdasarkan hierarki sesuai urutan. Untunglah hierarki tersebut sudah dihancurkan beberapa tahun yang lalu oleh beberapa kelompok revolusioner. Mereka mulai memperbolehkan omega memasuki dunia revolusi industri dan berkarir sesuai keinginan.
Omega sendiri tidak hanya berisikan wanita dan pria submisif yang mau-mau saja dikendalikan oleh alpha maupun beta. Ada kalanya sosok omega menyerupai Sanji. Dominan, kompetitif, dan berjiwa bebas.
Dan ada kalanya alpha adalah seorang pengangguran sialan yang suka berkeliaran di jalan dan menggodanya dengan siulan dan kata-kata yang tak pantas. Inilah sebabnya Sanji bekerja begitu keras untuk mendapatkan jabatan yang terpandang. Alpha rendahan seperti itu tidak akan mampu bahkan hanya untuk sekedar menatap matanya.
Hari ini meeting selesai lebih lama dari yang ia duga. Banyak evaluasi yang harus ia bahas dari tiap divisi. Tangannya merogoh kantung jas dan mengeluarkan kunci mobil. Ia ingin segera pulang dan mengguyur tubuh dengan air dingin. Kakinya menghentak ubin lantai, berjalan malas menuju elevator dan memencet tombol untuk membuka pintu. Ketika pintu terbuka, seorang wanita berdiri di dalam sana dan melempar senyum padanya. Sanji balas tersenyum dan ikut masuk ke dalam lift. "Underground juga?" tanyanya. Wanita itu hanya mengangguk.
Dari sudut matanya Sanji dapat melihat wanita berambut hitam pendek ini tidak begitu buruk. Tubuhnya tidak seramping Nami tapi cukup berisi dan terlihat menggiurkan. Ia menjilat bibir keringnya. Ah... Lagi-lagi fantasi liarnya memimpin.
"Kau siapa? Sepertinya aku baru melihatmu di sekitar sini," Sanji membuka obrolan.
Wanita itu menyampirkan sebagian rambutnya ke belakang telinga dan mengangguk. "Aku baru selesai interview," jawabnya pelan. "Dengar-dengar perusahaan ini punya asuransi dan gaji yang bagus untuk karyawannya."
"... kau butuh uang? Mungkin aku bisa membantumu."
Wanita itu tertawa sebelum berkata, "Aku tidak senekat itu sampai harus menjual tubuh, ingat... kau juga omega, harusnya kau tahu rasanya berada dalam posisi sepertiku."
Perkataan itu seakan menyambarnya seperti petir di siang bolong.
.
.Memori terakhir yang Sanji ingat adalah menghabiskan malamnya di sebuah klub di tengah kota. Ia sudah lupa akan keinginannya untuk kembali pulang ke kompleks apartemennya dan melepas penat dengan tidur. Seingatnya ia mengendarai mobil dalam keadaan frustasi dan memarkirkan mobilnya begitu saja di depan sebuah klub yang sering ia datangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your F***ing Mate (HIATUS)
FanfictionSanji berani bersumpah ia hanya mencintai wanita. Hidup bergelimang harta, memiliki jabatan tinggi di perusahaan, tampan dan sempurna di segala hal sudah menjadi bagian dari hidupnya. Ia tidak menyangka semuanya akan berbeda ketika suatu hari ia ban...