III

1.2K 204 37
                                    

Dua tangannya digenggam, perlahan ia dituntun untuk berdiri dan masuk mobil. "Kau bisa mengendarai mobil sendiri kan?"

Sanji menggeleng. "Aku butuh obat," dengan susah payah ia bersuara. Rona merah menjalar di wajahnya. Roronoa lekas menutup pintu mobil dan berlari meninggalkan tempat parkir. Beberapa menit kemudian ia datang membawa sebuah botol berisi kapsul obat-obatan dan sebotol air mineral. Ia kembali membuka pintu mobil dan menyerahkan semua yang didapatnya dari apotek untuk keperluan Sanji.

Kemudian untuk terakhir kalinya tangannya mengelus rambut pirang dan menutup pintu mobil lalu berjalan menuju pos seharusnya ia berjaga. Tanpa Sanji ketahui, pria itu hampir kalah dengan instingnya karena semerbak wangi menggoda dari masa heat-nya. Di posnya ia tersenyum, mengingat-ingat betapa lucunya wajah tercengang Sanji ketika ia menyapukan rambutnya di antara helai pirang.

.
.

Sanji turun dari mobilnya dan memasuki gedung apartemen. Perlahan ia melangkah memasuki lift dan mengeluarkan kunci menuju lantai dimana ia tinggal. Ketika pintu lift sudah terbuka, Sanji melepaskan jasnya dan dasi yang melilit di lehernya. Wajahnya masih memerah mengingat pria hijau yang melindunginya saat di kantor. Jantungnya berdegup lebih kencang menyadari ada kemungkinan kecil sebagian dari dirinya menyukai si Roronoa itu.

Walau Sanji berani bersumpah, atas nama moyang dan buyutnya di zaman dinosaurus, ia hanya akan mencintai dan menyayangi wanita. Tapi mungkin Roronoa juga mendapatkan tempat spesial di lubuk hatinya.

Mungkin.

Sanji segera memasuki kamar mandi dan menanggalkan seluruh pakaiannya. Ia berdiam di depan kaca, memperhatikan tiap lekuk tubuhnya yang memang menjadi ciri khas para omega. Tangannya meraih bagian pinggul dan merabanya pelan. Walau ia sedikit jauh lebih berotot dibanding beberapa omega lain, bagian pinggulnya masih menunjukkan bahwa ia seorang omega. Bibirnya tertekuk ke bawah, mengingat perkataan ayahnya tentang omega.

"Kau hanyalah mesin penghasil bayi, jangan pernah mengakui bahwa aku ayahmu! Aku malu memiliki anak sepertimu!"

Penghasil bayi. Sudah berapa kali ia mendengar hinaan itu dari para alpha. Ia meloloskan tawa ironis dari bibirnya. Mesin penghasil bayi sepertinya jauh lebih sukses dibanding alpha-alpha di luaran sana. Dunia memang lucu.

Kaki jenjang Sanji memasuki area shower dan air dingin mulai mengguyur tubuhnya.

.
.

Karena hari ini hari libur, Sanji menyempatkan diri datang ke sebuah kafe kecil untuk membeli kopi dan sarapan pagi. Si pirang menyampirkan jaketnya di atas lengan dan memasuki kafe. Ia kembali dibuat terkejut saat melihat barista yang menyajikan minuman adalah Roronoa. Keduanya tersenyum ketika melihat satu sama lain. "Pagi," sapa Roronoa. Ia mendekati tempat kasir untuk mengurus pesanan Sanji.

"Kopi hitam satu dan pancakenya juga," Sanji mengutarakan pesanannya. "Kau bekerja sambilan di kafe juga?"

"Iya, dan kebetulan semalam aku menggantikan temanku jadi satpam," ujarnya sembari menyiapkan kopi.

"Pantas saja aku tidak pernah melihatmu sebelumnya! Kau kerja apa lagi?"

Ia mendengus. "Apapun, kafe, pelatih kendo, satpam, aku butuh uang untuk melanjutkan kuliah," jawabnya. Sanji hanya dapat mengangguk. Jujur saja ia terpukau dengan sifat pekerja keras dari pemuda berambut hijau ini. Apalagi setelah kejadian semalam. Alpha satu ini tidak mengeluarkan feromonnya sedikit pun demi membuat Sanji tetap nyaman. Tanpa Sanji sadari wajahnya kembali merona.

"Roronoa—"

"Panggil Zoro saja."

Zoro. Sanji tersenyum kecil.

Your F***ing Mate (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang