Part 10

346 32 4
                                    

Terminal bus, pukul 07.00 malam.

Lorra menangis dipelukan Neta, Karin yang melihat kakak kelasnya menangis seperti itu jadi iba.

"Lagian kak Neta juga sih, pake segala pindah rumah, pindah sekolah. Mendadak lagi."kata Karin.

"Kok kamu gak bilang sih kalo mau pindah rumah sama pindah sekolah!"kata Lorra setengah membentak. Percuma saja Neta menahan tangisnya, akhirnya tangis itu pecah juga setelah tangis Lorra semakin menjadi.

"Aku juga gak tau Ra, ayahku tiba-tiba dipindah tugaskan jadi di Bandung. Mau gak mau aku harus ikut mereka"ucap Neta. Lorra memeluk Neta semakin erat, seakan gak rela Neta pergi. Ya, Neta akan pindah sekarang. Seharusnya ia sudah pindah 2 hari yang lalu, karena ia masih ingin disini, ayah dan ibunya mengizinkannya, tetapi setelah itu Neta harus segera ke Bandung.

"Kak, ayo kita pulang. Kakak udah 2 jam nangis disini. Aku sampe gak tau mau bilang apa nanti sama tante, kalo dia ngeliat kak Lorra matanya sampe sembab banget begitu" Karin meraih Lorra yang lemas.

"Lagi pula, kakak kan masih bisa telponan, masih bisa kirim-kirim kabar" lanjut Karin.

"Bus nya udah mau berangkat, aku pergi ya Ra" berat hati Neta mengatakan itu. Tak disangka, Lorra tersenyum tipis.

"Benar kata Karin. Kita kan masih bisa telponan. Kamu kalau ada waktu luang main kesini ya Net"ucap Lorra setengah dipaksakan. Neta mengangguk lega. Mereka kembali berpelukan.

"Aku pergi ya Ra, Rin" Neta melepaskan pelukannya lalu berjalan mantap memasuki bus yang akan membawanya pada kehidupan barunya setelah ini.

Lorra tersenyum lemah. Baru saja ia mendapatkan teman yang keadaannya sama seperti dirinya. Tapi semua tak bertahan lama. Selalu saja diambil. Selalu saja kebahagian yang baru saja di rasakannya direnggut secara paksa. Menurutmu, dunia ini adil gak sih kalo kamu ada diposisiku?

***

Keesokan harinya. Lorra datang ke sekolah mau mau engga engga. Dion yang mengetahui sahabat barunya itu hanya diam saja saat ditanya pun jadi khawatir sendiri apalagi melihat mata Lorra yang sembab parah. Pasti ada sesuatu yang terjadi, dan Lorra belum mau bercerita.

Ditunggunya Lorra hingga ia berniat bercerita.

Jam istirahat pertama akhirnya Lorra membuka mulut.

"Maaf ya aku cuekin kamu, aku lagi gak mood"kata Lorra, suaranya serak. Dion mengangguk.

"Ka..ka..mu kenapa Ra? Gak bi..bi..asanya kaya gini. Mau ce..ce..rita ke aku?"tanya Dion. Lorra akhirnya mengangkat wajahnya setelah dari tadi hanya menelungkupkan wajahnya di meja dengan penyangga kedua tangannya.

"Sahabat aku, namanya Neta. Sebelum ada kamu, sebenarnya dia duduk disampingku" Dion mengkerutkan keningnya.

"Ke..ke..kenapa kemarin pak Yu..yu..di bilang bangku se..se..se..belah kamu gak ada yang isi?"tanya Dion. Lorra menggeleng.

"Aku juga bingung. Kemarin dia pamit sama aku, mau pindah rumah sama sekolah. Aku kaget" suara Lorra makin terdengar mencekik karena serak. Dion terperangah.

"Ma..ma..ma..af ya" Lorra menggeleng.

"Bukan salah kamu kok!" Dion menunduk.

"Udah ah, kok jadi kamu yang galau gini" Lorra tersenyum tipis, sangat tipis. Walaupun begitu, Dion lega karena Lorra masih bisa tersenyum walau tipis kaya kertas buku._.

"Pu..pu..pu..lang sekolah ja..ja..ja..lan yuk" ajak Dion. Lorra menatap Dion, bingung.

"A..a..aku traktir deh" Dion tersenyum manis, alisnya naik turun. Lorra jadi terkekeh sendiri.

"Oke"

***

Sepulang dari Mall tadi, Lorra happy banget. Semua anggota keluarganya yang bertanya sampai gak dijawab. Dikira mereka, mungkin Lorra habis dapet Undian berhadiah milyaran._. Atau nemuin kucing kaya dikartun garfiel._.

Gimana gak seneng, Lorra diajak nonton sama Dion, abis itu ditraktir makan. Mungkin buat cewek-cewek sekarang, hal kaya gitu udah biasa. Lumrah malah. Tapi enggak buat Lorra, dia baru pertama kali diajak nonton, walau itu sama sahabat barunya. Lorra happy-happy aja, Lorra sih sempet ngayal kalo yang duduk disampingnya itu pacar idamannya, kaya pangeran-pangeran kuda putih. Gak kebayang kan gantengnya kaya apa.. Tapi pas lagi ngayal gitu, tiba-tiba aja jidat Lorra kejedot. Gak tau gimana bisa kejedot gitu, yang pasti Lorra jadi sadar, yang disebelahnya ini Dion. Yang jauh dari kata "Pangeran kuda putih" bisa-bisa si Dion ini malah jadi babu nya si "Pangeran kuda putih"

Lorra jadi cekikikan sendiri. Sebenernya dia udah lama pengen punya sahabat cowok, cuma karena anak-anak nganggep Lorra anak aneh, jadi gak ada yang mau berteman sama dia. Padahal, kalo dipikir-pikir, rugi juga tuh anak satu kelas yang musuhin Lorra. Gini-gini juga Lorra pinter banget. Dia selalu juara satu dikelasnya. Cap aneh dan gengsi mereka itu yang bikin mereka gak mau berteman sama Lorra. Padahal kan lumayan juga bisa dapet contekan ulangan fisika, kimia, yang katanya bisa bikin anak-anak langsung teler. Atau mungkin otaknya berhenti bekerja gara-gara gak tau mau jawab apa.

"Kapan-kapan lagi ya Dion" batin Lorra, Lorra terkikik pelan. Ia berjalan ke arah ranjangnya lalu menjatuhkan diri diatas ranjang. Sore ini Lorra bakal tidur nyenyak.

***

Lorra dan Dion gak tahu. Seorang cowok mengintainya sejak dari sekolah. Cowok itu menyeringai saat Lorra tertawa lepas bareng Dion.

"Lorra-Lorra, lo bakal kedapetan mimpi buruk setelah ini!" si cowok meyeringai. Lalu pergi begitu saja.

***

Bersambung**

Sister Its Not VisibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang