Part 17

87 10 0
                                    

"Hai, Lorra" sapa seorang hantu perempuan cantik yang melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Lorra. Lorra kaget dan mengelus dadanya, tiba tiba saja hantu perempuan ini muncul dihadapannya.
"Hai" sapa Lorra sambil berusaha tersenyum. Walau yang tersungging dibibirnya hanya lah senyum terpaksa.
"Kau sedang apa disini? Bukan kah harusnya kau pergi kesekolah?" Tanya hantu tersebut. Kening Lorra mengerinyit, apakah hantu tersebut tahu bahwa ia sedang bolos? Ah, hantu memang tau segala hal tentang manusia sekalipun manusia itu berbohong.
"Aku hanya ingin menyendiri saja" jawabnya sendu. Saat ini Lorra duduk dipinggir danau, danau kesukaannya saat ia dilanda perasaan sedih. Tempat ini adalah saksi bisu dikala dirinya butuh tempat untuk bersandar.
"Kau sepertinya tidak dalam keadaan baik, apakah kau mau bercerita kepadaku?" Tanyanya hati-hati.
"Aku saja tak mengenalmu, mengapa aku harus bercerita padamu?" Jawab Lorra gemas, padahal ia hanya ingin mengetes hantu didepannya ini, bagaimana mungkin hantu tersebut mengajaknya bercerita tetapi dia belum memperkenalkan dirinya pada Lorra.
"Ah, aku lupa. Namaku Aura. Aku adalah penghuni baru di danau ini" Ucapnya dengan cengirannya. Lorra tersenyum menatap hantu tersebut.
"Jadi bisa kita mulai ceritanya?" Ucap Aura. Lorra mengangguk.
"Aura, apa yang akan kamu lakukan jika seseorang yang terbiasa bersama-sama dengan mu tiba tiba menghilang?" Tanya Lorra sedih. Aura mengerti perasaan Lorra.
"Aku tidak bisa melakukan apapun, tetapi ada satu hal yang aku yakini Lorra" jawab Aura.
"Apa itu Aura?"
"Sesuatu itu adalah "alasan", semua yang terjadi padamu. Pasti ada sebuah alasan, dan kamu harus mempercayai itu." Jawab Aura sambil tersenyum manis.
"Benarkah?"
"Tentu saja Lorra."
Lorra mengangguk anggukan kepalanya tanda mengerti. Hatinya sedih kecewa bercampur aduk memikirkan kakaknya, dia rindu setengah mati pada Febby, jika dia bertemu dengannya, dia janji tidak akan marah, dia hanya ingin mengetahui alasan kenapa Febby meninggalkannya. Hanya itu.
"Apa sudah lega?" Tanya Aura.
Lorra mengangguk sambil tersenyum, senyum yang tulus.
"Kau sangat cantik jika tersenyum seperti itu" ucap Aura.
"Ah, kau bisa saja" balas Lorra tersenyum malu malu.
Kemudian hening, mereka sibuk dalam pikirannya masing-masing. Aura sebenarnya berfikir keras, dia mengenal gadis ini, wajahnya, dia adalah Via teman dekat sewaktu SMA nya dahulu, tetapi saat menghampiri nya reaksi Lorra biasa saja seakan akan tidak pernah mengenalnya. Aura merasakan hal itu, dan dia menduga bahwa Lorra adalah jelmaan dari Via atau reinkarnasi Via. Jika benar seperti itu Aura sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan sosok Via walaupun sudah Berbeda Alam.

Di sisi lain, seseorang sedang memperhatikan Lorra di kejauhan. Orang tersebut adalah Dion. Siapa sebenarnya Dion? Mengapa ia tiba tiba muncul di kehidupan Lorra? Apa yang ia rencanakan?

***

Di alam yang berbeda, seorang gadis terduduk lesu dibalik jeruji. Pandangannya kabur saat bulir bulir air mata mulai berjatuhan dari matanya. Menangis adalah sesuatu yang tidak pernah luput dilakukan di hari harinya. Tuhan sedang berpihak pada siapakah sebenarnya? Apa yang direncanakan Tuhan? Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.
Dimana gadis itu disembunyikan hanya lah Tuhan yang tau.
"Kumohon lepaskan dia, dia bukan reinkarnasiku. Kasihani dia." Jeritnya dalam hati. Bulir air mata tersebut senakin deras meluncur.
"Apapun yang kulakukan bukanlah sesuatu yang tanpa alasan." Suara tanpa wujud tersebut bergema di ruangan tersebut. Membuat hati si gadis bergetar.

***

"Sampai kapan aku harus seperti ini?" Batin Dion. Aku sebenarnya lelah jika harus terus bersemayam di tubuh manusia untuk mencari tahu apakah Lorra adalah gadis ku? Gadis kecil ku dulu? Mengapa tak ada sedikitpun kenangan yang teringat dikepalanya. Aku sudah hampir putus asa untuk membuatnya ingat padaku.

***

Flashback On

Seorang gadis terduduk di balkon rumahnya, hujan deras disertai petir lantas bukan menjadi hal yang ditakutinya, dia merenung, merindukan seseorang. Ralden, satu nama yang hingga kini tidak pernah sedikitpun luput dari ingatannya. Mata batinnya semakin tajam, semakin banyak orang yang ditolong olehnya, dia adalah Via. Ini ada lah bulan kedua setelah ia bangun dari komanya dan perpisahan yang menyedihkan itu dengan Ralden. Via menyentuh kalung hati di lehernya, kalung perpisahan yang diberikan Ralden untuknya.
"Kumohon, sekali saja aku ingin bertemu dengannya" batin Via.
Tetapi nyatanya Ralden memang tidak pernah muncul lagi dihadapan Via. Hal itu terlarang bagi malaikat manapun yang sudah menyelesaikan tugasnya untuk bertemu dengan anak yang dibimbingnya. Membuat Via semakin frustasi dan tidak mampu untuk menahan rasa rindunya lagi.

Disisi lain, ditempat yang sangat jauh, diatas langit. Ralden memperhatikan Via melalui awan yang sedang menampakan kejadian yang sedang berlangsung, hatinya miris melihat keadaan Via. Andai saja dia bisa bertemu dengan Via terakhir kali, dia ingin membuat Via melupakannya, dia tidak mau Via tersiksa akan rasa rindunya, walaupun bukan hanya Via yang merasakan hal tersebut. Ralden pun juga. Ralden kini sudah melakukan tugasnya yang baru, yaitu membimbing seorang gadis yang berumur sama seperti Via tetapi gelenyar aneh yang dirasakan Ralden terhadap Via tidak pernah dirasakannya pada saat bersama gadis lain? Apakah ini yang dinamakan cinta? Ralden percaya, cinta itu setia. Jika ia sudah jatuh cinta pada satu hati. Ia tidak bisa jatuh cinta pada hati yang lain.
Akan dijalaninya hari-hari itu, sampai pada akhirnya Ralden melihat Via kecelakaan dengan Rakha, ia sebenarnya marah dengan apa yang diperbuat Rakha. Tapi Ralden hanyalah makhluk biasa, tidak bisa berbuat apa apa karena takdir Tuhan untuk mereka berdua sedang berjalan. Semenjak Ralden tahu Via meninggal. Dia tidak pernah bisa menemui gadis itu di alam manapun. Entah apa yang difikirkan Tuhan. Ralden hanya bisa mengikutinya, sampai akhirnya ia bertemu dengan sosok yang mirip Via, yaitu Lorra Alisia.

Bersambung yaaaaa***

Sister Its Not VisibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang