Part 3

598 44 0
                                    

Arneta POV

Aku membanting tas dan tubuhku ke ranjang, hari ini sungguh melelahkan, ditambah dengan menghilangnya Ralden tiba-tiba. Oh God! Apakah aku terlalu lebay? Dia baru saja menghilang 3 jam yang lalu, dan saat ini ia belum menampakkan dirinya kepadaku. Aku tertawa sendiri dalam hati, mengapa aku terlalu over protektif padanya. Sesaat pikiranku teralih pada kejadian tadi di sekolah, hantu perempuan itu yang di sebut 'kakak' oleh temanku si Lorra, ternyata ia kenal dengan Ralden. Aku kembali membayangkannya, saat perempuan itu menarik Ralden lalu menghilang. Well, ada apa sebenarnya? Tunggu. Aku sempat mendengar Ralden memanggil Lorra dengan sebutan 'Via'. Kurasa hantu juga memiliki penyakit mata yang sama seperti manusia (?) . mengapa Lorra dipanggil 'Via', aku rasa Ralden memang benar-benar mengidap penyakit mata, apakah perlu aku membawanya ke dokter (?) Terima Kasih, semakin hari aku semakin gila saja-_-

Aku tertawa kecil, lalu beranjak dari ranjangku untuk berganti pakaian, tiba-tiba handphone yang berada disaku seragamku bergetar, ternyata ada sebuah pesan baru.

From 0896257***** :

Hai, Neta. Bagaimana jika besok aku berkunjung kerumahmu? Tidak keberatankah?

Via.

To 0896257***** :

Ku kira siapa, tentu saja Lorra. Pintu rumahku selalu terbuka untuk sahabat yang baru kudapatkan hari ini :D , well.. ngomong-ngomong kau dapat nomerku dari mana?

From 0896257***** :

Terima Kasih Neta, ah sepertinya aku mempunyai sahabat yang berperawakan muda tetapi mempunyai daya ingat seperti nenek-nenek. Kau lupa heum? Aku kan yang meminta nomermu tadi?

To 0896257***** :

Astaga, aku lupa. Terima kasih telah mengingatkanku Lorra. Sampai jumpa besok ;)

From 0896257***** :

Sama-sama, sampai jumpa besok ;)

Aku mengakhiri pesan-pesan singkatku dengan Lorra, aku tertawa kecil, bagaimana aku bisa lupa bahwa ia meminta nomerku di saat jam istirahat tadi di sekolah. Aku menyudahi aktifitasku yang sedari tadi hanya tertawa, sama sekali belum ku buka baju seragamku, mengingat Lorra yang mengirimkan pesan kepadaku. Aku senang, aku pasti akan menjalani persahabatan yang indah dengannya.

Lorra POV

Aku membanting tubuhku ke atas sofa, seraya mengambil remot untuk menyalakan tv. Boring sekali rasanya, aku mencari-cari berita terhangat siang ini. Saat aku sedang sibuk memindah-mindahkan channel tv, aku melihat salah satu stasiun tv swasta sedang memberitakan tentang serangan Israel tehadap Gaza Palestine, tiba-tiba hatiku pedih melihat mereka, rakyat Palestine. Tak sadar air mataku telah membuncah keluar, seolah-olah aku dapat merasakan apa yang mereka rasakan. Perasaanku campur aduk, kesal, benci, dan sedih. Aku menangis tersedu-sedu, beberapa kali ku tepis air mataku dengan kasar, mengapa aku menjadi sesimpatik ini. Semakin hari aku semakin aneh saja, aku segera mematikan tv ku, tak kuat untuk melihat berita-berita selanjutnya lagi tentang Gaza, ku putuskan untuk menenangkan diri dengan shalat di mushola, rumahku memang menyediakan tempat sholat khusus, agar ibadah kami khusyuk.

5 menit setelah shalat dengan masih memakai mukena, ku putuskan untuk berkonsultasi dengan seseorang yang aku sendiri tak tahu siapa, bicaranya lantang, suaranya bijak dan itu tepatnya berada di puncak kepalaku, seperti cakra tempat berkonsultasi dengan Tuhan. Akhir-akhir ini aku sering berbicara dengannya setelah selesai shalat, terkadang aku berfikir bahwa aku sedang berkonsultasi dengan Tuhan. Ku keluarkan segala sesuatu yang ada difikiranku, ia memberiku sejumlah nasihat-nasihta yang sangat menyentuh. Aku tak yakin bahwa ada manusia yang mampu menyaingi kebijakannya, entah aku tak mau mencari tahu siapa sebenarnya seseorang dibalik puncak kepalaku, aku sudah merasa nyaman berkonsultasi dengannya, seakan-akan aku mempunyai guru penasihat yang baik sekali, berkali-kali aku merasa diuntungkan menjadi anak Indigo, namun disisi lain, hal-hal yang tidak menguntungkan juga sering menganggu kehidupan normalku.

Sister Its Not VisibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang