5. Stay with Me

10 1 0
                                    



Rencana menikmati suasan malam Seoul bersama Chenle kini hanya tinggal angan, karena hujan membatalkan semuanya. Dan sekarang, kakiku harus sedikit pincang karena terkilir.

Jika aku pulang ke rumah Dabo dengan keadaanku sekarang, tentu itu akan membuat Baba Khawatir. Chenle pun tidak ingin membuat aku yang baru saja mengalami kesulitan, harus terkena marah, karena pergi ke tempat asing sendirian dan mendapat masalah. Karenanya, ia membawaku bukan ke rumah Dabo, tapi ke apartemen pribadinya.

Apartemen Chenle berlokasi di Mapo-gu yang berjarak cukup jauh dari Hannam-dong, tempat tinggal orangtuanya. Mungkin harus menempuh sekitar 45-55 menit untuk sampai ke situ menggunakan mobil. Tapi, ketimbang harus menjelaskan apa yang baru saja terjadi pada Baba, dengan resiko tidak akan diberi izin untuk pergi tanpanya, aku lebih memilih ikut saran Chenle untuk pulang ke apartemennya.

Chenle juga sudah menelpon Baba dan ia meminta izin kepada Baba untuk membawaku menginap di tempatnya. Dan tentu saja, Baba mengizinkan karena ia sangat percaya kepada Chenle, lebih dari ia percaya kepadaku.

Di perjalanan, kami sedikit berdebat prihal kakiku yang terkilir. Chenle ingin agar kami ke rumah sakit mengobati kakiku, sedangkan aku merasa tidak perlu karena tidak terluka parah dan hanya terkilir. Perdebatan ini berakhir setelah aku mengeluh kedinginan, sehingga Chenle tidak lagi bersikeras membawaku ke rumah sakit, dan dengan cepat ia melajukan mobilnya agar segera sampai ke apartemennya sehingga aku bisa beristirahat. Untungnya, jalan di Seoul sedang tidak begitu padat, sehingga aku dan Chenle bisa sampai ke Mapo-gu dengan lebih cepat dari biasanya.

Setelah sampai di apartemennya, Chenle membantuku untuk berjalan dengan merangkulku agar kakiku tidak terlalu sakit. Kami menggunakan lift menuju lantai 7, tempat unit Chenle berada. Apartemennya termasuk unit yang sederhana, tidak kecil, tapi tidak terkesan terlalu mewah, cukup untuk ia hidup sendirian dengan nyaman. Terdapat 2 kamar tidur yang cukup luas dengan ruang tamu yang cukup besar, juga lengkap dengan dapur yang minimalis. Kini aku mengerti mengapa ia memilih untuk tinggal di sini ketimbang dengan orangtuanya, karena memang rumah Dabo di Hannam-dong sangat luas untuk ditinggali sendirian kala Dabo dan Bomu pergi. Apa lagi jaraknya ke sekolah Chenle yang cukup memakan waktu, sedangkan di sini, Chenle hanya membutuhkan sekitar 5 menit menggunakan mobil untuk sampai ke sekolahnya.

Tak lama setelah sampai, Chenle segera memberikan bajunya untuk kukenakan. Kaos polos hitam dan celana pendek. Aku pun segera beranjak mandi, karena tubuhku sudah merasa sangat dingin dan baju yang ku kenakan juga sudah setengah kering.

Setelah selesai mandi, aku keluar kamar untuk meminjam Hairdryer milik Chenle untuk mengeringkan rambutku yang basah sehabis mandi. Namun baru saja aku membuka pintu kamar, terhirup olehku wangi masakan yang membuat perutku lapar. Aku memang belum makan apapun semenjak aku keluar dari rumah Dabo tadi sore.

Aku melangkahkan kakiku pelan menuju dapur, dan ku lihat Chenle sedang memasak Telur Tomat kesukaanku yang biasa dibuat oleh Bomu ketika kami kecil.

"Hemmmm, tau aja kalau aku laper." Kataku sambil mendekati Chenle yang sedang serius mengaduk masakannya.

"Yaa, sepanjang jalan aja perutmu bunyi-bunyi kok. Jelas aku tau!" Jawabnya sambil tersenyum.

"Iyaya, abisnya kalau dingin bikin makin laper." Kataku sambil memegang tengkuk leherku.

Chenle memasukkan beberapa macam bumbu ke dalam masakannya, dan ia menyendok sedikit untuk ia cicipi.

"Hmmm. . ." Ia merasakan masakannya sambil mengangguk kecil.

Ia menyendok sekali lagi, dan menyodorkan sendok itu ke depan mulutku. Ku tiup perlahan sendok yang berisi telur dengan kuah merah yang terlihat nikmat itu, dan kumasukkan sendok dan isinya itu ke dalam mulutku.

Rainbow EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang