MUMD#06

0 1 0
                                    

BERJUANG DAN TERUSLAH BERJUANG JANGAN ADA KATA MENYERAH!
.
.
.
Faruk Al Maurobi

Hari Ujian Akhir Semester sudah hampir tiba,semua murid disibukkan dengan beberapa latihan soal terutama untuk kelas XII sekarang.

Ratih dan Serly masuk ke dalam kelasnya,dengan beberapa kertas ditangannya.
"Oke,hola semua. Di sini siapa yang cita-citanya mau jadi dokter? Ini gue di suruh bu Fitri buat nyatet siswa siswi kelas XII yang ingin menjadi profesi itu." Jelas Ratih berdiri di depan.

Rezky mengangkat tangannya,seketika kelas menjadi diam mereka sedikit canggung apalagi Ratih. Rezky di kenal sebagai siswa teladan yang tidak suka bergau apalagi berpacaran di sekolah,semua teman sekelasnya merasa segan terhadap Rezky.

"Yaudah nih lo isi formulirnya nanti serahin sama gue." Seru Ratih sambil menyerahkan formulirnya. Rezky hanya mengangguk dan berbalik tetapi langkahnya terhenti saat Ratih kembali berbicara.

"Menurut gue lo ubah sifat lo,gak mungkin kan lo jadi dokter kalau sifat lo pendiem kek gini. Yang ada semua pasien lo nanti bingung sama dokternya sendiri." Ujar Ratih panjang lebar,membuat Rezky tertegun mendengarnya. Ini kali pertama Ratih berbicara panjang lebar dengan dirinya.

Ratih kemudian menarik tangan Serly untuk pergi ke kantin,kebetulan hari ini jam pertama sampai jam kedua free class.

Adila menatap Rezky dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari bibirnya,menurut Dila semakin lama Rekzy semakin tampan dan cool.

Tiba-tiba soundsytem di kelas berbunyi, guru TU itu memanggil Adila untuk segera ke ruang guru. Adila mengernyit bingung,perasaan dia tidak membuat masalah di sekolah sampai-sampai harus dipanggil ke ruang guru.

"Woy Dila,ngapa lo bengong? Lo dipanggil noh ke ruang guru." Teriak Zizi karena gemas melihat Adila yang masih duduk manis di kurisnya,jelas-jelas barusan nama dia dipanggil.

"Iyaya bawel bat deh lo,Riska pacar lo nih." Seru Adila lalu mengacir keluar kelas,sementara Riska hanya menoleh tidak menanggapi Dila.

Dan itu membuat Zizi merasa kecewa,Riska semakin hari semakin berubah dan menjauh darinya.

Di meja depan,Ervina yang sedang menulis dikagetkan dengan dua adik kelas di depannya.
"Kak,katanya kak Ratih sama kak Serly kakak disuruh nyusul ke kantin kalau gak mau di gantung di tiang bendera." Seru salah satu adik kelas itu dengan polosnya.

Ervina mendecak kesal, bisa-bisanya dia mempunyai dua sahabat sejenis itu. Hewan kali Vin-_.

Ervina melangkahkan kakinya dengan malas menuju kantin,tetapi tidak sengaja dia lihat Adila yang baru keluar dari ruang guru sambil menangis. Ingin rasanya menegur tetapi Ervina tidak cukup akrab dengan Adila,Ervina melanjutkan langkah nya menuju dua sahabat laknatnya itu.

Sesampainya di kantin,Ervina dengan kesal menarik tangan Ratih dan Serly.
"Wuihh kalem girl,ngapain narik-narik tangan kita hah.. Mau gelud.?" Sarkas Serly,sementara Ratih yang malas berdebat hanya menatap mereka berdua jengah.

"Lo jangan bacot dulu,mending sekarang balik kelas tadi gue sempet liat Adila keluar dari ruang guru sambil menangis." Ujar Ervina,kemudian mereka berdua menyadari Ratih yang meninggalkan mereka duluan.

"Bener-bener tuh anak,main tinggal aja." Seru Serly.

"Bukan temen gue." Sambung Ervina.

Mereka berdua menyusul Ratih yang kembali ke kelas. Sesampainya di kelas,mereka sudah melihat pemandangan meja Adila yang dikelilingi semua teman-temannya. Terkecuali Rezky dan Devy yang memang acuh.

Ratih,Serly,dan Ervina melihat Nurul yang sedang menangis sambil memeluk Adila sementara Riska menenangkan kedua temannya itu.

"Adila kenapa.?" Tanya Ratih kepada Riska.

"Dia harus pindah sekolah,karena neneknya tidak mampu membiayainya lagi. Dia harus kembali ke kampung neneknya." Jelas Riska merasa prihatin.

"Akhir semester bentar lagi Dil,sayang kalau lo harus pindah sekarang yang ada nanti lo tetep ngulang kelas lagi di sekolah baru lo." Ujar Ratih.

"Ta-pi gue juga kasihan sama nenek,kami hidup serba kekurangan gak mungkin gue maksain kehendak gue." Seru Adila sambil menangis.

Ratih kemudian menarik tangan Serly dan Ervina ke depan.
"Perhatian-perhatian." Teriak Ratih.

"Attention-attention." Sambung Serly.

"Astaga." Gumam Ervina melihat kedua sahabatnya yang langka ini.

"Setuju gak kalau kita buka bansos untuk Adila dan neneknya? Adila juga teman kita,ngerasa jahat banget kalau kita ngebiarin Adila keluar dari sekolah ini gitu aja." Jelas Ratih setengah teriak.

"Nah iya,kita akan minta sumbangan juga ke kelas lain. Nanti izin guru dulu kalau izin ke ketos kan Rezky ketos kita pasti dia mau bantu temannya." Sambung Serly.

"Dan jangan cuma ngandelin kelas lain,kita juga harus bantu Adila sama nenek." Sambung Ervina.

Semuanya mengangguk setuju dan mengangkat jempol ke arah Ratih,Serly,dan Ervina. Ratih tersenyum begitu juga kedua sahabatnya.

Adila menghampiri Ratih ke depan.
"Udah gak usah repot-repot,gue makasih banyak kalian udah mau jadi temen gue selama tiga tahun ini. Gue gak mau ngebebani semua orang,mungkin dengan gue pindah semuanya akan lebih baik." Jelas Adila.

"No Dila,lo udah jadi bagian keluarga dari kelas ini. Gak etis kalau kita ngebiarin lo menderita,lo sekarang pulang aja dulu gak papa tenangin diri lo. Nanti kalau uangnya kekumpul gue sama yang lain anterin ke rumah lo." Jelas Ratih,Adila tersenyum haru dan memeluk Ratih.

"Jangan lupa makan ya Dil." Sambung Serly dengan polosnya.

"Jangan lupa minum nanti keselek." Sambung Ervina membuat Adila tersenyum kemudian menarik mereka berdua untuk berpelukan.

"Huwaaa terhura gue." Heboh Nurul,dan langsung berhambur ke pelukan mereka.

.

.

.

Selamat membaca🔥
855❤️

Mimpi Untuk Masa DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang