Happy reading ❤️
Rumah megah bercat putih itu berada di hadapan Aurora. Dengan perasaan sedikit gelisah Aurora hanya diam tak berkutik menatap sekitarnya yang nampak sepi.
Tidak ada siapapun, hanya ada dua mobil mewah terparkir di garasi rumah Rigel. Aurora ingin menemui Rigel, ia tidak menonton sampai habis pertandingan antara Sangga dan Dirga. Nana bersama dengan Danish, ia nekat pergi sendiri melawan rasa takutnya.
"Gue chat Rigel, gak, ya?" gumam Aurora.
Aurora takut jika Detra menolak kedatangannya. Apalagi semenjak peristiwa kabar Rigel meninggal, hubungan Aurora dan keluarga Rigel sedikit merenggang. Hal itu yang membuat Aurora menjadi canggung.
"Sedang apa?"
Aurora terperanjat kaget. Ia segera berbalik badan mendapati Detra sudah berada di belakangnya. Wajah datar dan dingin Detra membuat Aurora ketakutan, jantungnya berdebar kencang. Pria itu masih mengenakan setelan jas lengkap, sepertinya baru pulang kerja.
"O-om," sapa Aurora kikuk. Aurora meneguk ludah pelan, ia menunduk tak berani menatap Detra lebih lama.
"Mau apa?" tanya Detra datar. "Saya tidak suka ketika sedang mengajak berbicara, tetapi orang di depan saya tidak mau menatap saya. Apa jalan itu lebih menarik perhatian kamu dibandingkan saya, Aurora?"
Aurora sontak mengangkat pandangan. Kepalanya menggeleng kuat, ia tidak bermaksud menyinggung Detra.
"B-bukan gitu om. Maaf," lirih Aurora membungkukan badannya berkali-kali.
Detra menelengkan kepalanya, mengamati Aurora dari atas hingga bawah. Sedikit menaruh rasa penasaran, apa mungkin Rigel kembali dekat dengan Aurora?
"Tujuan kamu datang ke sini apa? Ini sudah malam, apa orang tua kamu tidak mencari?" tanya Detra.
"Mama dan papa tau kalau aku pergi keluar," jawab Aurora canggung.
Detra menganggukkan kepalanya paham. "Jadi?"
"Saya-"
"Apa nih? Lagi meet up? Nggak ngajak-ngajak." Rigel datang dengan heboh, buru-buru membuka gerbang rumahnya tanpa basa-basi memeluk Aurora erat. "Jir, peka amat pacar gue. Tau aja kalau gua lagi kangen."
Aurora meringis, ia berusaha mendorong Rigel mencoba melepaskan pelukan Rigel sesekali menatap Detra malu.
"Dam!" desis Aurora.
"Iya gue juga kangen." Rigel semakin mengeratkan pelukannya. Ia seolah mengabaikan kehadiran Detra.
"Dam!" Aurora menginjak kaki Rigel kuat hingga pelukan Rigel terlepas. Aurora menyengir kaku seraya menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. "Om."
Detra menggusah napas lemah. "Nggak pernah berubah."
"Kok lo injak kaki gua?" Ringis Rigel kesakitan.
Aurora melotot memberi kode, ekspresinya begitu greget seraya menggigit bibir dengan mata melirik Detra berkali-kali.
Rigel melongo, ia malah mengikuti ekspresi muka Aurora. "Apa?"
"Jangan gitu."
"Jangan gitu apanya?"
"Ishhh!"
Aurora merengut, mengapa Rigel tidak bisa langsung memahami kodenya? Apa dia tidak mempunyai rasa malu sedikitpun?
"Ohhh." Rigel menyengir lebar. Ia bergegas menarik tangan Aurora membawanya menjauh dari Detra.
Aurora tersentak, ia hanya pasrah mengikuti setiap langkah Rigel. Kakinya melangkah tak tentu arah, hingga Aurora dan Rigel berhenti tepat pada taman komplek. Keduanya duduk disalah satu bangku, tak langsung saling berbicara, melainkan hanya menatap mulai merasa canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
RigelAurora
Teen FictionKehadirannya hanya membuat banyak kebingungan. Masih menjadi misteri, kenapa Rigel memilih menjadi pengkhianat? Berpihak kepada The Dark, dan memusuhi teman baiknya sendiri. Dari sini cerita Rigel baru dimulai.