B14

83 40 11
                                    

Tidak tahu berapa lama aku duduk sembari membaca kata per kata pada setiap lembar yang ku balik, namun sedikitpun tidak memahami apa yang sedang dibaca. Ketika pikiranku melayang, memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada Ryker. Ide tercetus kemana aku harus mencari petunjuk kebingungan ini.

Aku melewati pintu belakang menuju paviliun. Namun orang yang ku cari tidak ada. Aku tidak mungkin menanyakan Marni kepada Ajeng. Saat aku berbalik dengan harapan bisa menemukan Eka di tempat lain, karena Ryker hanya pergi bersama Abbe. Saat itulah seorang anak kecil kabur ketika melihatku. Aku berlari mengejar dia memasuki hutan sayap timur. Aku berteriak memerintahkan jangan berlari karena jurang yang menganga di setiap sisi. Namun dia tidak menghiraukan panggilanku sedikitpun. Saat jalan sudah melandai, aku melajukan langkah untuk mengejarnya. Dan akhirnya berhasil menangkapnya. Anak itu tampak kumal yang rupanya sepenuhnya mirip dengan kakak laki - lakinya.

"Siapa namamu?" tanya ku menahan bahunya agar tidak kabur

Namun dia menggelengkan kepala, mengunci mulutnya rapat - rapat. Baiklah apakah setelah ini kau akan menolak lagi.

"Dengar, aku tidak ingin melukaimu. Aku hanya ingin bertanya, kalau kau menjawabnya, aku akan memberi ban yang lebih baik daripada yang kau pegang sekarang."

"Kau tidak bohong?" tanya nya dengan mata bersinar, raut yang mengingatkan pada kakaknya.

"Tentu saja tidak. Tapi sebelum kita melihat itu, kita harus minta izin dulu dengan ibumu." Dia mengangguk tanda setuju.

"Jadi siapa namamu?" tanya ku

"Kau bisa memanggilku iko." jawabnya dengan suara yang pelan.

"Kalau begitu, antarkan aku pada ibumu."

Kami memasuki hutan lebih dalam, yang semakin rimbun. Terdengar bunyi kicauan burung beradu gemerisik angin membuat dahan bertaut. Serta suara langkah kaki kami  yang menyaruk melewati dedaunan kering yang menyelimuti tanah yang lembab.

Seiring kami masuk, semakin cahaya berkurang. Dikarenakan pohon - pohon tua yang memiliki batang yang besar beserta dedaunan yang lebat. Kami tiba di bebatuan besar disela semak yang tinggi. Iko melepas tanganku dan berlari lebih dulu. Aku berusaha menyusulnya dengan mengangkat gaunku lebih tinggi agar bisa melebarkan langkah kakiku.

Aku menemukan sebuah gua yang tercipta dari celah bebatuan besar yang saling menumpuk. Terlihat ganjal ditengah hutan. Tampak asap mengepul dari dalam sana. Aku berjalan pelan. Saat sudah mendekat, aku mendapati Iko yang berdiri di ambang gua terdiam di tempat. Dia melihat sumber asap itu. Lalu aku mendapati ibunya sedang duduk bersimpuh membelakangi kami, dengan tangan bertangkup sembari merapalkan sesuatu dari bahasa asing.

Aku berlutut untuk mensejajarkan diriku dengan Iko. "Apa yang tengah dilakukan ibumu?" bisik ku

Dia menatapku lalu meletakan jari telunjuknya diantar bibirnya yang berubah monyong. Tubuh ibunya mendadak bergetar hebat sebelum tenang kembali lalu melakukan gerakan sujud.

"Iko. Kau berjanji menunggu ku di pondok." seru Ibunya sembari berbalik.

Marni terkejut setelah mendapati kehadiranku juga disini beserta anaknya. Dia terseok - seok saat berdiri dan menarik anaknya menjauhkannya dariku.

"Kami akan segera pergi dari sini."

Aku melambaikan tangan. "Tidak. Aku datang bukan karena alasan itu." Kataku seraya mendekat untuk meraih kepercayaannya

"Aku hanya ingin mencari tahu jawaban yang hanya bisa kudapatkan darimu."

Dia mengeratkan pegangannya kepada anaknya sampai Iko sedikit memberontak. "Aku tidak punya jawaban yang kau inginkan."

EPICARICACYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang