B46

37 9 0
                                    

Saat kata itu terucap enehnya aku tersadar seketika, seakan aku kembali berada di dunia. Aku mendorongnya, dia menjauh dengan wajah kelimpungan. Ryker mencoba mendekat dan langsung ku cegat.

“Berhenti disana. Aku bukan simpananmu yang murahan ataupun tunanganmu yang bodoh.” teriakku

Aku meloncat turun dari meja dan berusaha melangkahkan kaki menjauh darinya. Dia tidak menyusul tetapi Ryker menggeram, dia memukulkan sesuatu ke meja dan terdengar sesuatu yang pecah.

“Kau hanya seorang yang suka mencampuri urusan orang lain. Aku tahu kau yang mencuri surat itu.” teriak Ryker

Langkah ku terhenti saat mendengarnya berkata. “Kau pasti bertanya – tanya bagaimana aku tahu padahal eka, anak kecil itu, berbohong untukmu."

Aku kembali terus berjalan, tidak menoleh sedikitipun sampai pintu kamar menutup di belakangku. Sekarang aku tidak menduga – duga lagi. Ryker memang sudah mengetahuinya, sebab sikap nya yang seperti orang gila tadi. Aku tidak tahu harus melakukan apa kecuali meyakini satu hal yang tersisa, aku meyakini bahwa semua yang kulakukan benar.

Aku melampiaskan kemarahan yang sudah ku tahan. Meyakini rasa iri yang menderaku karena Miss Margaret bisa memiliki orang yang kuinginkan untuk diriku sendiri. Aku melempar benda apapun yang bisa ku lihat dan ku jangkau. Saat rasa marah menghilang, dengan sekejap berganti dengan kepedihan dan kesakitan yang merasuk dalam setiap denyut dan nadi.

Aku mengira kami akan bersama lagi dalam waktu lama, namun pertunangan mereka hari ini menjawabnya. Aku hanya berharap masih bisa melihat kakak ku walau dia nantinya akan berbeda. Ryker akan menjadi milik keluarga masa depannya. Aku juga menyadari bahwa semua usaha ku dengan surat yang ku kirim itu, sia – sia.

Aku tertawa keras sampai paru - paru kehilangan udara untuk mengeluarkan segala gundah. Meresapi semua kepedihan dan bayangan kehancuran di depan.

Aku terbangun dari tidur diantara tumpukan benda – benda yang berserakan di lantai. Kekacauan yang menjadi pengingat kemarahan dan kesedihan ku semalam. Saat aku bangkit dengan merangkak ke tepi ranjang, ku lihat bercak darah ada di karpet tempat dimana aku tadi tertidur. Aku segera melihat sekujur kulit ku namun tidak menemukan luka yang terbuka ataupun merasakan rasa pedih. Yang ada malah rasa lapar mendera sangat kuat.  Aku berjingkit di antara pecahan vas bunga, menuju laci. Dan mendapati bunga – bunga ku sudah habis.

Aku bergegas pergi setelah mengunci pintu kamar dan berlari menuju hutan dengan keranjang di tanganku. Aku kembali dengan perut yang sudah terisi dan cadangan makanan bunga dalam keranjang. Saat memasuki pintu belakang, aku mendapati Ijah yang tatapannya tertuju padaku. Aku mengambil piring berisi makanan dan mengatakan akan memakannya di kamar. Setelah sampai di kamar aku langsung membuang semua makanan itu ke lubang toilet, karena tidak tahun akan baunya.

Dan sekarang disinilah diriku. Berjongkok di semak hutan untuk memetik makanan. Menjadi orang yang memiliki keanehan memakan bunga. Aku tidak berniat sedikitpun berobat ke dokter, yang ada aku akan didiognosa orang sakit jiwa. Dan akibatnya pasti akan menimbulkan kegegeran semua orang, aku tidak ingin mendapat perhatian karena telah menjadi orang aneh.

Ketika keluar dari hutan setelah selesai memetik bunga, dan melewati pohon rambutan. Aku menabrak seseorang, dan kami sama – sama terjatuh ke tanah. Aku menengok keranjang, dan lega karena hanya sedikit yang jatuh. Ternyata yang ku tabrak adalah Lin Changyi, saat aku ingin berdiri dan berniat membantunya. Aku ingin mengatakan kecerobohanku yang berjalan dengan tidak menyadari sekitar. Tetapi saat menatap Lin Changyi, matanya memerah dan air mata membasahi wajahnya. Changyi bergegas berdiri lalu berlari melintasi halaman samping.

Eka keluar dari arah yang sama seraya berteriak memanggil Changyi yang tidak sedikitpun menoleh lalu menghilang ke pintu belakang. Eka yang gagal mengejar Changyi, melampiaskan kemarahannya dengan menendang rumput.

Eka yang sedang berjongkok dan tampaknya memiliki pekerjaan baru mencabuti rumput, menengok kearah ku.

“Hei.” sapa ku yang dibalasnya dengan mengangkat alis

“Apa salah rumput itu sampai kau mengulitinya.”

Walau Eka orang yang sangat sensitif, tetapi dia tidak pernah marah terhadap perkataanku. Sebagai balasan aku yang tidak pernah marah akan kenakalannya yang dulu sering ditujukannya kepadaku.

“Dia tidak salah apa – apa.” Sahutnya

“Jadi kau yang menjadi tokoh jahatnya.”

Dia melemparkan gumpalan tanah ke kakiku seraya berkata. “Pergilah juga, kalau kau disini hanya untuk menyalahkanku.”

“Aku tidak ingin, mungkin aku ingin menjadi tokoh jahatnya juga disini.”

Eka menatap ku dengan tatapan menduga, lalu ku ceritakan bahwa Ryker sudah mengetahuinya karena diriku sendiri yang membocorkannya.

Eka terlonjak kaget mendengar hal itu. “Apakah master marah kepada kita berdua?”tanya Eka seraya berdiri

“Setelah kejadian kau berbohong kepadanya, bagaimana dia menanggapinya?”

“Master tidak marah ataupun mengatakan kebohonganku sudah diketahui olehnya tetapi dia seakan ingin menendangku ke planet lain.”

“Lagipula kenapa dengan lin changyi, kau melakukan kekerasan?” alih ku, karena semakin memikirkan hal yang menyedihkan, semakin kesedihan itu menusuk.

Eka menceritakan sebab dari perkelahiannya dengan kekasih diam – diamnya itu. Eka menolak keinginan Lin Changyi dalam waktu dekat untuk diperkenalkan dengan keluarga Eka membuat Lin Changyi marah karena merasa Eka tidak serius mencintainya.

“Setidaknya aku memiliki teman merana.” Ujarku seraya menepuk pundaknya

“Aku bukannya menolak, tetapi aku tidak ingin dalam waktu dekat. Jadi dimana letak kesalahanku?” renungnya

“Semua lelaki semua saja, tingkat inisiatif dan kepekaan kalian sangat rendah.”

“Bagaimana kami bisa tahu, kalau sikap kalian seperti cuaca hujan buitenzorg, yang selalu berubah tiba – tiba.”

“Cukup, kita disini tidak sedang menilai mana yang paling benar antar gender. Pertama kali dia datang kesini, ajeng sudah bersikap tertutup denganbya. Apa kau tidak memerhatikan bahwa keluargamu tidak menyukai—” . Eka memotong perkataanku. “Kenapa mereka tidak menyukainya?”

“Mana aku tahu.” sahutku . “Kau harus mencari tahunya sendiri. Dan saranku adalah jangan memakai amarah yang berkobar itu. Dan pertama – tama kau minta maaf kepada changyi dan menjelaskannya. “

“Tentu saja aku akan melakukannya secepatnya.” Jawabnya dengan kepercayaan dirinya yang kembali lagi ke permukaan. Aku hanya berharap segera mendapatkan kembali keberanian ku yang tenggelam.

Belum juga ku temukan gaun yang ingin kupakai, sampai bertumpuk pakaian bercorak cerah di lantai, warna yang paling kuhindari saat ini. Setelah hampir mengeluarkan separuh lemari, akhirnya aku mendapat pakaian yang berwarna kelam. Setelah mengenakan gaun dan memakain sepatu, aku mengikat rambut seadanya dengan pita pengikat keranjang. Aku meninggalkan ruangan seperti kapal pecah yang sangat menggambarkan diriku sekarang, dan aku menyukainya. Setidaknya bukan hanya diriku yang kacau.

Ibu melirik dengan sorot mata menilik kala mendapati Ryker dan aku berpapasan tanpa saling memandang atau menyapa, tidak menganggap kehadiran satu sama lain. Aku tersesat, habis jalan menuju asa , tidak bisa melakukan apapun yang bisa memperbaikinya, selain berdiam diri seperti orang bodoh. Aku sama sekali tidak akan bisa meminta maaf dan mengaku merasa bersalah, karena sama sekali tidak ada rasa itu dalam diriku.

EPICARICACYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang