Tidak ada katanya berhenti belajar, selagi masih hidup. Dan sekeras apapun berusaha pasti waktu akan menjawab. Itulah perkataan yang berulang kali diucapkan Mrs. Elis disela kekesalan yang ditahannya ketika mengajar. satunya yang saat ini dia lakukan. Walau tampaknya dia terlihat sangat kesal, tetapi dia pantang mengucapkannya. Malahan melampiaskannya kepada roknya sendiri yang terlalu sering dirapikan sampai menjadi lecek, bukannya menjadi rapi.
Aku berkali - kali mengulang gerakan makan. Dari pembuka, hidangan utama sampai penutup. Table manner. Mrs. Elis menyebutkan ini termasuk pelajaran wajib dalam sekolah - sekolah para perempuan setengah abad yang lalu. Sangat penting bagi para wanita bangsawan ketika menghadiri pesta atau makan malam. Tetapi aku malah berpikir tidak akan terlalu berguna bagiku yang tidak mungkin bisa berdantang ke pesta.
"Ingat, punggung selalu tegak." kata Mrs. Elis sembari menunjukan bagian punggung yang harus diperbaiki menggunakan penggaris di tangannya
Saat postur ku sudah sempurna untuk kali pertama setelah kesekian kalinya mendapat kesalahan. Aku mulai memilih peralatan makan sesuai dengan jenis makanan yang di sajikan. Aku melewati tahap memilih peralatan makanan sesuai fungsinya seperti puluhan sendok dan garpu yang berjejer di hadapanku. Kemudian Mrs. Elis berdecak kesal lagi karena aku salah saat menyendok pada sebuah mangkok yang dibayangkan berisi sup.
"Ingat. Menyendok mya dengan gerakan melingkar ke arah luar." katanya
Dia sangat teliti bahkan untuk hal yang sekecil apapun pasti akan tertangkap oleh matanya. Aku melewati semua rangkaian tanpa kesalahan. Namun di saat - saat terakhir ketika layaknya makan malam sudah hampir berakhir, tahap mencicipi makan penutup.
"Kau lupa sesuatu yang paling penting bagi seseorang untuk ikut malam." cerca nya
Mrs. Elis bersedekap lalu berkata. "Kau tidak sedikitpun mengajak bicara kepada orang di sebelah ataupun memulai pembicaraan dengan pujian atas makanan yang disediakan." Aku memang melupakan hal itu tetapi apakah diperlukan kalau saat sekarang. "Tapi kan saya lagi sendiri dan---"
Mrs. Elis mengisyaratkan untuk diam. "Tentu saja perlu saat kapanpun termasuk saat berlatih. Dan kau melupakan satu hal lagi. Tidak boleh berbicara saat masih mengunyah sesuatu." katanya lagi, dan dia benar lagi.
"Baik Mrs. Elis." sahutku
Setelah waktu sekolah usai aku langsung menuju kamar untuk berbaring dalam waktu agak lama bertujuan mengistirahatkan otot sendi yang kaku. Setelah kurasa cukup, aku pun bangkit meneruskan pekerjaanku mengemas sabun pada tahap terakhir, mengikat tali penahan di sekeliling kotak besar. Ajeng berhasil mendapatkan satu kotak yang dua kali lipat besarnya dari kotak sebelumnya. Sehingga aku hanya membutuhkan satu kota untuk dikirimkan. Aku juga mengambil amplop di atas meja yang berisi surat anonim ku beserta bukti untuk Ryker. Aku benar - benar akan mengirimkannya hari ini. Rasa gugup bercampur dengan takut. Tetapi niatku tidak akan pudar.
Saat aku keluar dari kamar bertepatan pintu ruang kerja membuka dan memunculkan Abbe dan Ryker yang kebetulan sedang berbincang tentang akan pergi ke kota. Aku tidak ingin membuang waktu untuk mengirim benda secepatnya. Seperti pencuri yang ingin cepat - cepat menghilangkan tanda bukti.
"Masukan aku ke dalam peti bagasi, aku mau ikut ke kota hari ini."
Alis Eka berkerut mendengar pernyataanku. "Untuk apa lagi kau pergi bersembunyi - sembunyi dari semua orang." curiganya
"Ini sangat penting, tolonglah." aku memohon
Eka tambah berkerut dan berjalan mondar - mandir sebelum memutuskan dia mau membantuku. Temannya ini adalah raja drama, dia membesar - besarkan masalah tentang aku yang lancang mencuri dengar pertemuan Abbe padahal dia saja tidak berani. Walaupun teman yang jahil, payah serta pengecut tetapi dia setia kawan. Setia kawan versi pertemanan kami.
"Ini dua ratus florin." kataku seraya menyerahkan uang perjanjiannya kepadanya.
Eka langsung memelukku lalu mencium uang itu. "Kau penyelemat ku, para penagih utang itu tidak akan mendatangi Ajeng." ujar Eka lalu mengucap syukur
"Kau jangan bertaruh terlalu banyak lagi, kalau tidak, kau akhirnya akan mengadaikan harga dirimu sendiri." ujar ku
Eka pada dasarnya tidak menyukai judi karena ayahnya yang mati terbunuh oleh para penagih utang, namun lagi - lagi harga dirinya yang terlalu tinggi untuk menolak bertaruh ketika diajak oleh teman - temannya yang tidak tahu diri.
"Naudzubillah." sebut Eka dengan mata terbelalak ke arah ku, bukan, ke belakang ku tepatnya. Aku ikut menoleh dan mata kami mungkin sudah seperti mata burung hantu. Ryker dan Abbe baru saja berbelok dari halaman depan, namun untungnya mereka lagi berbincang sehingga aku sempat bersembunyi di belakang Eka kalau - kalau salah satu dari mereka melihat kesini.
"Cepat masuk!" perintah Eka yang hampir membuatku terjatuh karena dia mendorongku
"Aku tidak bisa masuk sendiri, bantu aku. Eka!" Dia menengok lalu menyusul ke bagain belakang mobil.
Aku sedikit kesusahan menaiki peti bagasi dalam keadaan panik. Eka mendorong punggungku, membuatku terjatuh membentur lantai peti. Aku tidak sempat lagi untuk protes, dan langsung berbaring dengan posisi tubuh meringkuk kesamping. Eka memberi penyangga sebelum menutup peti, lalu mulai mengaitkannya dengan tali. Masih tersisa celah kecil untuk udara masuk, dan masih bisa terlihat dari dalam wajah Eka yang panik berusaha menyelesaikan ikatannya. Dia sedikit tersentak hampir menjatuhkan ikatannya ketika ada suara memanggil.
"Eka. Kau melakukan apa sih sehingga sangat lama?" Itu suara Abbe yang mendekat.
Gawat! Eka terlihat mematung pada posisinya. Suara langkah Abbe semakin mendekat. Tuhan, semoga dia bisa menjawabnya.
"Aku kesusahan mengikatnya, penuh barang - barang. Kau ingat kan bahwa aku diusir dari pondok." Aku dan Eka sama - sama bernafas lega sesaat setelah perkataan itu terucap.
Abbe malah tertawa sembari menepuk kencang bahu Eka. "Turut berduka mendengarnya.”
Pertunjukan rasa simpati yang sangat tidak tulus.
"Tunggu apa lagi." Teriakan Ryker jauh yang diiringi langkah menjauh Abbe.
Eka kembali melanjutkan mengikat tali kemudian menepuk permukaan peti. Deru bunyi mesin mobil memekikkan pendengaran ku. Beriringan dengan goncangan pertanda mobil sudah berjalan.
Bagian tubuhku yang menjadi tumpuan mulai keram di pertengahan waktu lalu menjadi mati rasa setelah mulai memasuki jalanan kota yang ramai serta setiap terlonjak melewati jalur yang terjal, perutku bergejolak dan mau memuntahkan sarapan tadi pagi. Rasanya aku mau pingsan saja daripada merasakan semua hal ini.
Aku merasakan mobil berhenti sebentar tanpa mematikan mesin namun masih terdengar suara derap kuda beradu dengan derum knalpot mobil. Kemudian berjalan kembali laku berhenti tidak jauh dari pemberhentian pertama. Kali ini mesin di matikan dan keramaian tadi terdengar jauh. Cahaya menyeruak masuk yang sedikit mengangetkan pandanganku yang tadinya gelap. Setelah menyesuaikan, aku melihat Eka yang geleng - geleng melihat sekitar sebelum mengulurkan tangan. Aku meyambutnya dan berusaha memegangnya dengan kuat saat dia membantu ku bangun.
Aku yang masih sedikit lunglai tidak bisa menyingkronkan gerakan sehingga Eka membantu untuk turun dengan menggendongku. Setelah menginjakkan kaki di tanah rasanya tiba - tiba gravitasi menekan begitu kuat terutama perutku. Aku segera menyingkir lalu menunduk bertumpu pada lutut dan mengeluarkan semua isi perutku. Setelah beberapa kali keluar akhirnya diriku merasa lebih baik.
"Pakai ini." ujar Eka menyodorkan sapu tangan
Aku mengambilnya dari Eka yang segera menjauh karena terdengar mengerang tidak sanggup melihat sisa muntahan yang mengenai sapu tangannya.
"Saya harap perjalanan nona muda menyenangkan." olok nya
"Sangat menyenangkan." kataku seraya menyerahkan sapi tangan tadi ke tangannya. Eka langsung melempar sapu tangan itu lalu memberi tatapan jijik kepadaku dan tangannya secara bergantian.
"Berapa lama waktuku?"
"Kau cukup memiliki waktu untuk bersenang - senang. Tiga jam. Tapi ingat hanya bersenang - senang, jangan melakukan hal gila." pesannya
KAMU SEDANG MEMBACA
EPICARICACY
Historical Fiction🚫18+⁉️⁉️ [END] Sinopsis : "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kalau kau menikah, kak." "Kau tahu kau akan menjadi ratu dalam rumah tangga pernikahanku, dik." ┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅┅ House Of Tacenda merupakan keluarga yang santer...