06. Lebih Dekat

474 88 64
                                    

"jika ada bagian pohon kaktus yang busuk, kamu harus membuang bagian itu, agar sisanya tidak membusuk. Lalu kamu, ketika ada 1 bagian diri kamu yang terluka, lantas obati agar luka itu tidak melebar lalu menghancurkan diri kamu. Mulai sekarang belajarlah untuk melepaskan sesuatu yang tidak baik untuk kamu."

_________________________________________

       Ini akan jadi pertama kalinya Reas bisa menikmati duduk dipinggir sungai, yang suara alirannya terdengar merdu, ditambah gemuruh pepohonan diterpa angin mengantarkan ketenangan mendalam, setengah kakinya dimasukkan kedalam air, yang saking beningnya dia bisa dengan jelas melihat bebatuan didasar sungai.

Di Jakarta, Reas tidak akan bisa menjumpai hal seperti ini, sungai telah tercemari dan berubah warna, tak ada pepohonan yang mengapit, melainkan bangunan bangunan kumuhlah yang setiap taun terus bertambah.

Setidaknya itu hal besar yang harus dia syukuri, sejak tinggal disini, Asma nya jarang kambuh, Keenan benar, dia tak perlu berlarut larut, ini pilihannya.

Kata Keenan buatlah kita terbiasa dengan hal hal baru, kita pernah dilatih menerima masa lalu, maka bukan hal sulit mencoba berdamai.

"Re tangkap Re.." Dari depan Keenan berlari ditengah sungai, menggiring sesuatu yang tidak bisa diliat, karna setiap pinjakan kaki Keenan membuat aliran sungai keruh.

Reas refleks berdiri karna terkejut, dia lagi menikmati bagaimana alam mengajaknya bermain, tiba tiba teriakan Keenan memaksanya berdiri tergopoh gopoh, mengambil alat berbentuk bulat yang terbuat dari anyaman bambu untuk menangkap ikan, Reas tidak tau namanya. "Mana mana, gue gak liat."

"Taro aja taro, dibawah kaki kamu, entar saya giring ikannya kesana."

Tidak paham maksud Keenan, Reas tetap menurut, menurun kan alat itu kedasar, sampai Keenan semakin dekat dengannya.

Reas tergesa mengangkat saringan bambu, takut ikannya kabur lagi, tapi yang dia dapet cuma kerikil kerikil kecil, tidak ada ikan yang berhasil ditangkap. Suara ngos ngosan Keenan berakhir dengan hela nafas panjang, kecewa.

"Ya lu bego, liat noh, ini sungai lebar, gue gak bisa ngeblock semua jalan, lu lari lari begitu, emang tuh ikan beneran lu kejar."

Keenan tergelak, gigi rapihnya tampak jelas diperlihatkan ketika memergoki ekspresi lucu Reas yang mengomel. "Disana saya masih liat, tapi kesini kesini udah nggk." Tangannya menunjuk ketempat dimana tadi Keenan mulai berlari.

"Stres lo." Reas memukul badannya dengan saringan bambu, lantas kembali kepinggiran, mengecek kembali kedalam ember hitam, yang telah diisi sedikit air, hanya ada 1 ikan kecil disana.

Keenan menyusul, seluruh bajunya basah, berbeda dengan Reas yang kondisi atasnya tetap kering. "Udah mau 30 menit belum dapet dapet. Coba tadi lo gak kalah taruhan, kita gak akan kebagian buat nyari ikan."

Botol minum didekat Reas, diteguk rakus oleh Keenan, telapak tangannya jadi keriput karna terlalu lama berada didalam air. "Seru kali Re."

"Buat lo, buat gue enggk."

Keenan terkekeh lama, hari hari telah berlalu cepat, tapi Reas masihlah sama, tukang ngomel ngomel, dan Keenan suka, bagaimana setiap keluhannya membuat kisahnya lebih berwarna, tanpa Reas, jurnalnya akan terus kosong. "Tapi saya nemu sesuatu, gak sengaja."

Benda padat didalam sakunya dirogoh, lalu diberikan pada silelaki bermata bulat, wajah keheranannya ketika menerima sebuah batu kecil dibales senyum menawan dari Keenan, sebelum Reas merasa takjub, begitu sadar bahwa batu itu berbentuk Love, walau tak sempurna, namun sekilas orang orang akan sadar dengan bentuk indahnya. "Kok bisa." Matanya mulai berbinar kagum.

Filosofi Kaktus | ChansooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang