09. Bahagia itu Ada, Re.

480 82 49
                                    

"Saat dirimu hancur, dunia masih tetap berjalan"
_________________________________________

Tanggal merah dihari sabtu, tentunya jadi hal paling menguntungkan bagi anak sekolah seperti dirinya, bisa rehat selama 2 hari dari penatnya belajar, bahkan Keenan telah memiliki agenda mengajak Reas pergi berlibur, tidak jauh, hanya pergi ke kota, perjalanan sederhana, yang Keenan harap punya cerita indah agar bisa mengembalikan senyum Reas.

Selama berdiri menunggu sosok kecil keluar rumah, Keenan mencium bau parfum ditubuhnya kesekian kali, memastikan aroma wangi masih melekat, tidak hilang selama diperjalanannya menuju rumah Reas.

Angin bertiup halus, menyapu serbuk kerikil ke udara, mengusik tiap kedipan mata belonya, tapi Keenan tetap hantarkan senyum menawan, jantungnya tidak berhenti berdebar, diantara dedaunan berembun, ada gurat takdir dirinya yang datang menjemput si pujaan hati, biarpun tak pasti.

Kaktus kaktus mini berjejer rapih dirak kayu teras rumah, bukti kesanggupannya membahagiakan Reas, 2 diantaranya berbunga mekar, Keenan yang membuat rak kayu itu berdiri kokoh, semua hal besar memang berawal dari hal kecil, jika dulu dia bisa hadiahkan Reas rak kayu, maka hari ini, Keenan hadiahkan dirinya sendiri.

Andai dunia tak memiliki norma, andai manusia bebas mencintai, andai tuhannya tidak melarang dia menyukai sesama, Keenan ingin bertemu hari, dimana dia menyambut Reas dengan setangkai bunga, menggenggam tangannya tanpa pamrih, mengecup ranumnya tanpa sungkan.

Ini semua salahnya, yang memiliki penyimpangan seksual, karna bagaimana pun, meski dikehidupan sebelumnya Reas adalah wanita, Keenan mungkin tidak akan mencintainya. Jadi dia cuma berharap, dikehidupan selanjutnya, dia ingin mencintai perempuan, agar jika Reas terlahir sebagai wanita, mereka bisa bersama.

Persis saat pintu kayu warna putih itu terbuka, disitulah senyum Keenan melebar, binar seluas samudra nya kian bersinar, hanya dengan memergoki keberadaan Reas yang berjalan menenteng ransel dilengannya.

"Sesuai titik kak ?"

Coba saja, Keenan tidak pandai mengontrol mimik wajahnya, dia bisa gelagapan, terbuai pahatan mahakarya secantik bunga sakura dimusim semi.

"Sesuai ka, mari."

Sebelumnya, mereka sudah membahas perihal tujuan, dimana keduanya akan menginap satu malam diperkotaan, lalu kembali diminggu sore. "Re..?"

"Hmm." Reas angkat sebelah alis menyaut.

"Hari ini, boleh saya ajukan diri, sebagai orang yang bakalan ajak kamu kemanapun, asal kamu bisa lupa sedihnya kamu.-"

Reas diam, menyimak segala ucap Keenan, ketika dia berseru tulus.

"Waktu saya antar kamu kegereja, saya ngijinin kamu menangis seharian, asal besoknya, senyum itu kembali--"

"Tapi sejak saat itu, saya tidak melihat senyum kamu kaya biasanya.-"

"Kamu memang tetap tersenyum, tapi saya tau, ada bagian yang hilang. Tidak ada kata cantik setelahnya, tidak ada kata tulus mengiringinya, karna, yang saya liat, senyum kamu penuh kepalsuan.-"

"Jangan diam diam menangis disepertiga malam Re.-"

"Karna saya tidak mau serakah, yang cuma mau liat bahagianya kamu. Saya ngasih kamu kesempatan buat nangis didepan saya, biar saya tau, dimana bagian kamu yang terluka.-"

Filosofi Kaktus | ChansooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang