[1] Sweet Mole

42 3 1
                                    

[PART 1]
Sweet Mole

________________________________________
Suara detak jam dinding mendominasi pendengaran Candra, ia terlalu tua untuk tetap menunjukkan waktu, warna merahnya sudah pudar, disertai debu-debu halus di ujung sekitar benda bulat itu.

Sepi. Yang terdengar hanya detak suara jam tua sejak setengah jam yang lalu. Candra sedari tadi sendiri celingak-celinguk menunggu calon siswa-siswi sepertinya masuk ke kelas, kemudian Candra kembali menghembuskan napas kesal karena mereka tak kunjung datang. Jam sudah menunjukkan pukul 06. 54, sedangkan acara akan dimulai  pada pukul 07.15, dan yang hadir baru satu kepala. Candra seorang. Sebenarnya ia kurang menyukai budaya ngaret di negeri ini, berbeda dengan budaya di beberapa negara Eropa yang menjunjung tinggi kedisiplinan dalam segala hal. Candra jujur, kini hatinya jadi pegal.

Hari ini hari pertama acara Masa Orientasi Siswa di sekolah SMA-nya. Didikan sang ayah yang menjunjung tinggi kedisiplinan membuatnya harus rela datang setengah jam lebih awal di setiap pertemuan acara apapun, serta mau tak mau mesti menikmati rasanya pantat pegal dan kesemutan akibat terlalu lama duduk menunggu acara dimulai.

Setya baru saja mengirim pesan via SMS, bahwa ia akan datang 5 menit lebih telat setelah acara dimulai. Anak itu sejak SMP memang tidak pernah ingin tepat waktu, meskipun sudah Candra doktrin bahwa para gadis sangat menyukai laki-laki disiplin, tapi sama sekali tak berpengaruh. Sebab pikirnya, hidup bukan masalah tanpa ada gadis yang benar-benar menyukainya, asalkan Candra jadi temannya saja itu sudah sangat cukup, toh Setya memang terlalu populer di kalangan para gadis. Namun anehnya, dia sama sekali tidak tertarik kepada seorang pun di antara mereka. 

[FLASHBACK ON]

Candra dan Setya duduk memeluk lutut di bawah pohon, saling diam dan hanya menatap kosong danau di depan mereka. Hening, damai.

"Mereka cantik-cantik, jadi aku merasa  gak pantes buat mereka…," Setya masih tak berpaling atensinya. Candra melihat wajah Setya demi memastikan apakah kalimat itu benar-benar meluncur dari mulutnya atau malah dari mulut monyet.

" … tapi aku terlalu ganteng buat mereka," lanjutnya dengan intonasi lebih rendah, kemudian diakhiri gelak tawa yang sama sekali tak Candra pahami esensinya. Saat gelaknya belum juga reda, dengan gerak cepat, Candra memasukkan cepat sehelai daun kering ke dalam mulutnya yang terbuka.

"Hey! Aku satu tahun lebih tua darimu. Itu tidak sopan!" bentaknya dengan mata melebar, setelah daun kering itu berhasil dimuntahkan, Candra baru tergelak, toh Setya tidak pernah benar-benar marah padanya.

"Rasain. Berisik sih. Terlalu sombong!" Candra menjawab santai tanpa mengalihkan atensi dari es krim cokelat di tangannya. Tertangkap dengan ujung mata, Setya sedang memperhatikannya. Segera berpaling melihat wajah Setya, Candra balas dengan tatapan menantang karena mual melihat mata Setya yang dalam menatapnya.

"Apa lihat-lihat?! Mau dicolok matanya, hah?!" Gerak Candra siap akan memukul; mengangkat tangan yang sedang memegang es krim seolah benda itu akan dijadikan alat pukul.

Merasa geli dengan reaksi Candra, Setya hanya tertawa kecil lantas kembali menatap langit sambil memeluk lutut. Dua detik kemudian, Setya mensejajarkan badan menghadapnya. Pandangan mereka saling bertaut. Laki-laki tampan itu membubuhkan tatapan mendalam, khidmat. Lima detik, Setya tak juga berkedip. Candra mematung, es krim di tangannya meleleh dan mengotori tangannya. Seketika itu dalam perut Candra seolah tercipta ribuan kupu-kupu yang siap terbang. Candra sadar, bahwa sahabatnya--yang sedari SD--itu menyukainya.

[FLASHBACK OFF]

Candra masih ingat kejadian itu, tepatnya beberapa minggu saat sebelum diterima di sekolah SMA ini. Itu yang ia takutkan; ketika persahabatan rusak karena satu rasa yang tak seirama. Sejatinya memang begitulah persahabatan dengan lawan jenis, hanya ada dua kemungkinan; laki-lakinya yang menyukai si perempuan atau si perempuan yang menyukai si laki-lakinya. Salah satu hal yang pernah guru agamanya larang, dan kini Candra melanggarnya. Ia paham bahwa bersahabat dengan lawan jenis akan tidak serumit dengan apabila bersahabat dengan sesama jenis, tapi kerumitan yang terjadi saat ini membuatnya tersadar akan pepatah gurunya tersebut; tidak terlibat dalam masalah, tapi terlibat dalam hal perasaan.

Dalam hati yang paling dalam, Candra tidak menafikan bahwa bersahabat dengan lawan jenis ialah hal yang dilarang agama. Sebab termasuk aturan yang sudah ditetapkan. Namun hatinya sulit mengiyakan untuk patuh terhadap aturan itu. Sepenuhnya ia sadar, tatkala kulit mereka saling bersentuhan, ketika mata mereka saling tenggelam, saat berdua dan seolah dunia milik mereka, merupakan hal yang berdosa. Namun, Candra sulit melepas itu semua. Dilema.

Sebelumnya mata Candra sudah berjelajah memindai segala yang ada di ruangan untuk memenuhi kuriositas, sehingga dapat ia simpulkan bahwa penghuni sebelumnya ruangan kelas pasti akrab dengan debu serta bau busuk yang bersarang di keranjang sampah--di pojok ruangan. Jorok sekali.

Tap tap tap

Suara langkah kaki terdengar sayup-sayup saat netranya berfokus pada ponsel yang sedang ia mainkan. Candra mengantisipasi, ia terdiam lalu menajamkan pendengaran.

Suara sepatu yang diseret itu semakin jelas, ia semakin menajamkan pendengaran, takut saja ada hantu atau zombie seperti di film-film yang sering ia tonton. Sebab mungkin saja baru Candra satu-satunya calon murid di sekolah SMA  ini yang sudah datang. Candra menghela napas panjang, disiplin juga perlu teknik, pikirnya. Gadis itu menggigit bibir bawah, khawatir berlapis-lapis saat suara itu kian jelas terdengar.

"Masih seorang ternyata."

Seorang laki-laki bertubuh jangkung melongok ke dalam ruangan, lalu tak sengaja mata mereka berserobok.

Candra menghembuskan napas lega setelah tahu yang datang bukan orang gila, zombie, atau hantu yang tersesat ke kompleks sekolah itu. Ya begitulah, prasangkanya terlalu liar untuk dimiliki oleh manusia normal. Mana mungkin mereka tersesat sedangkan  untuk masuk ke wilayah itu saja perlu melewati satpam berbadan besar.

Dari atribut yang laki-laki itu kenakan, jelas menunjukan bahwa dia ketua OSIS. Ia berdiri di ambang pintu, menyamping dari posisi Candra berada. Kedua alisnya bertaut dalam, matanya kadang sibuk mengecek arloji kemudian berkutat dengan ponselnya secara bergantian. Ranselnya sengaja di posisi kesampingkan saat ia menempelkan benda pipih itu di telinganya.

Sialannya, mata nakal Candra sulit dikendalikan untuk tidak mencoba memperhatikan. Meskipun dengan cara mencuri-curi pandang.

Candra sedikit menunduk untuk menyembunyikan rasa malu akibat drama ketidaksengajaan mata mereka yang bertemu tadi. Juga agar Candra tak di beri stempel mata hijau jika melihat laki-laki tampan macam dia. Sebab, hidup Candra tak terlalu memikirkan laki-laki tampan yang ingin ia pacari apalagi sibuk memikirkannya. Itu terlalu membuatnya mual.

Beberapa menit kemudian raut kesal terarsir jelas di wajah laki-laki asing itu, lalu dengan santai ia berjalan mendekati Candra. Kini jantung Candra berdegup cepat, iramanya hancur seiring jarak mereka semakin dekat. Terlihat laki-laki itu menggigit bibir bawah, sehingga nampak jelas di bawah bibir bawah itu, tepat di tengah-tengah dagu, ada tahi lalat manis menghiasi yang menambah kolaborasi kesan manis pada parasnya. Jadi, ralat, bukan tampan, tapi manis serta berkarisma.

Tatapannya begitu teduh, caranya melangkah tegas namun santai, kemudian ada seringai di wajahnya yang sulit diartikan, tergurat semacam marah yang tipis, sehingga membuat hati candra dipenuhi kekhawatiran akibat prasangka di luar logika.

‘Apakah dia akan berbuat mesum padaku? Sepagi ini? Karena mungkin hanya ada aku dan dia yang ada di ruangan ini? Atau apakah dia zombie?’

Ia semakin dekat. Candra takut-takut melihat ke arahnya, terlihat name tagnya bertuliskan 'Aksa Ardiantara Kusuma', kemudian dengan cepat Candra kembali menunduk takut.

‘Oh Tuhan … tolong …. Laki-laki ini mau apa?’ Tangan Candra bergetar dan beberapa bulir peluh luruh dari pelipis.

[To be continued]

________________________________________

Terimakasih sudah membaca🤍🍫
Jangan lupa bintangnya🙏🥰
👇

Mistake [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang