[5] Just Like

10 2 0
                                    

[PART 5]
Just Like
_________________________________________

Yaksa--ayah Candra--bukan tipe orangtua yang membolehkan anaknya berpacaran, tapi mengizinkan dekat jika hubungannya hanya teman. Itulah sebabnya Setya sering diberi izin masuk ke rumahnya. Yaksa mendoktrin Candra agar menanamkan satu hal dalam dirinya, yaitu jangan berpacaran sebelum bisa kerja. Namun, di samping itu, ia sangat mudah mengizinkan Candra berteman dengan laki-laki mana pun. Sungguh satu hal yang prakteknya kontradiksi dengan perintah tersebut.

Berada dalam keluarga dengan strata ekonomi menengah ke bawah membuat Candra harus patuh demi tidak mencipta kecewa di hati orangtuanya. Sebab, perjuangan untuk menyekolahkannya sampai titik ini bukan hal ringan bagi orangtuanya. Satu hal yang Yaksa takutkan; yaitu menyekolahkan Candra dengan biaya yang begitu besar, tapi karena Candra cepat dekat dengan laki-laki, lalu tidak lama setelah lulus Candra menikah. Belum bekerja lama, artinya belum banyak menerima hasil kerjanya, artinya juga belum banyak menerima hasil dari sekolahnya. Sedangkan Yaksa berjuang mati-matian karena agar masa depan Candra lebih baik darinya dalam hal bekerja. Yaksa begitu khawatir anaknya akan menjadi buruh seperti ia dan istrinya. Itulah sebabnya Yaksa berjuang menyekolahkan Candra, serta melarang keras berpacaran.

Sebagai seorang ayah, Yaksa telah banyak melihat dan mempelajari kehidupan. Tentang para remaja yang terjerumus pergaulan bebas, hamil di luar nikah, dan segala bentuk kerusakan dunia remaja yang sejatinya--menurutnya--tidak lepas dari andil pendidikan orangtua. Ia tidak bisa membayangkan anaknya jatuh pada masalah itu seperti yang banyak terjadi. Pria berusia 40 tahunan ini merasa keputusannya bijak, meskipun nilai yang ia damba dari menyekolahkan Candra berupa materi, tapi ia mengharap materi itu untuk masa depan Candra sendiri, serta harapan kecilnya ia terciprat dari hasil perjuangannya itu kelak. Sekolah, bekerja, mendapat uang banyak, pikirnya itu sudah cukup.

Kehidupan di bawah sistem Kapitalisme menjadikan suatu hal buram maknanya. Seolah benar tapi salah, seperti tepat padahal keliru. Tidak ada orangtua yang mengharap keburukan untuk anaknya, tapi dalam sistem ini terkadang harapan-harapan baik itu keliru jalannya dengan proses yang kurang tepat.

Candra mengerti keinginan orangtuanya, tapi terkadang ia benci orangtuanya yang seolah tidak pernah melewati masa muda. Mempertahankan posisi sebagai peringkat pertama sejak sekolah dasar, meraih banyak prestasi dari perlombaan, membuat Candra menjadi sangat berharga di keluarga, pun di sekolahnya. Ia merasa sudah banyak bekerja keras. Namun ia malah ditekan untuk tidak menyukai lawan jenis.

Setya duduk di sofa menghadap Candra yang sedang sibuk dengan ponselnya, kendati berhadapan tapi mereka terpisah dengan meja. Lekat ia perhatikan Candra yang sedari tadi senyum mesem-mesem seperti orang gila. Ketampanannya memang tak bisa dipungkiri, namun ia heran pada Candra yang tak pernah terbawa perasaan dengan segala bentuk perhatiannya. Padahal tampan iya, terkenal iya, bahkan sudah Setya pastikan kalau Candra tidak punya penyakit katarak, tapi Candra sangat berbeda dengan para penggemarnya.

Setelah selesai makan malam, kini Setya dan Candra ditinggal berdua karena jam sudah menunjukkan pukul ngantuk bagi ayah-ibu Candra. Malam ini Setya begitu merindukan Candra, padahal setiap hari bertemu. Ia sendiri bingung.

"Sekarang bilang sama aku, kenapa kamu jadi seperti orang kerasukan jin setelah kita pulang sekolah tadi?" Setya membuka percakapan, sedang Candra sibuk dengan ponselnya. Suara Setya seolah hilang dimakan angin sehingga tak sampai pada pendengaran Candra.

Sejak tadi ia sibuk dengan benda pipih itu. Wajar jika Setya mengira Candra kerasukan jin. Setya duduk di sofa, di seberangnya, alhasil ia tidak tahu penyebab Candra menjadi segila ini. Sebab masih tidak ada jawaban, Setya sentil saja jidatnya.

"Aaww. Ssakit, Setyaaa…!" geram Candra. Tangannya mengepal seolah sudah siap akan meninju, mata kecilnya melotot,. Bukannya takut, Setya malah gemas, sedangkan Candra tak sadar ponselnya sudah diletakan di meja. Dengan cepat Setya menyambarnya.

Mistake [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang