[PART 9] Awal Dari 'Seandainya'
_________________________________________Memandang paras sebagai kriteria menyukai lawan jenis merupakan fitrahnya laki-laki, apalagi jika tidak ada filter ilmu, maka akan senantiasa mudah jatuh cinta pada sebatas paras luar. Seperti halnya Aksa yang jatuh cinta pada Syela, tak lepas dari alasan paras cantik Syela yang menjadi buah bibir di kalangan teman-temannya. Terlalu jahat jika dikata cintanya terukur pada sebatas paras, karena sejujurnya ia sendiri mencintai Syela, dan memilikinya---meskipun dalan ikatan belum halal---ialah suatu bukti untuk mencintai. Pikirnya begitu.
Tidak terlalu sulit baginya sebagai orang paling populer di sekolah untuk mendapatkan pacar secantik Syela, serta tak begitu sulit bagi Syela untuk mencuri hati Aksa dengan kecantikannya. Mereka mulai sering berkomunikasi setelah seminggu sejak selesai acara MOS, Aksa sendiri yang meminta nomor telepon Syela. Berlanjut saling bertukar dan menyambung kabar, kemudian perasaan suka semakin mekar, hingga akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih belum halal---meskipun Aksa tahu. Setelah tersiarnya kabar hubungan mereka, tak ada lagi penggemar Aksa yang terang-terangan menunjukkan rasa sukanya.
Lima bulan lebih mereka telah menjalin hubungan. Di paruh awal hubungan, hati mereka lekat oleh cinta. Berjalan lebih lama, Aksa mulai kerap dibuat kecewa sebab Syela terlalu kaku dalam menjalani hubungan; ia enggan diajak bertemu, atau kerap pesan-pesan singkat Aksa tak ia dibalas. Alasan karena takut diketahui orangtuanya membuat Aksa tak bisa berkata. Sebab tidak jauh beda dengan Candra, keluarga Syela pun menentang Syela cepat-cepat dekat dengan laki-laki, tapi dengan perbedaan kasta ekonomi Syela lebih tinggi dibanding Candra. Kemudian perasaan Aksa terpaksa menjadi layu karena intensitas komunikasi kian waktu kian meredup. Ruang hati Aksa berubah sepi hingga ia bulat memutuskan untuk sendiri. Terlalu jahat, tapi itulah Aksa yang dirinya masih berada pada usia belum genap dewasa dalam hal mencinta. Namun, tak seorang pun mengetahui kabar terbaru ini.
Sudah selama tiga jam hujan kali ini tak mau berbaik hati untuk mereda, langit sore pukul 04.30 begitu abu sendu. Aksa sudah lima jam berkencan dengan selimut di tempat tidurnya, ia dongkol pada udara dingin yang seakan menusuk epidermis. Apabila hujan dapat ia ajak berbicara, ingin sekali ia memarahinya. Sebab dinginnya semakin bertambah menyiksa badannya yang sedang menjalani proses penyembuhan. Seminggu sudah ia terbaring lemah di tempat tidur, kambuhnya penyakit tifus menjadi alasan ia tumbang sampai detik ini.
Ia mengucek-ngucek ujung hidungnya yang merah. Bibir merah tapi kering oleh demam yang tak kunjung reda itu sedikit bergetar karena sekali lagi udara dingin kembali menyeruak menerobos selimut. Aksa meraih ponsel di atas nakas tanpa bangkit dari lindungan selimutnya, berharap ada pesan berarti setelah dua hari terakhir ia memodepesawatkan ponselnya karena terlalu berisik oleh pemberitahuan pesan dari para penggemarnya lewat Facebook, dan Instagram, serta dari beberapa nomor tertentu lewat SMS, termasuk Syela dan satu nomor yang diberi nama 'Last'.
Aksa tersenyum tatkala matanya membaca selarik pesan dari Syela yang menanyakan kabarnya, ia membalasnya singkat lalu meletakkan kembali ponselnya ke atas nakas tanpa membalas pesan dari seseorang yang bernama 'Last'. Seberkas rindu timbul di saat memorinya tengah mengulang sedikit kejadian manis bersama Syela, lantas terhempas angin realita bahwa Aksa sudah tidak memilikinya lagi.
Ddrrrt
Ddrrrt
Benda pipih itu bergetar. Aksa berdecak kesal, ia lupa tidak mematikan kembali data seluler. Dengan terpaksa, kembali diraihnya ponsel itu.
08191*******
[Assalamualaikum]
08191*******
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake [On Going]
Novela Juvenil"Boleh aku meminta sesuatu lagi?" Aksa menggigit bibir bawahnya. Ada kobaran api nafsu pada sepasang netranya tatkala pertanyaan itu mengudara. Kedua ibu jarinya membelai lembut pipi Candra. Debar dada gadis itu kian lama kian tak beraturan. Dilema...