[2] Pangeran Buluk

18 2 0
                                    

[PART 2]
Pangeran Buluk

_________________________________________

Gugup menyergap saat Aksa semakin mendekat. Sedari tadi Candra menunduk saja sehingga ia tidak tahu kemana fokus pandangan Aksa.

"Dari sekolah mana?" Suara berat tapi lembut itu sedikit membuat kegugupan Candra berkurang.

"Dari SMPN Patriot 1," jawab Candra lembut.

Sekilas terlihat bibir Aksa agak kemerahan, kemudian segera Candra menunduk kendati bingung harus melihat ke arah mana. Gadis tomboy ini sedang mengalami salah tingkah. Candra akan menampar siapapun yang bilang kalau ia menyukai laki-laki di depannya itu. Tidak. Candra mengukuhkan diri untuk menjadi pribadi yang tidak mudah menyukai lawan jenis. Kini ia hanya gugup karena eksistensi Aksa masih asing, juga karena diikat keadaan sepi.

Aksa mengangguk beberapa kali—Candra yakin, itu hanyalah respon basa-basi sebagai pencitraan seorang kakak kelas. Setelah itu Candra kembali berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

Suara kursi ditarik membuat atensi Candra teralihkan dari ponselnya. Aksa duduk di kursi guru tepat di depan Candra, dengan jarak hanya dua meter dari mejanya. Kemudian Aksa menyibukkan diri dengan laptop dan beberapa kertas HVS. Ini hal kedua yang Candra sesalkan setelah disiplin yang salah teknik, yaitu terlalu berambisi untuk duduk di garda terdepan dalam pendidikan. Seandainya dapat ia ramal bahwa duduk di meja terdepan akan membuat serangan jantung tingkat rendah, pasti ia akan menempati meja barisan kedua, ketiga, atau lebih baik di pojok dekat keranjang sampah, daripada harus terkungkung sepi bersama laki-laki asing.

Hening. Yang terdengar hanyalah detak jam dinding, terkadang terdengar debasan napas kesal Aksa. Candra mendongak, penasaran, lalu segera kembali menunduk.

* * *

Aksa terlalu sibuk hingga tak menyadari ternyata kelas berangsur-angsur dipenuhi calon murid SMA Karya Bangsa ini, suara kasak-kusuk dari calon murid tak dapat mengalihkan atensinya. Belum terdengar percakapan antar calon murid, mungkin mereka masih malu-malu kudanil karena baru dipertemukan di satu ruangan yang sama.

Jam menunjukkan pukul 07.00, artinya acara dimulai beberapa menit lagi. 

Drrtt …. Drrtt ….

Candra membuka kunci layar ponsel yang sebelumnya bergetar karena pemberitahuan pesan baru.

[Setya]

[Bu, sudah di kelas? Kita di satu kelas yang sama lagi. Senang ya, bisa terus jailin kamu. Ok, jangan lupa, sambut pria tampan ini jika sudah tiba.]

Candra tersenyum setelah membaca pesan itu. Cara bicara manusia humoris itu memang hangat meskipun lewat pesan tulisan.

Perihal perasaan antara Candra dan Setya yang aneh itu---yang kebanyakan gadis melihatnya penuh kekaguman, tapi bagi Candra tidak---entahlah, seperti ada penghalang jika kalimat pengakuan mereka ungkapkan. Jujur, Candra tahu perasaan Setya tapi ia tak dapat memahami apa yang dirasakannya. Bertepuk sebelah tangan memang seegois itu, tapi Candra memilih opsi berpura-pura sama sekali tidak tahu tentang perasaan Setya. Agar tak ada luka yang tertoreh serta tak terjadi kecanggungan dalam hubungan persahabatan mereka. Setya pun selalu berbohong mengatakan tak menyukai Candra, meskipun tatapnya tak dapat menghianati apa yang ada dalam hati.

Mistake [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang