Chapter 1

1.8K 132 25
                                    

BRAK!! BUGH!!!

"Wanita jalang! Aku butuh uang! Cepat katakan dimana kau menaruh uang tersebut sebelum para lintah darat itu menghabisiku!"

geraman seorang pria terdengar begitu jelas diiringi tangisan seorang wanita yang hanya mampu terduduk di atas lantai kayu.

"Aku sudah tidak punya uang! Berhenti berjudi dan segeralah mencari pekerjaan! Jihoon butuh sosok ayah yang baik dan benar!" teriak wanita tersebut melayangkan tatapan bengis membuat pria tersebut semakin murka.

PLAK!!

"Aku berjudi juga untuk Jihoon! Jika aku menang, uang yang kuhasilkan akan membayar beberapa keperluan sekolahnya! Kau ibu yang tidak berguna. Seharusnya jual saja tubuhmu untuk modal berjudiku!" balas pria tersebut sambil menarik paksa wanita itu ke arah kamar.

BRAKK!!

Hening melanda ketika sepasang suami istri tersebut sudah memasuki kamar. Jihoon mengeratkan pegangannya pada pensil yang ia genggam. Baginya perkataan seperti itu sudah biasa mengisi malam-malamnya saat ia hendak belajar. Dan tak sampai lima menit, ia dapat mendengar suara lenguhan dari sang Ibu yang memanggil nama Ayahnya.

"Menjijikan. Orang-orang tersebut menjijikan," desis Jihoon sambil menusukan ujung lancip pensil tersebut kepada penghapusnya dan beranjak ke arah tempat tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.

***

Jihoon menatap datar pemandangan dihadapannya. Ibunya sedang menghidangkan sarapan. Seperti biasa, Ia merasa muak melihat tingkah laku ibunya yang saat ini menganggap kejadian tiap malam itu tidak pernah terjadi.

"Jihoon, kenapa diam saja? Ibu sudah masak makan kesukaanmu. Ayo duduk!" tegur sang Ibu lembut menatap ke arah putra semata wayangnya.

Jihoon diam tak membalas namun langkahnya tetap ia bawa ke arah meja makan. Sama seperti ibunya yang tidak tahu diri, Jihoon-pun juga melakukan tindakan serupa, mengabaikan kejadian semalam dan tidak bertanya perihal apapun mengenai keadaan ibunya.

"Apa sekolahmu baik?"

"Hmm.."

"Bagaimana dengan nilai-"

"Bisakah Ibu diam dan fokus pada makanan di depan saja?"

Sang Ibu sontak terdiam dan mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Menundukkan pandangannya tidak berani menatap ke arah wajah anaknya yang menatapnya jengah.

Puk!!

Sebuah tangan mampir di kepala Jihoon sontak membuat empunya menoleh dan melihat ayahnya menatapnya bangga.

"Itu baru jagoa-"

"Berhenti memegang kepalaku dengan tangan busukmu itu," potong Jihoon sambil menepis tangan sang Ayah membuatnya reflek menggeram marah.

"Kurang ajar kau bocah keparat!"

Teriakan sang Ayah tidak Jihoon pedulikan. Dengan segera ia mengambil tasnya dan melegang pergi menuju sekolah menjauhi tempat yang menurutnya bagaikan neraka itu.

***

"Selamat, kau mendapatkan nilai 100 lagi!"

Jihoon menatap datar lembaran kertas ulangan yang disodorkan kepada dirinya. Ia melirik sekilas ke arah orang yang berbicara dihadapannya.

Bang Yedam, ketua kelas yang setiap hari selalu menyapa dengan penuh hangat rekan-rekannya walaupun beberapa dari mereka tidak memperdulikan atensi kehadirannya.

Jihoon menarik kasar kertas tersebut dan memejamkan matanya tidak memperdulikan sosok di depannya yang masih tersenyum seperti orang bodoh.

"Aku mendapatkan nilai 98. Bisa kau memberitahuku caranya? Aku masih kurang pah- Baiklah, baiklah aku akan pergi dari sini," ucap Yedam terburu-buru pergi ketika Jihoon membuka matanya dan menatapnya seolah ingin memakannya.

***

"Ciye Yedam pakai sepeda baru nih!" goda murid-murid lain yang melihat Yedam tersenyum sambil mengayuh sepedanya pelan.

"Iya, dibelikan Ibu. Keren kan?" tanya Yedam kepada murid-murid yang berada disana sambil membanggakan hadiahnya dari sang Ibu tercinta.

"Keren!" jawab murid-murid tersebut membuat Yedam tersenyum senang.

"Makasih, aku dulua- oh hei PARK JIHOON!!" teriak Yedam ketika melihat teman sekelasnya berjalan seorang diri lalu dengan cepat melajukan sepedanya ke arah teman sekelasnya tersebut.

Murid-murid tersebut terdiam menatap kepergian Yedam dengan pandangan miris. Hampir sebagian tahu bahwa Yedam terlalu terobsesi dengan sosok Park Jihoon, murid pintar yang bahkan tidak bisa ditembus oleh siapapun.

Alasan Yedam hanya satu ketika ditanya kenapa Ia selalu mengejar-ngejar sosok Jihoon,

"Jihoon teman sekelasku. Rasanya menyedihkan menjalani masa SMA tapi tidak memiliki seorangpun teman disisimu"

Dan Yedam bertekad ingin membuat masa SMA Jihoon menjadi penuh warna dengan memiliki seorang teman walaupun hanya satu yaitu dirinya.
.
.
.
.
.
.
.

"Berhenti mengikutiku, sialan!" ucap Jihoon menoleh ke arah belakang, tepatnya ke arah Yedam yang sedang menatapnya polos.

"Aku tidak!" sanggah Yedam membuat Jihoon emosi dan berjalan menghampirinya.

BRAKK!!

Yedam menatap horor sepeda pemberian ibunya yang terjatuh akibat tendangan Jihoon.

"Ji, Jihoon.." ucap Yedam lirih sambil mencengkram tangan Jihoon yang tengah berada dikerah baju seragamnya.

"Jadilah anak baik dan teruslah fokus pada sekolah. Aku tidak butuh teman," balas Jihoon lalu menghempaskan tubuh Yedam hingga terjatuh kemudian meneruskan langkahnya seolah kejadian tadi tidak terjadi.

Yedam terbatuk akibat cekikan Jihoon yang terlalu keras. Tenaga Jihoon benar-benar kuat membuatnya bergedik ngeri sendiri.

"Apa yang dia makan selama ini? Tenaganya sudah menyamai satu ekor banteng saja!" keluh Yedam sambil beranjak berdiri dan menghampiri sepedanya.

Pandangannya menatap prihatin, sepeda baru dari ibunya sedikit penyok akibat tendangan Jihoon.

"Sudah kubilang Park Jihoon bukanlah orang melainkan seekor banteng!" kesal Yedam lalu menaiki sepedanya untuk pulang dan mengambil jalan berbeda arah dari Jihoon, takut terkena amukan lagi.


TBC

Sesuai janjiku, karena book sebelah sudah tamat jadi aku bakal ngerjain book ini ^^

Btw beda dari yang sebelah, cerita ini BxB alias Boys Love dan kukasih rate M karena pada chapter ke depannya akan ada banyak kata² kasar dan umpatan lainnya disertai adegan kekerasan yang nggak akan aku sensor untuk kebutuhan cerita. Jadi bagi yang merasa kurang nyaman, bisa close aja yaa. Makasih ^^

ROOM 🔞 • JIHOON X YEDAM •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang