Chapter 3

1.3K 125 16
                                    

- JIHOON X YEDAM -

"Ibu akan membagikan kelompok yang terdiri dari dua orang. Kalian bebas memilih ingin berkelompok dengan siapa karena ibu tidak ingin membebani kalian,"

Penjelasan sang guru membuat beberapa murid terlonjak senang dan adapun yang lesu karena merasa semakin terbebani harus mencari teman kelompok.

Setelah memberikan arahan tersebut, sang guru lalu pamit undur diri. Beberapa murid terlihat mengerubuni meja Yedam meminta untuk menjadi teman kelompoknya. Disituasi seperti ini memang peran Yedam sebagai anak pintar menjadi incaran hampir seluruh teman sekelasnya. Kasarannya beberapa hanya ingin memanfaatkan kepintaran Yedam saja untuk mendapatkan nilai yang maksimal.

Namun seperti didikan dari ibunya yang selalu mengingatkannya harus ramah kepada semua orang, Yedam menolak mereka semua dengan senyum hangat.

"Aku akan berkelompok dengan Jihoon," ucap Yedam lugas membuat murid-murid tersebut shock. Pasalnya tidak ada seorangpun yang ingin berkelompok dengan murid anti sosial seperti Jihoon tersebut.

"Jangan berbicara sembarangan! Jihoon itu mengerikan, lebih baik sekelompok saja denganku," ungkap Junkyu merasa tidak habis dengan jalan pikiran teman sekelasnya tersebut.

Junkyu dan Yedam memang tergolong akrab. Bahkan Junkyu sering menasehati Yedam untuk jangan dekat-dekat dengan sosok Jihoon. Junkyu hanya khawatir pada temannya yang satu itu. Jihoon sering melibatkan fisik jika berurusan dengan Yedam. Ia masih ingat ketika temannya itu mencoba ramah namun berakhir dengan Yedam didorong hingga terjerembab ke selokan sekolah atau saat pelajaran olahraga lagi-lagi Yedam tidak menyerah mendekati Jihoon tapi perbuatannya tersebut malah dibalas dengan lemparan bola basket dari Jihoon. Masih ingat dipikiran Junkyu tentang semua kejadian tersebut karena Ialah yang membantu Yedam mengobati semua luka-lukanya di UKS. Kulit putih bersih dan mulus Yedam perlahan meninggalkan bekas luka yang dilakukan oleh oknum Park Jihoon.

"Aku tidak bercanda! Aku benar-benar akan sekelompok dengannya. Dia teman sekelas kita, jangan berbicara seperti itu," tegur Yedam sambil melirik ke arah bangku Jihoon dan mendapati sang empunya tertidur tak berniat untuk mencari kelompok sama sekali.

Junkyu menghela napasnya kasar, temannya itu memang keras kepala sekali jika diberitahu.

"Oke, kalau dia mulai mengganggumu lagi langsung hubungi aku," balas Junkyu pada akhirnya membuat Yedam tersenyum memandang temannya tersebut.

***

"Jihoon oh Jihoon.." panggil Yedam bersemangat setelah merapihkan barang bawaannya dan berlari menghampiri Jihoon yang nampak tidak peduli panggilan darinya.

"Kita satu kelompok, kau ingat? Ayo pergi mengerjakan bersama," ucap Yedam bersemangat sambil terus mengekori Jihoon kemanapun sang empunya melangkah.

"Berhenti mengikutiku. Biar aku saja yang mengerjakan dan cepat pulang ke rumahmu!" balas Jihoon dingin.

Mendengar pernyataan Jihoon, Yedam sontak menggeleng. Mana bisa begitu dia hanya menumpang nama saja sedangkan yang mengerjakan sepenuhnya Jihoon.

"Tidak bisa, aku tidak ingin membeba—"

"Kalau kau ikut malah itu semakin membebaniku," potong Jihoon sebelum Yedam membalas perkataannya.

Yedam mengatupkan mulutnya ketika mendengar jawaban Jihoon yang tidak bisa diganggu gugat.

Merasa tidak ada suara yang keluar dari Yedam, Jihoon memutuskan untuk pergi dari sana.

***

Hari sudah cukup sore, namun Jihoon masih betah terduduk di pinggiran sungai. Batinnya merasa lelah, tidak tahu masa depannya akan seperti apa. Rasanya Jihoon menyesali kenapa ia harus terlahir menjadi orang pintar jika tidak ada dukungan dari keluarganya sendiri. Ralat, ia tidak sudi menyebutnya sebagai keluarga. Anggap saja orang yang merawatnya sedari kecil, tidak lebih dari itu karena Jihoon merasa ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarga pada umumnya.

"Kau itu kapan ke rumahnya sih? Aku lelah menunggu, serius!"

Ucapan seseorang membuat Jihoon menoleh terkejut dan mendapati teman sekelasnya menatap ke arah depan tepatnya ke arah sungai yang tampak seperti warna oranye karena bias dari matahari.

"Kau baik-baik saja?" tanya Yedam sambil menatap Jihoon dengan pandangan teduh namun Jihoon hanya diam terpaku.

Tanpa sadar, Jihoon menatap lekat wajah Yedam. Tak dapat dipungkiri, Yedam adalah sosok manusia polos dan murni. Senyum dan caranya menatap orang masih terbilang tulus seperti belum pernah mencicipi kejamnya dunia, dan Jihoon benci itu.

Pandangannya teralih pada kedua tangan Yedam yang tidak tertupi almamater sekolahnya, dibiarkan terbuka dan hanya memakai seragam yang masih terpakai apik. Tangan teman sekelasnya itu begitu putih bersih tidak seperti dirinya.

"Yedam?"

Panggilan dari Jihoon membuat Yedam terkejut pasalnya baru kali ini Jihoon menyebut namanya tanpa ada embel-embel umpatan seperti biasanya.

"Kau bilang kau ingin menjadi temanku? Apakah kesempatan itu masih ada?" tanya Jihoon sekali membuat Yedam membeku dan menatapnya lekat.

"Yedam? Kau mendengar ucapanku kan?"

Pertanyaan Jihoon menghancurkan lamunan Yedam dan dengan cepat dibalas anggukan pasti.

"Kau masih memiliki kesempatan. Aku mau jadi temanmu!" ucap Yedam membuat Jihoon tersenyum sekilas. Senyum yang tidak pernah ia tunjukkan oleh siapapun namun ia tunjukan secara cuma-cuma di hadapan temang sekelasnya tersebut.

DEG!!

Tanpa sadar Yedam mengalihkan pandangannya tak ingin berlama-lama menatap teman sekelasnya yang tengah tersenyum ke arahnya. Pipinya merona merah merasa salah tingkah sendiri.

Jihoon yang melihat tingkah tak biasa teman sekelasnya tersebut hanya bisa terkekeh.

"Bagaimana kalau kau menginap di rumahku? Sekalian kita menyelesaikan tugas kelompok ini," ucap Jihoon tak terlalu peduli membahas tingkah Yedam.

Yedam menoleh dan gelagapan, pasalnya ia merasa Jihoon terlalu terburu-buru sebagai teman karena sudah mengajaknya untuk menginap ke rumahnya.

"Ta-tapi bukankah ini terlalu terburu-buru? Maksudku ini terlalu mendadak untuk mengajak menginap," balas Yedam menatap Jihoon polos.

Jihoon menaikan alisnya, "Bukankah seorang teman sudah biasa untuk pergi menginap di rumah teman lainnya? Kau mencoba mempermainkanku?" tanya Jihoon membuat Yedam meringis.

"Bukan itu maksudku. Ta-"

"Apa alasanmu tidak ingin menginap? Kita sudah menjadi teman bukan? Kau yang bilang aku masih memiliki kesempatan tersebut,"

Mendengar ucapan Jihoon membuat Yedam tidak dapat menemukan alasan lainnya. Dengan pasrah Yedam mengangguk patuh, menyetujui permintaan teman sekelasnya tersebut.

"Baiklah, aku hubungi ibuku dulu kalau malam ini akan pergi menginap karena tugas," jawab Yedam membuat Jihoon tersenyum.

Tanpa diduga, Jihoon perlahan mendekati Yedam dan memeluknya erat membuat Yedam membatu merasa terkejut dengan perlakuan teman sekelasnya yang mendadak memperlakukannya secara lembut.

"Terimakasih teman.." bisik Jihoon ke telinga Yedam.

Dan tanpa Yedam sadari, raut wajah Jihoon terlihat lebih dingin ketika mengucapkan kata terimakasih.





TBC

Aku gak tau ada yang nunggu book ini atau nggak, mohon maaf kalau book ini slow update banget soalnya nunggu mood nulis dateng dulu huhu :(

ROOM 🔞 • JIHOON X YEDAM •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang