Cavalry Captain, Kaeya Alberich sedang mabuk di tavern saudaranya. Ah, bukan. Mantan saudaranya(?) Mungkin? Lebih tepatnya di tavern Darknight hero, Diluc Ragnvindr. Sekarang terasa asing status saudara bagi mereka, karena suatu insiden.
Kaeya tertidur mabuk dimeja tavern depan bartender menyajikan bir. Jam menunjukkan jam dimana tavern harus tutup. Diluc, sang pemilik tavern kebetulan berada disana. "Ugh, bagaimana aku harus membangunkan si bodoh ini." Pikirnya. Dia hanya menoel pipi Kaeya, berbisik "Bangun bodoh." "Emh, Diluc.. maaf.." Gumam Kaeya, seolah dia memimpikan mantan saudaranya.
"Hah?" Diluc kaget. Pada akhirnya dia tak berhasil membangunkan Kaeya karena tak tau apa yang harus dia lakukan. Dia menyuruh salah satu pegawainya untuk menggotong Kaeya sampai ke Dawn Winery, tempat dimana mereka berdua tinggal dulu.
"Jangan sampai dia terluka atau tidak nyaman dalam tidurnya, atau kupecat kalian." Ancam Diluc pada pegawainya. "Ah.. tentu saja karena dia kapten kavaleri Mondstadt. Tidak ada maksud tertentu." Ucap Diluc takut memancing kesalah-pahaman. "Baik tuan!" Jawab tegas pegawainya. "Ssh, jangan terlalu keras dalam berbicara. Biarkan dia tidur dengan tenang." Ucap Diluc kembali mengingatkan. Pegawainya hanya mengangguk kali ini.
Perjalanan dari tavern menuju ke Dawn Winery membutuhkan waktu 2 jam. Sesampainya di Dawn Winery, Diluc memanggil pelayannya menyuruh mereka untuk menyiapkan kamar untuk Kaeya beristirahat. Pegawai di rumah Diluc membantu mengangkat Kaeya ke kamar.
"Apa tuan Kaeya mabuk, tuan?" Tanya salah satu pegawai Diluc. "Ya, dia tertidur mabuk di tavernku." Jawab Diluc. Sesampainya dikamar, salah satu pelayan Diluc berkata "Pakaian tuan Kaeya terlihat tidak mengenakan dipakai saat tidur, perlukah saya menggantinya?" Tawar pelayan itu. "Benar juga, tapi kau cukup mengambilkan baju untuknya biarkan.. ehem.. aku yang menggantikannya. Tentu saja tidak ada maksud lain, okay?" Jawab Diluc. "Baik tuan, segera saya ambilkan." Jawab pelayannya.
Beberapa menit kemudian, pelayan Diluc membawakan 1 set pajama pria. "Silahkan tuan." Tawar pelayan itu. "Terima kasih. Silahkan keluar" Diluc mengambilnya. Diluar terdengar pelayan yang sedang asik berbicara tentang mereka berdua.
"Apa tuan Kaeya dan Diluc akan bersaudara lagi?? Apa mereka sudah akrab kembali? Apa tuan Diluc sudah memaafkan tuan Kaeya?" Berbagai pembicaraan terdengar dari dalam ruangan. Kamar ini memang kedap suara, tapi hanya kedap suara dari dalam, sedangkan suara yang terdengar diluar akan tetap dapat didengar lewat dalam ruangan.
"Huh, pembicaraan bodoh. Ini hanya pertemuan singkat saudara lama. Dia hanya menumpang tidur, hari esok datang, lalu dia pulang." Batin Diluc. Namun, sekarang dia sedang kebingungan cara mengganti pakaian saudaranya itu.
Dia tidak mau pelayan atau pegawainya yang mengganti pakaian Kaeya. Tetapi dia sendiri kebingungan menggantinya. "Baik, hanya mengganti baju." Ucapnya dalam hati. Dia mulai melepaskan baju kaeya. "Orang ini bajunya susah sekali dilepaskan" dia dengan sekuat tenaga mencoba melepaskan baju, yah karena dia selama ini digantikan baju oleh pegawainya.
"Mmh" Wajah Kaeya semakin memerah akibat mabuk. "Si bodoh ini, membuat ekspresi seperti itu" Diluc memerah, perasaan apa ini? Akhirnya baju Kaeya terbuka. "Huh, cukup terlatih juga badannya, kukira isinya perut buncit." Komentar Diluc.
Kaeya tiba-tiba tersadar, ah bukan. Sebenarnya dia sudah sadar daritadi, hanya saja penasaran dengan perilaku saudaranya. Lebih tepatnya tersadar saat Diluc menoel pipinya. Tapi tentu saja mimpi tentang Diluc itu benar terjadi, dia masih keadaan setengah tidur saat itu. Yah, tidak ada yang aneh kan? Dia kan seorang kapten kavaleri, apa mungkin dia bisa lengah saat mabuk?
"Kau menikmati pemandangannya huh? Brother." Goda Kaeya. "Kenapa aku harus menikmatinya? Aku memiliki punyaku sendiri." Balas Diluc 'Si bodoh ini sudah bangun sejak kapan!? Aku tidak pernah salah berbicara kan?' Batin Diluc.
"Mhm? Benarkah? Bisa saja kau berbohong dengan perut buncitmu ini." Kaeya menarik Diluc ke kasur, menaikan dagu Diluc dengan 1 jarinya. Meraba perut Diluc untuk menggoda. "Jaga tanganmu. Tuan Kaeya Alberich." Ucap Diluc melepaskan rabaan tangan Kaeya di perutnya. "Lalu buktikanlah bahwa perut 'terlatih'mu memang ada, tuan Diluc Ragnvindr." Kaeya memberikan senyum nakalnya.
"Mengapa aku harus membuktikannya?" Jawab Diluc. "Yah~ anggap saja kompetisi antar saudara~" Balas Kaeya. Sepertinya Diluc merasa tertantang, dia membuka bajunya. Memperlihatkan otot perut atau bisa disebut ABS-nya. "Bagaimana? Tuan Kaeya Alberich." Tantang Diluc.
'Uwa~ tak kusangka dia merasa tertantang, lucu juga pft. Baiklah akan ku ladeni' Batin Kaeya. "Uhum~ Lumayan juga~ Tetapi aku tetap menang dengan otot tangan atletisku~" Kaeya memperlihatkan otot tangannya. "Huh? Itu saja? Aku juga punya." Tak kalah, Diluc juga memperlihatkan otot tangannya.
"Pft, apa aku juga harus memperlihatkan otot lain, namun otot 'bawah'ku?" Lagi-lagi, Kaeya tersenyum nakal. "Maksudmu 'itu'? Aku juga pu- ah. Tunggu. Kutarik kembali perkataanku. Itu hal yang.. memalukan untuk ditunjukkan." Balas Diluc memerah, tak sadar karena terlalu terbawa suasana.
"Hmm? Kenapa? Apa kau malu karena 'milik'mu kecil?" Goda Kaeya. "Tidak. 'Milik'ku tidak kecil." Balas Diluc. "Apa lebih besar dari ini?" Yah, dengan sifat Kaeya dia tidak akan segan-segan untuk memperlihatkan miliknya. Kaeya mulai melepas resleting celananya. 'Milik'nya sudah menonjol di boxernya. Dia mengintip pada respon Diluc sebelum melepas boxernya.
Terlihat, Diluc yang memerah, namun merasa tertantang dengan 'kompetisi antar saudara' ini. "Apa kau mengharapkan aku membukanya? Hm? Brother?" Godanya lagi. "Aku hanya mengikuti alur permainan ini. Jika kau membukanya, berarti aku juga harus membukanya agar menang kan?" Diluc mencoba menggoda balik. 'Ugh, sangat cringe. Harusnya aku tidak mengatakan itu.' Dalam hatinya, dia malu.
"Aha! Benar! Hmm, aku penasaran dengan milikmu, baiklah akan ku buka, jangan takjub ya. Tuan Diluc Ragnvindr." Kaeya tersenyum nakal, sambil perlahan melepaskan boxernya. Akhirnya. Penis berotot sang Kaeya Alberich terekspos jelas depan saudaranya.
"Bagaimana?" Kaeya tersenyum, menunggu jawaban dari Diluc. Diluc memerah, tidak menyangka bahwa saudaranya benar-benar menunjukan penisnya. "Hm~? Diluc?" Kaeya tersenyum. "Ah. Itu saja?" Diluc menjawab, namun memalingkan wajahnya ke samping.
"Itu saja? Apa berarti 'milik'mu lebih besar tuan Diluc?" Kaeya menjawab. "Tentu saja, apa itu saja hasil 'latihan'mu selama ini, tuan Kaeya?" Diluc menyahut kembali. "Pft ahaha! Lihatlah betapa sombong saudaraku ini~ Baiklah. Buktikanlah bahwa 'milik'mu lebih besar dari milikku." Kaeya kembali menjawab. Diluc, dengan malu-malu membuka celananya, lalu boxernya.
Terlihat penis berototnya yang tak kalah dengan Kaeya. "Memang tidak bohong yaa~ Namun sepertinya 'milik'ku tetap lebih besar daripada 'milik'mu" Respon Kaeya. "Huh? Maksudmu? Tentu saja kali ini kumenangkan juga. Mau membandingkannya, Tuan Kaeya Alberich?" Diluc tak mau kalah.
"Mhm, boleh juga. Kemarilah, Diluc." Kaeya menarik Diluc ke pangkuannya. Menyatukan penis mereka. Mencoba mengukur siapa yang lebih besar. "Aha! 'Milik'ku jauh lebih besar darimu!" Ucap Kaeya memenangkan kompetisi ini. "Cih, hanya lebih besar. 'Milik'ku bertahan jauh lebih lama dalam berhubungan." Diluc kesal.
"Benarkah? Berani mencoba?" Kaeya tersenyum lagi. "Huh? Siapa takut." Jawab Diluc
Author note:
Seperti biasa kalian akan sy gantung WKWKWKJangan lupa tinggalkan vote dan komen ya! Silahkan kasih saran dan kritik juga! :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Genshin Impact Ship [ 18+ ]
Romance[Open Req] Update tidak menentu Berisi kisah-kisah Genshin Impact Ship (Buku ini hanya imajinasi pengarang! Sorry kalau OOC :] )