"Garisnya dua."
Hinata terlihat menggigit bibirnya sampai terluka. Ketakutan tiba-tiba saja merajai relung hati sang wanita, Hinata sendiri tidak mengerti mengapa bisa. Namun, mungkin benda pipih berwarna putih ini ialah penyebabnya.
Suara helaan napas terdengar. "Mau bagaimana lagi? Tak apa Hinata, nanti kita pikirkan bagaimana caranya."
Senyuman mengembang di bibir sang pria bermahkota kuning cerah itu. Memeluk sang wanita, menepuk-nepuk punggung Hinata dengan pelan. "Sudahlah, jangan terlalu khawatir. Aku akan tetap bersamamu."
"A-apa kita perlu ke dokter, Naruto-kun?" Pemilik manik kecubung pucat itu berusaha untuk menahan tangisnya yang akan datang.
Melihat wajah penuh tanya sang Uzumaki, Hinata kembali menguatkan diri. "Kadang testpack tidak selalu akurat."
"Kau meragukan hasilnya?" Naruto memainkan rambut panjang Hinata dengan jemarinya. Pria itu mengatakan bahwa rambut Hinata sangat lembut, tebal, dan halus—ditambah lagi berbau wangi yang manis. Naruto selalu betah untuk menciumnya.
Hyuuga Hinata tak berani untuk menjawab. Nyatanya sudah terdapat empat testpack terbaik yang disarankan oleh pegawai apotek telah dicobanya. Dan itu semua selalu menunjukkan bahwa tengah bergelung nyaman seorang calon manusia di dalam rahimnya. Hinata juga tidak dapat menampik tanda-tanda kehamilan umum yang terjadi padanya; rasa mual nan menyiksa selama beberapa minggu ini dan dirinya yang mudah lelah.
"Baiklah, tetapi kau harus janji agar memberitahukan segalanya padaku."
Naruto memang bisa dibilang akan sibuk besok, dan Hinata juga tidak ingin merepotkan pria yang telah dianggapnya malaikat baik hati di hadapannya. Jadi, wanita itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Naruto juga ikut mengurvakan tubir. Pria itu mengecup pelan kedua pipi gembil sang wanita dan mengurungnya ke dalam sebuah pelukan maut. Membuat tubuh mereka limbung ke atas kasur yang empuk.
"Sekarang kita tidur harus tidur!" ujar Naruto sembari mencubit pelan pipi gembil Hinata yang selalu terlihat merona lucu. "Jangan nangis, dasar cengeng!"
"S-siapa yang nangis, sih?" Sang wanita Hyuuga mengerucutkan tubir, dan sang Uzumaki tertawa.
"Matamu tidak bisa berbohong, Hinata."
•••
Setitik Kebahagiaan (c) faihyuu
Naruto (c) Kishimoto Masashi
Rated T mendekati M
Warning(s): AU, Miss Typo(s), OOC, etc.
Sebelum melanjutkan, sekali lagi saya peringatkan bahwa cerita ini nyatanya tidak nyambung sama judul dan juga sinopsis. Ini hanyalah hasil karya random yang dibuat ngebut saat gabut. Penuh ke-gajean. Repost dari akun FFN saya, pennamenya sama—faihyuu.
•••
Percaya tidak percaya, Naruto dan Hinata bahkan belum genap setengah tahun tinggal bersama. Mereka bahkan tadinya hanya dua orang manusia yang tidak saling mengenal satu sama lainnya. Namun, akibat pandemi COVID-19 nan meluluhlantakkan hidup umat manusia, semuanya bisa terjadi begitu saja. Alasan mereka bisa mengenal dan memutuskan tinggal bersama hanya satu; pemutusan hubungan kerja. Sangat pahit, tentunya.
Walaupun Jepang dikenali sebagai negara maju, tetapi tak dapat menampik fakta bahwa pandemi yang saat ini terjadi dapat mengguncang sektor ekonomi. Termasuk pula dengan Naruto dan Hinata, korban dalam pandemi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angan
FanfictionAngan: 1. pikiran; ingatan; 2. maksud; niat Kumpulan Oneshot NaruHina.