Getsuyoubi no Asa, Skirt wo Kirareta

593 71 9
                                    

Aku terbangun dari tidur tanpa mimpiku. Penyebabnya adalah alarm jam beker yang sengaja berbunyi untuk membangunkan dari mimpi yang semu.

Kuulurkan tangan kiri untuk mencapai nakas di sebelah ranjang nyamanku, untuk mematikan alarm jam beker yang suaranya sangat dahsyat di telinga itu. Kemudian, aku menutup mata lagi, berharap mendapat mimpi jika aku ketiduran, tapi sayang sekali, kali ini buntu.

Hanya sedikit kilatan cahaya —phospenes— dan selanjutnya gelap. Segelap yang secara visual kutangkap dan ingat pada tidur delapan jamku dari tadi malam. Aku menghela napas dan membuka mataku lagi.

"Baiklah, baiklah. Selamat pagi, dunia."

•••

Getsuyoubi no Asa Skirt wo Kirareta (c) faihyuu

Naruto (c) Kishimoto Masashi

Rated mendekati M

Warning(s) : AU, OOC, plot hole (maybe), gajelas, dll.

—Dan sedikit catatan, fanfiksi ini memang terinspirasi lagu Keyakizaka46 yang berjudul sama. Namun, jika lagu tersebut sangat mempunyai makna yang sangat mendalam. Maka ini adalah kebalikannya, fanfiksi ini akan bermuatan drama gagal. Fanfiksi ini hanyalah draft dari tahun lalu yang saya temukan di dokumen akun saya di aplikasi FFN, dan kemudian saya memublikasikan pula ke wattpad. Silakan menekan tombol kembali jika tidak berkenan.

Sekali lagi, maaf.

•••

Pagi ini, suasananya normal. Ayah yang sedang membaca koran di meja makan dengan ditemani secangkir kopi pagi, Hanabi yang kelimpungan mecari sesuatu, kak Neji yang dengan terburu-buru dengan sarapannya. Dan kemudian, tentu saja ada aku.

Aku yang menyiapkan semua itu. Aku yang menyeduh kopi untuk ayah, membantu Hanabi mencari apa yang ia butuhkan, dan tentu saja menghidangkan sarapan ala kadarnya untuk seluruh anggota keluargaku.

Oh, maaf. Mungkin aku terlihat melupakan seseorang lagi.

Ibu?

Aku punya. Dia sangat baik, cantik, dan segalanya bagi kami sekeluarga. Namun itu dulu, kini ia sudah damai dalam tidur abadinya. Ibuku cantik, ada fotonya yang terlihat sangat menarik berada di atas lemari meja ruang keluarga. Di sekeliling bingkainya terdapat bunga-bunga segar yang hampir tiap saat aku dan juga kedua saudaraku menggantinya secara berkala. Jangan lupakan juga dengan lilin-lilin penghormatan yang ada di sana.

Baik, sepertinya kita akan akhiri dulu pembicaraan tentang ibuku yang sudah tiada. Aku bisa melanjutkannya kapan-kapan.

Aku akan kembali lagi dengan masalahku pagi ini.

Ya, masalahku.

Roti bakar dengan selai kacang merah menjadi menu sarapan pagi ini. Namun, entah kenapa aku tampak tidak berminat sedikit pun pada menu kali ini walau aku sendiri yang menyiapkannya. Aku hanya menggigit separuh roti, lalu menenggak susu stroberi sampai tinggal sedikit.

Rasanya hambar. Padahal sedari tadi Hanabi dan kak Neji mengatakan manisnya roti selai kacang yang ditambah susu stroberi itu menyegarkan.

Perasaanku tidak enak, perutku terasa bergejolak. Namun, aku tidak ingin muntah ataupun buang air. Aku juga tidak tahu mengapa, tapi yang makin membuatku tidak mengerti adalah batinku yang terus-terusan menjerit.

Hari ini jangan sekolah dulu!

.

Stasiun di Senin pagi memang selalu ramai. Ramai dipenuhi oleh orang-orang yang akan memulai rutinitas mereka; entah untuk mencari nafkah, sekadar jalan-jalan bagi para turis, atau pula menutut ilmu. Aku masuk golongan yang ketiga, omong-omong.

AnganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang