Garis Diagonal Cinta Searah

888 87 5
                                    

Garis Diagonal Cinta Searah (c) faihyuu

Naruto (c) Kishimoto Masashi

Rated T

Warning(s)AU, Miss Typo(s), OOC, etc.

Terinspirasi dari lagu JKT48/AKB48 yanga berjudul sama, Kataomoi no Taikakusen (Garis Diagonal Cinta Searah). Disarankan untuk mendengarkan lagunya saat membaca ini.

Penulis tidak mendapat keuntungan materiil apa pun dari cerita ini selain kepuasan batin.

|•|•|•|•|

Hinata bertemu dengan pemuda itu lagi.

Kali ini lebih terasa lebih intim, Hinata bertemu pemuda itu saat dirinya masih berada di perpustakaan sekolah yang sudah sepi. Ketika si gadis menyadari bahwa bel pulang sudah dua jam yang lalu telah berbunyi. Ah, Hinata sedikit merutuki dirinya yang suka sekali tidak memperhatikan waktu yang ia lalui.

Safir yang sewarna langit cerah di musim panas itu menangkap ametisnya, Hinata tanpa sadar membuang pandangan. Kembali fokus pada ensiklopedia geografi benua Eropa yang sedari tadi merebut seluruh atensinya.

Menciptakan rasa canggung yang membakar.

Lagi-lagi Hinata merutuk dalam batin, yang berlalu tadi pasti terasa sangat janggal.

"Hinata? Kau masih di sini?"

Suara milik pemuda itu menyapa, diiringi suara gesekan lembut kaki kursi dan lantai. Membuat Hinata mengalami sensasi terbakar di wajahnya. "A-ah, ya. Aku mendapat giliran untuk menutup perpustakaan hari ini."

Raut wajah agak kecewa tertangkap, tetapi kemudian pemuda itu memilih tersenyum dan mengangguk pelan tanda paham. Tak lupa juga pemuda itu mulai menduduki kursi. Tepat di hadapannya.

Mereka hanya terpaut satu meja panjang. Hinata tercekat.

"Perpustakaan masih akan ditutup sekitar satu jam lagi 'kan? Kurasa aku masih memiliki banyak waktu. Aku hanya ingin menyelesaikan satu volume serial yankee saja, kok! Kalau kau perlu bantuan untuk membereskan perpustakaan, aku juga bersedia. Kau 'kan teman baiknya Sakura-chan."

Cengiran itu tampak tulus. Justru itulah yang makin membuat hati si gadis Hyuuga makin merasa sesak. Apalagi ketika si pemuda menyerukan nama temannya dengan riang, Hinata bagai merasa ditusuk oleh pedang tak kasat mata.

Berdeham pelan, Hinata mengangguk pelan. "Terima kasih atas niat Naruto-kun tadi. Namun, tenang saja. Aku bisa melakukannya sendiri. Itu memang tugasku sejak dahulu, kok."

Tentu saja, Hinata adalah salah satu sesepuh kelas tiga yang masih setia dengan klub perpustakaan. Bukan masalah besar baginya untuk membuka, menjaga, maupun menutup ruangan penuh buku yang ia sukai ini.

Pemuda itu, Uzumaki Naruto menghentikan kegiatannya untuk merogoh komik yang Hinata yakini berada di dalam tas pemuda itu.

"Eh? Kenapa begitu?" Mata biru itu nampak lebih bulat, memperlihatkan sebuah tanda tanya. Raut wajah pemuda itu tampak begitu lucu di mata si gadis.

Angin makin mendramatisir, menggoyangkan tirai tipis jendela di belakang sang pemuda. Begitu juga dengan rambut kuning milik pemuda itu. Cahaya mentari yang sudah mulai menjadi sedikit jingga, dan seakan-akan menyinari mereka berusaha. Menciptakan sebuah kaleidoskop dalam memori. Ah, Hinata merasa pernah menonton adegan ini di dalam sebuah drama.

Ah, hidupnya memang drama. Si gadis Hyuuga mengakui hal itu.

Bukan. Bukan tentang keluarganya yang bisa dibilang bukanlah contoh keluarga harmonis. Namun sebuah kenyataan bahwa Hinata mencintai pemuda yang berada di hadapannya saat ini.

AnganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang