chapter 3 [obelia]

255 19 12
                                    

obelia adalah kerajaan yang sangat ramai dan indah, jika kau berkunjung ke obelia kau pasti akan selalu menemukan rakyat yang seru berbincang, anak anak yang berlarian sana sini, para orang tua yang meneriaki anaknya untuk berhati hati, dan lain sebagainya..

tapi tidak untuk dua hari terakhir. obelia menjadi kerajaan yang muram dan sepi, seperti tak ada penghuni. para rakyat sedang berduka atas kehilangan putri mahkota mereka, athanasia

dan seakan ikut menangisi kepergian athanasia, langit terus menerus mengeluarkan hujannya.

"ayah.. kenapa kita harus kemari sekarang?? bukan kah sekarang sedang hujan??" seorang bocah berumur 6 tahun bingung dengan kedua orang tuanya yang tetap memaksakan untuk pergi ke sebuah makam.

makam itu milik athanasia, ya memang seharusnya makam anggota kerajaan itu di pisah.. namun claude memerintahkan para prajurit untuk memakamkan athanasia di makam rakyat, hal itu lah yang membuat rakyat semakin sedih dan mendatangi makam athanasia secara bergantian.

seperti sekarang nampak seorang lelaki berumur 40 tahun sedang menenangkan istrinya yang menangisi makam athanasia

"kasihan sekali mendiang tuan putri mahkota kami ya tuhan.." sang istri yang berumur 38 tahun terus mengumamkan hal tersebut sembari terus menangis

anak mereka yang masih berumur 6 tahun dan tidak mengerti apapun hanya bisa berdiri dan menatap makam athanasia.

makam athanasia sangatlah simpel, hanya sebuah batu nisan di atas tanah. di batu nisan itu tertera tanggal kematian dan kelahiran athanasia, untuk namanya pun hanya di tuliskan 'athanasia' tanpa marga anggota kerajaan.

'matahari obelia yang dingin' itulah nama panggilan claude karena telah membunuh athanasia. bangsawan dan rakyat semakin berhati hati untuk bersikap di depan claude karena bisa jadi mereka akan di bunuh seperti athanasia yang merupakan anak kandung claude sendiri..

claude sendiri tidak pernah mengunjungi makam athanaia sekalipun.. 'sungguh tragis kehidupan putri athanasia..' itu yang di pikir kan oleh semua orang baik bangsawan maupun rakyat..

.

.

.

"sudahlah nona zenith, saya yakin mendiang putri athanasia tenang di atas sana" seorang pelayan berusaha menenangkan zenith yang tersedu sedu

izekiel hanya bisa duduk terdiam, ia masih berharap semuanya hanya mimpi. roger terduduk di kursinya memijat pangkal hidungnya, memang ia menganggap athanasia sebagai rintangan di rencana nya.. tapi tidak seperti ini juga. bagaimanapun juga athanasia merupakan anak claude juga..

"kyaaaa!! nona zenith pingsan!!" para pelayan pusing bukan kepalang. mereka terburu buru menggendong zenith dan membawanya ke kamar. roger dan izekiel hanya bisa menatap bergeming.

setelah sampai di kamarnya, zenith di tidurkan di kasur.

"ugh.."

"nona jangan bergerak dulu.. nampaknya nona kelelahan karena menangis tanpa henti.." sang pelayan menghentikan zenith yang terbangun untuk bergerak

"ah.. baik.." zenith tersenyum kecut

"bagaimanapun juga nona merupakan korban dari peracunan yang saya ragu kalau putri athanasia yang melakukannya.. dokter mengatakan racun tersebut kemungkinan besar masih ada di tubuh nona.. jadi nona harus beristirahat dulu, ya?" sang pelayang menaikan selimut zenith hingga ke dada zenith

"baiklah.. tapi esok kau harus menemaniku ke pemakaman putri.. aku ingin.. bertemu dengannya" air mata zenith keluar untuk kesekian kalinya

"baik nona, saya pamit undur diri dulu.. semoga nona dapat istirahat dengan nyaman"

the truthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang