"Jena-- ERIC ANJIR YA! BADAN GUE SEGEDE GINI MASIH JUGA GAK KELIATAN?" teriak Sungchan, ketika bola futsal yang dilemparkan Eric mengenai dadanya. "Untung gue bukan cewek, jadi gak kempes." gumamnya sambil mengusap dada setelah berhasil duduk di kursi hadapan Arin."Apa?" tanya Jena langsung.
Sungchan mendecak, "Lo kelamaan deket sama Kak Wonwoo jadi ketularan irit ngomong deh, Na, heran. Orang pdkt tuh berbagai kasih sayang, berbagi cinta, bukan berbagi kepribadian."
"Banyak omong deh, Sungchan. Gue lagi mens nih, gak usah berisik." protes Arin sambil memegangi perutnya yang kram.
Sungchan mendelik, kemudian kembali menatap Jena. "Ada yang nyariin lo di koridor. Dikerubungin cewek-cewek tuh, buruan samperin sebelum di culik ayam kampus."
"Kak Wonwoo? Apa Kak Jake?" tanya Jena, meraih tali tasnya untuk segera ia pakai.
"Bukan, gue gak kenal." Sungchan menggeleng.
Jena mengernyit, "Siap--" Matanya seketika melotot, kemudian menoleh pada Arin.
"Si bangsat." bisik Arin dengan matanya yang juga membelalak.
Tanpa basa-basi, Jena dan Arin langsung berlari keluar kelas tanpa mengindahkan Sungchan yang kaget dengan tingkah mereka barusan. Apalagi mendengar kata si bangsat, walaupun keliatannya Sungchan nakal, tapi dia berani bersumpah gak pernah ngomong kotor. Kecuali kalo lagi emosi.
Mata Jena memicing melihat ke ujung koridor dimana seseorang tengah berdiri sambil bersandar di meja dekat pintu masuk. Pandangannya fokus pada layar ponsel, padahal ia sedang menjadi pusat perhatian banyak wanita.
Benar, Lee Heeseung dengan kemeja dan juga celana jeans nya.
Arin menarik lengan Jena, menbuat langkah Jena memelan. "Lo gak bilang bentukan si bangsat kayak gini?"
"Kayak gimana?" Jena mengernyit.
"Ini mah bukan si bangsat, tapi si ganteng, Anjir." bisik Arin, sedikit terpesona oleh Heeseung walau Jake masih menduduki tahta utama di hatinya.
Jena mendecak, menepis lengan Arin agar ia bisa berlari mendekat pada Heeseung. "Kak." panggilnya.
Heeseung mendongak, dengan sebelah alisnya yang terangkat. Begitu melihat Jena, ia langsung tersenyum. "Eh," ia memasukan ponselnya ke dalam kantung celana. "Kamu masih ada kelas?" tanyanya.
Jena menggeleng, "Enggak. Kenapa?" lalu ia melirik Arin yang baru saja sampai. Temannya itu masih terlihat melongo.
"Belum baca chat Kak Jeno ya?" Heeseung menebak, Jena menggeleng. "Disuruh jemput kamu, sekalian arahin jalan ke kantor Kak Jeno. Aku ada urusan di sana."
Mulut Jena terbuka sedikit, "O-oh." ia melirik Arin. "Yauda, ayo."
Heeseung mengangguk, "Aku tunggu di parkiran ya." ujarnya kemudian melempar senyum sebentar ke Arin sebelum melenggang pergi.
Arin terengah-engah, rasanya kehabisan nafas setelah disodorkan visual Heeseung di depan mata, "Gue merasa bersalah banget manggil dia si bangsat." ujarnya dramatis. "Waktu itu gelap sih gue gak nyangka dia seganteng ini, mana tutur katanya sangat lembut."
Jena menatapnya jijik, "Lo lebay." komentarnya. "Gue pulang deh, ya."
Arin mengangguk, "Siap. Nanti kalo Kak Wonwoo nanya--"
"Nanya apa?"
Kan, lagi-lagi Jeon Wonwoo si tukang tiba-tiba muncul.
"Eh," Jena memutar badannya. "Gue-- pulang duluan ya, Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Her Choose || Lee Heeseung Enhypen
FanfictionLanjutan dari I Want You to Stay || Lee Heeseung ✨ "Susah sih, buang mantan pada tempatnya tapi tempat mantan masih tersedia di dalam hati. Gimana mau move on?" - Arin.