Chapter 18

631 85 4
                                    

Seperti biasa, Jena menyiapkan sarapan untuk Jake yang baru saja bangun dari tidurnya. Semalam memang Jake yang bertugas untuk menemani Heeseung, gantian sama Jena.

Jena meletakkan semangkuk bubur ke atas meja, juga dengan segelas air hangat. "Arin jadi ke sini?" tanyanya.

Jake mengangguk, "Jam sepuluh-an katanya." jawab Jake. "Thanks, Na."

"Ih, Kak! Sikat gigi dulu!" tegur Jena, tepat sebelum sesendok bubur masuk ke dalam mulut Jake.

Tapi Jake tidak menghiraukan, ia tetap memasukkan buburnya ke dalam mulut. "Sekalian mandi aja nanti." balasnya, sementara Jena bergidik jijik.

Seperti biasa, Jena kembali duduk di samping ranjang Heeseung dengan segelas teh manis hangat yang ia letakkan di atas nakas. Tak lupa sebuah buku novel yang ingin ia tamatkan hari ini.

"Halo," sapa Jena, pada Heeseung yang sudah pasti tidak akan dibalas. Memang kebiasaan Jena, selalu menyapa Heeseung. Jadi, Jake juga tidak menganggapnya aneh lagi.

Novel kali ini bergenre thriller, yang menjadi kesukaan Jena akhir-akhir ini. Walaupun Jena masih lebih suka romance, namun genre itu malah kadang membuatnya sedih. Jadi Jena sedang menghindari novel bergenre romance sekarang.

Hingga tiba saatnya ada adegan dimana sang pembunuh menemukan tempat persembunyian korbannya. Jena ikut bergidik, tak sadar ia meraih tangan Heeseung untuk ia genggam. Seketika pikirannya menghangat.

Sedang asik membaca, tiba-tiba Jena merasakan pergerakan aneh.

Matanya melebar, begitu melihat jari tangan Heeseung yang bergerak seperti sedang meremas tangannya. Pergerakannya sangat lembut, tapi Jena dapat merasakannya.

"Kak Jake!" Jena berseru, ia panik sendiri padahal ini sebuah tanda yang bagus bukan?

Jake yang sedang menyantap buburnya langsung berdiri panik.

"Tangan Kak Heeseung gerak!" Jena menunjuk tangannya yang masih merasakan pergerakan Heeseung.

Buru-buru Jake berjalan menghampirinya, ikut melihat apa yang saat ini sedang Heeseung lakukan.

Jake tersenyum hangat. Ia tidak bisa menahan rasa senangnya, apalagi Jena. Tangan Jake beralih menepuk kepala Jena, "Mungkin dia lagi ngasih tau lo kalo dia baik-baik aja." celetuknya.

Senyum Jena melebar. Sebenarnya mata Jena sedikit memanas, tapi ia menahannya. Kejadian menyenangkan seperti ini tidak seharusnya ia rayakan dengan tangisan.

Jena mengangguk-angguk, mengelus punggung tangan Heeseung dengan ibu jarinya.

Jake tersenyum, "Gue mau mandi dulu."

Jena mengangguk ke arah Jake, kemudian kembali pada Heeseung. Setelah memastikan Jake masuk ke dalam kamar mandi, Jena sedikit berdeham. "Makasih, Kak." ujarnya pada Heeseung, lalu kembali membuka novelnya dan lanjut membaca.



• • • • •



"Makasih, Mas." ucap Jena begitu makanan pesanannya diantarkan. Hanya semangkuk ramen dengan potongan daging sapi dan juga segelas ocha dingin.

Jake menberikannya waktu luang untuk sekedar mencari udara segar. Kebetulan Jake juga sedang menunggu Arin yang tadi pagi tidak sempat datang karena ada acara keluarga mendadak.

Tapi ini cukup menyenangkan bagi Jena. Walau sedikit sedih, Jena sudah lama selalu berpergian sendiri.

Jena menuangkan chili oil ke dalam mangkuknya, kemudian mengaduknya dan mulai menyantap ramennya.

Let Her Choose || Lee Heeseung EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang