04:04

51 12 2
                                    

*masih di malam sebelumnya.

Rangkaian Teriakan dan kegaduhan sebelumnya sudah berhenti, karena mempertimbangkan kondisi kesehatan Krist yang baru pulih maka untuk malam ini ku putuskan untuk bersembunyi di suatu tempat setidaknya sampai pukul 3 sebelum bell ketiga berbunyi dan memaksa kami untuk bermain.

Jika memang permainan ini harus dimainkan dengan benar maka ada kemungkinan bahwa kelompok pembunuh akan benar-benar melakukan pembunuhan, aku tidak akan mempercayai siapapun.

Aku menarik Krist ke sebuah ruangan, ruangan itu tidak terlalu besar dan berisi beberapa rak buku menjulang tinggi menempel pada dinding sedangkan di tengah ruangan terdapat satu set sofa dan meja kecil dengan sebuah lampu baca diatasnya. Ini salah satu dari 3 ruang baca yang terdapat di vila ini, dengan melihat kearah bingkai foto yang tergantung di dekat jendela siapapun dapat mengetahui pemilik dari ruang baca ini.

Foto itu adalah foto Tay.

Ruang baca ini miliknya.

Aku mendudukan Krist di sofa lalu mulai memandang sekeliling. Di masa lalu setiap musim panas aku akan ikut bersama keluarga Tay untuk menginap di villa ini dan tidak jarang Tay akan mengajakku ke ruang baca miliknya hanya sekedar untuk memamerkan buku langka koleksi terbaru miliknya atau hanya sekedar duduk sambil meminum secangkir teh.

Kenangan masa lalu menyeruak masuk dalam ingatanku, dapat ku rasakan bahwa pandanganku mulai terhalang kabut tipis yang mulai menebal. Yah jika diingat kembali pada hari dimana aku melihat Tay dalam kondisi yang sangat mengerikan dan juga hari dimana aku melihat isi tubuhnya dimakan, tidak pernah sekalipun aku menangis.

Hati ku terlalu terpaku pada kenyataan bahwa aku iri padamu, mati lebih dulu tanpa harus mengalami apa yang ku alami sekarang.

Di hari pertama aku melihat tubuhmu yang terkoyak aku merasa iba.

Di hari kedua aku melihat isi tubuhmu dimakan aku merasa putus asa.

Dan hari ini tepat saat aku kembali ke ruang baca milikmu barulah aku merasa bahwa meskipun kematianmu tidak layak namun itu jauh lebih baik.

Melihat kembali pada malam sebelumnya dimana aku memohon dalam hati agar tuhan mengasihani aku dan memberiku kematian yang mudah, betapa egoisnya.

Maaf Tay.

Aku mengusap wajahku dengan kasar agar jejak air mata itu menghilang namun mata merah dan bibir pucat ini tidak bisa ku apa-apakan. Aku merenung sejenak melihat ke luar jendela, di luar terlihat awan tebal menghalangi sinar bulan serta hamparan rumput di halaman hapir tidak bisa terlihat dan terkesan suram.

Aku ingin keluar.

Setelah menunggu beberapa jam akhirnya bell berbunyi tepat pada saat jam menunjukan pukul 3 dimana aku dan Krist bisa memulai permainan ini.

Baiklah, ayo kita pulangkan mereka semua dan akhiri permainan konyol ini.

Aku menatap Krist dan ia pun mengangguk, kami pun dengan perlahan mulai berjalan kearah pintu dan membukanya perlahan. Apa yang menyambut penglihatan kami adalah lorong panjang gelap gulita, sangat hening bahkan suara detak jantungku dapat terdengar dengan jelas.

Aku dan Krist berjalan perlahan menyusuri koridor yang gelap itu, langkah demi langkah dibuat sehening mungkin seakan takut membangunkan singa yang sedang tertidur.

Malam ini pencahayaan lebih buruk, jika bisa aku ingin menyalakan lilin tapi salah satu peraturan mengatakan bahwa tidak boleh ada setitik pun cahaya saat permainan sudah dimulai selain pada saat membakar kertas pemulangan.

Menyusahkan.

Dapat kurasakan pergelangan tangan Krist menegang seiring dari lengkah kami yang mulai mendekat kearah ruangan teater tempat kami berkumpul sebelumnya, aku berharap setidaknya ada orang yang memiliki pemikiran yang sama seperti ku untuk kembali ke ruangan itu dan mulai bekerja sama.

KILLING HUNTER [PERAYA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang