10

2.6K 499 334
                                    

"41." Beby memandangi coretan yang ia buat di dinding sambil melipat kedua tangannya di belakang punggung. Sudah sebulan lebih ia di sini, tidak ada tanda-tanda teman-temannya menemukannya di sini. Apa sesulit itu menemukan tempat ini? Azizi membuat rencana penculikan itu dengan sangat matang sepertinya.

Beby duduk di kasurnya kemudian menunduk, memainkan dua batu yang sedari tadi ia pegang. Jika penculikan ini sangat berencana, sudah dapat dipastikan Azizi bekerja sama dengan salah satu orang yang ada di kantornya dan orang itu punya kuasa. Azizi masih hidup saja menurut Beby sudah sangat aneh, berarti masalah ini sudah ada sejak tujuh tahun yang lalu ketika Azizi dieksekusi, ada yang salah dari eksekusi Azizi. Satu-satunya orang yang bertanggungjawab hanyalah Veranda. Apakah Veranda mengkhianatinya? Beby menggeleng, tidak mungkin.

Pintu tiba-tiba saja terbuka, Beby mengangkat kepalanya dan memicingkan mata ketika melihat siapa yang datang. Beby berdiri, "Dey?"

Gadis yang ternyata bernama Dey itu mengangguk sambil tersenyum, "Gimana masih betah atau udah siap mati?"

Beby membalas senyuman itu, "Aku menyerahkan hidup dan mati aku pada pengendali takdir." Beby memandangi garis di tembok yang menunjukan sudah berapa hari ia di sini. "Apa setelah orang tua kamu meninggal, kamu jatuh miskin?"

Dey menggeleng, "Ngga, harta warisan dari mereka disatuin, dikelola sama Muthe dan Indah jadi aku dapet bagian cukup banyak tiap bulan. Kenapa?"

Beby menunjuk ke arah persediaan makanannya yang sudah habis, "Kamu bahkan gak mampu biayain orang yang culik kamu, kamu tau nama aku masuk daftar 10 orang terkaya di negara ini? Kamu gak mampu biayain aku, kamu miskin."

"Jaga mulut kamu!" Dey menunjuk Beby dengan tajam. "Aku kaya! Ada uang miliaran di saldo rekening aku!"

Beby menepis kasar tangan Dey, "Aku gak akan percaya sebelum kamu kasih aku banyak persediaan cemilan dan pembalut, beliin aku hodie mahal juga kalo kamu mampu." Beby memasukan kedua tangannya ke saku celana dan tersenyum menyebalkan. "Aku gak yakin sih kamu bisa kasih itu, kamu kan miskin dan rakyat jelata."

"Ok akan aku buktiin aku mampu beli segalanya." Dey mendelik malas pada Beby. "Aku juga akan beli minuman yang mahal, kamu pasti belum pernah ngerasain mabuk pake minuman semahal itu."

"Ya udah kalo kamu merasa mampu." Beby mengeluarkan tangan dari saku celananya kemudian duduk. "Aku akan berusaha percaya meskipun ragu sih ya, tampang kamu kaya orang miskin."

"Nyebelin banget sih." Dey menghentak-hentakan kakinya lalu melempar pandangan pada coretan yang ada di dinding. "Ini apa?"

"Itu jumlah kekayaan aku, satu baris satu miliar, aku tulis biar aku gak lupa sebanyak apa harta yang aku punya." Beby memandangi wajah samping Dey yang terlihat percaya. Ternyata tidak ada yang berubah, Dey tetap gadis bodoh yang suka mabuk dan haus birahi. Beby mengembuskan nafas, ia merasa direndahkan karena diculik oleh orang sebodoh itu. Apa tidak ada orang yang lebih pintar dari mereka? Beby berharap ada satu orang pintar yang ada di balik penculikan ini agar harga dirinya tidak serendah ini.

"Ada penyerangan," ucap salah satu anak buah Dey.

"Siapa mereka?" tanya Dey panik karena takut mereka mengetahui keberadaan Beby.

"Kami sedang mencari tau."

"Itu temen-temen aku yang akan menyelamatkan aku." Beby tersenyum.

"Justru teman kamu yang merencanakan semua ini, dia gak mungkin membiarkan teamnya untuk mengendus keberadaan kamu di sini."

Senyum Beby langsung pudar mendengar itu, ia menggeleng tidak percaya, "Kamu bohong."

"Kamu bisa lihat nanti."

ENIGMA II [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang