EPILOG

3.8K 560 136
                                    

Marsha yang sedang melamun sendirian jadi terkesiap ketika menyadari kehadiran Ara di sampingnya. Marsha menatap Ara dan sedikit menganggukan kepalanya sebagai tanda hormat. Setelah itu, ia kembali melempar pandangan jauh pada semua temannya yang sedang berlatih. Marsha sudah selesai karena ia berhasil menyelesaikan tantangan lebih dulu yaitu mengumpulkan 1000 poin dalam memanah.

"Kamu selesai sejam lebih dulu dibanding mereka." Ara membuka bahan pembicaraan.

"Kalo masih ada Ratu, mungkin Ratu bisa sedikit menandingi kecepatan panah aku." Marsha melipat kedua tangannya di belakang pinggang, memperhatikan Christy yang paling cepat di antara mereka. Sementara Jinan masih sangat lambat. Dari sini seharusnya bisa dilihat siapa yang kemampuannya paling sempurna.

"Kamu dididik sama kak Viny lebih lama dibanding mereka?"

Marsha menggeleng. "Aku emang lebih dulu dateng tapi jaraknya cuma beberapa bulan." Marsha menatap Ara. "Kamu juga dulu sama yang lainnya latihan bareng 'kan? Kenapa kamu bisa yang paling unggul dalam hal apapun?"

"Orang-orang yang berlari di garis start bersama bukan berarti akan sampai di garis finish bersama juga," jawab Ara tanpa menatap Marsha. "Pergerakan kaki setiap orang selalu berbeda."

Marsha mengangguk paham. "Kenapa dari awal bukan kamu yang pimpin? Kenapa harus kak Viny sama kak Beby dulu? Dan kenapa mereka mimpin berdua, kamu sendiri?"

Ara menautkan alis mendengar pertanyaan beruntun yang Marsha lontarkan. Ara menatap Marsha yang ternyata masih menatapnya. "Kata kak Viny, dulu aku masih sering becanda makanya aku belum cocok jadi pemimpin."

"Pengaruh candaan sebesar itu sampai kamu ditahan lebih tujuh tahun sebelum dipercaya jadi pemimpin? Bukannya kemampuan kamu udah lebih dari cukup?" Marsha masih tidak mengerti.

"Kalo pemimpin hanya boleh dipegang oleh orang yang kemampuan bela dirinya baik, kak Veranda sama kak Shani jauh lebih cocok dari pada kak Beby atau kak Viny." Ara tersenyum. "Menurut kamu kenapa kak Viny lebih pantas memimpin dari pada kak Veranda?"

"Karna kak Viny lebih cerdas?"

"Ada yang lebih penting dari kekuatan, yaitu kecerdasan. Kekuatan bisa diwakilkan oleh orang lain tapi kecerdasan ngga. Kak Viny bisa angkat telunjuknya untuk memerintahkan orang lain jika dia butuh kekuatan, tapi kak Veranda gak akan pernah bisa angkat telunjuknya untuk menyuruh orang lain jadi cerdas dan mengerti."

"Lalu kamu?"

"Aku punya keduanya tapi saat itu aku belum bisa membaca situasi kapan aku harus serius dan kapan harus becanda, aku hanya harus melangkah satu tangga untuk naik ke level lebih tinggi kedewasaan."

Marsha mengangguk-anggukan kepala. "Aku ngerti sekarang," jawabnya seraya tersenyum.

"Aku mau kasih tau kamu sesuatu." Ara menarik bahu Marsha dan menyimpan kedua tangan di bahunya. "Hal yang paling penting itu ini." Ara menunjuk dada Marsha. "Hati, karena di sini letak dari segala kebenaran berada. Jika sebelumnya aku mengatakan kecerdasan lebih penting dari kekuatan, hati nurani sudah pasti jauh lebih penting dari kecerdasan. Nurani melahirkan cinta dan kasih sayang."

Marsha hanya diam, menunggu Ara selesai berbicara.

"Setinggi apapun kecerdasan kamu, sehebat apapun kekuatan kamu, tapi kalo di hati kamu gak ada kebaikan dan kasih sayang sedikitpun, semua itu gak akan berarti di sini."

"Apa punya kebaikan, tapi apa kasih sayang juga penting? Apa aku harus menyayangi mereka semua?" Marsha menunjuk semua temannya. "Untuk apa? Aku bahkan dimusuhi sama mereka. Jinan dan Jessie selalu menatap aku dengan penuh kebencian. Cindy, Christy sama Jesslyn gak pernah peduli sedikitpun sama aku. Aku bisa berdiri sendiri tanpa mereka." Marsha menghempaskan kembali tangannya seraya mengembuskan nafas berat.

ENIGMA II [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang