Dua bulan berlalu sejak kematian Dey dan Ratu. Tidak ada istirahat sama sekali, Ara membuat peraturan baru bahwa sampai batas waktu yang ditentukan, semua adik-adiknya tinggal di kantor. Tidak berhenti sampai di sana, ia menyuruh mereka untuk berlatih dari pagi sampai malam. Tentu saja peraturan itu membuat semua adiknya bingung karena mereka merasa kemampuan mereka sudah tidak pantas diragukan, sementara Ara malah melatih mereka dari dasar, seakan-akan mereka adalah murid yang baru belajar bela diri.
Sekarang Ara mengajak semua adiknya untuk berdiri di depan bangunan yang sudah ia siapkan, ini adalah gedung bela diri di kantornya.
"Gedung ini udah aku setting untuk tes. Selama dua bulan aku sudah mengajarkan bagaimana caranya melatih insting, kalian harus memperkuat insting kalian. Semua serangan di dalam gak main-main, kalian harus bekerja sama atau kalian akan mati bersama," jelas Ara membuat semua orang yang mendengarnya terkejut, termasuk Viny dan Shani yang ada di sana.
Marsha menunduk, berusaha menahan emosinya. Semua pelatihan yang Ara lakukan selama dua bulan ini sudah membuatnya cukup tersiksa, ia bahkan tidak bisa menikmati malam-malamnya bersama Ashel karena seluruh tubuhnya sakit. Semua itu seakan tidak cukup, Ara malah melemparnya pada kematian.
"Inget, ini bukan pelatihan tapi pembuktian." Ara kembali berbicara.
"Ratusan pertarungan kami menangkan, ribuan orang jahat di luar sana mati di tangan kami dan kamu masih butuh pembuktian?" Marsha tidak bisa menahan emosinya lagi, sudah cukup ia menahan semua hal yang berputar di pikirannya karena ia menghormati keberadaan dan jabatan Ara.
Jinan langsung menatap Marsha. Sebenarnya ia setuju dengan Marsha, semua pelatihan ini hanya membuatnya dipandang lemah oleh Ara. Namun, ia tidak punya keberanian untuk mengatakan isi pikirannya pada Ara apalagi dengan nada suara yang mengintimidasi seperti itu.
"Kamu melatih kita seakan kita orang yang baru belajar bela diri padahal bertahun-tahun kita dilatih dan dididik kak Viny. Jika ada pelatihan ulang, kamu bukan hanya tidak menghargai kemampuan kami tapi juga pelatihan yang pernah kak Viny berikan." Marsha memberanikan diri menatap Ara, bola matanya tampak sedikit bergetar, ketakutan dan emosinya bersatu.
"Dia harus diam, kak, Ara tau apa yang terbaik buat kelompok yang sedang dia pimpin, gak seharusnya Marsha mempertanyakan itu," bisik Shani khawatir kalimat Marsha akan memancing keributan baru atau yang lebih parahnya lagi emosi Ara ikut terpancing.
"Mereka di sini bukan budak, jika mereka keberatan akan sesuatu, mereka bisa menyampaikannya."
Shani hanya bisa mengembuskan nafas mendengar jawaban Viny. Sia-sia memang mengkritik Marsha di depan Viny, Viny pasti selalu membela adik kesayangannya itu. Kadang-kadang ia bingung, pasangan Viny itu dirinya apa Marsha?
Ara memicingkan matanya seraya bergerak mendekati Marsha dan berhenti tepat di depannya. "Apa pandangan kita pada pedang yang diasah ulang itu berubah jadi silet? Pedang tetap pedang meski diasah berkali-kali. Kita tidak meremehkan tajamnya hanya karna kita mencoba mengasahnya." Ara mendelik pada Marsha sebelum akhirnya berjalan meninggalkannya.
"Kita tidak meremehkan pedang tapi tentu kita meragukan tajamnya makanya kita asah."
Ara berbalik dan tersenyum. "Bukan meragukan, tapi kita butuh memastikan apa ketajaman pedang itu pantas untuk kita bawa bertarung atau tidak."
"Udah dua bulan kita dilatih, kita latihan dari jam 7 pagi kadang sampai jam 12 malam. Apa perlu sekeras ini untuk bikin kamu yakin sama kemampuan kita?" Mata Marsha sudah berkaca-kaca karena saking emosinya, tetapi ia tidak bisa melakukan apapun selain mengungkapkan isi pikirannya. Nafasnya terengah-engah sampai bahunya naik turun.
"Aku akan berhenti melatih sampai kemampuan kalian sama seperti aku." Ara mengambil pistol di pinggangnya dan ia arahkan pada Marsha. "Silahkan mengundurkan diri jika kamu menyerah." Ara mengangkat pistolnya ke udara lalu menembakannya hingga tidak lama dari sana, 20 orang anak buahnya datang, berdiri mengelilingi gedung itu dengan pistol di tangannya. "Kalian akan ditembak jika kalian lari lewat pintu depan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA II [END]
Fanfiction"Berhati-hatilah sekali dengan musuhmu dan berhati-hatilah seribu kali dengan temanmu."