14

2.4K 517 90
                                    

"Dia kemarin udah berusaha ngecek mobil pake semua alat pendeteksi kamera tapi tentu saja gak akan terdeteksi," ucap Vivi pada Ara yang baru saja datang tepat pukul 11 siang. "Dia keluar tadi jam 8 pagi ke kantor pengacara buat minta urusin semua aset kepemilikan jadi atas nama ibunya."

Ara hanya mengerutkan dahi mendengar semua kalimat itu, satu yang ia pertanyakan; apa yang sebenarnya Ratu lakukan? Untuk apa gadis itu memindahkan semua aset pada ibunya yang sudah sangat tua? Apa Ratu sudah menduga bahwa mereka mengetahui semuanya? Ara mengembuskan nafas lelah lalu melirik pada Viny yang sedari tadi melamun, wanita itu masih tidak punya tenaga untuk melakukan apapun.

"Coba ke kamera Marsha."

"Bukan urusan lo!" Dey berteriak tepat di depan Indah yang sejak tadi pagi sibuk menghubunginya dan menyuruhnya untuk datang ke kantor. Dey mengalihkan pandangan pada Ashel dan Muthe kemudian berdecih. "Kalian keroyokan nyerang aku? Rugi perusahaan ini aku ambil uangnya? Kalian mulai perhitungan?"

"Gak ada penyerangan apapun, kak. Apa aku selama ini pernah protes karna aku kerja keras sementara kakak tinggal ambil hasilnya? Ngga." Muthe menggeleng. "Aku cuma khawatir hp kakak mati terus kakak ambil uang ratusan juta bahkan sampe miliar hanya dalam waktu empat bulan."

Marsha yang duduk di sofa jadi melirik ke arah mereka, alisnya bertautan, kenapa waktu hilangnya Dey sama percis dengan hilangnya Beby? Marsha mengalihkan pandangan seraya meneguk minuman kaleng yang ia pesan. Apakah yang selama ini Chika ucapkan benar? Azizi masih hidup dan besar kemungkinan Azizi bekerja sama dengan Dey. Melihat jumlah helikopter yang cukup banyak juga ratusan anak buah, sudah dapat dipastikan mereka pasti habis uang puluhan miliar untuk menyewa itu semua.

"Empat bulan itu sama percis kaya waktu hilangnya kak Beby," ujar Chika tiba-tiba saja berdiri dari tempat duduknya. "Aku udah bilang berkali-kali, Azizi masih hidup! Dia kerja sama bareng Dey buat balas dendam!"

Viny mengerutkan dahinya yang tiba-tiba saja berdenyut kemudian menatap Chika dan berkata sedikit tegas, "Berenti dengan omong kosong kamu, Azizi mati, jangan uji kesabaran aku."

"Kak Viny gak selamanya benar, kak!" Chika langsung menatap Viny. "Ok iya mungkin feeling kak Viny dari awal bener tentang Ratu pelakunya atau tentang kak Beby yang diskap di pulau itu, tapi apakah akan selamanya benar?" Chika mengeleng. "Ngga. Aku liat pake mata kepala aku sendiri Azizi masih hidup."

"Aku bilang diem."

"Tap-"

"Chika."

Chika kembali duduk dengan emosi ketika Ara mulai menegurnya. Apakah Ara tidak bisa menghentikan keegosian Viny yang selalu merasa benar atas segalanya? Kenapa Ara harus diangkat jadi pemimpin jika segala aturan juga keputusan masih sepenuhnya ada di tangan Viny? Ini sangat tidak adil, seakan-akan semua orang tidak punya kebebasan untuk bersuara, padahal tidak semua suara harus satu melodi dengan isi otak dan apa yang Viny inginkan. Aneh sekali.

"Ke mana kamu selama empat bulan?" Indah berjalan perlahan mendekati Dey dengan tatapan curiga, pasalnya ia juga mengetahui Beby hilang sudah empat bulan. Indah menarik kasar tangan Dey dan mencengkram rahangnya. "Lo ke mana selama empat bulan ini?!" Emosinya sudah tidak bisa ia kendalikan.

Dari luar, Jessie cukup terkejut mendengar teriakan dari kekasihnya. Bayangkan saja orang yang selama ini selalu bertutur kata lembut tiba-tiba bertetiak begitu menyeramkan. Jessie bersandar di dinding, apa sifat asli Indah memang keras?

"Gue udah bilang bukan urusan lo!!" Dey mendorong keras bahu Indah dan menunjuknya. "Lo emang anak pertama di keluarga ini tapi inget, lo bukan kakak gue!!" Dey berusaha untuk keluar dari ruangan, tetapi langkahnya dihadang oleh Ashel.

ENIGMA II [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang