"Johnny, kali ini saja demi ibumu"
Kembali pria berambut hitam legam yang disisir rapi itu membuang muka. Jangankan membalas tatapan pria tua di hadapannya bahkan untuk bernapas dengan normal di ruangan itu pun ia tidak bisa.
"Kau selalu mengeluarkan kartu as tanpa melihat situasi apapun. Benar-benar bukan seorang ahli"
"Katakan saja aku payah, tak masalah selama kau bisa kupercayakan untuk hal ini"
Tak sanggup menahannnya lagi dan lagi kini Johnny dengan serius menatap ayahnya. Ya, itu ayahnya.
"Bukan tentang percaya atau tidak tapi ini tentang kewajiban. anakmu yang seharusnya mengemban ini lagipula dia yang selama ini kau puji, yang kau selalu tunjukkan kepada orang-orang, yang selalu kau berikan segalanya, terlepas dia adalah anak kandungmu memang hanya dia yang pantas memegang tanggung jawab ini"
Yunho mengangguk lalu mengeluarkan sebuah portable disk dan sebuah black card.
"Ayah sadar akan hal itu Johnny, tapi melihat Jaehyun seperti itu apa boleh buat? Kau lebih berkompeten, kau bersih dari catatan apapun, kau juga cerdas. Bantu ayahmu kali ini saja, ya?"
"Di saat seperti ini kau baru sampai hati untuk mengapresiasiku?"
"Johnny—"
"Sampai kapan?"
Yunho mengeratkan tautan jemarinya di atas meja. "Sampai Jaehyun berani"
Johnny mengambil kedua benda di atas meja di depannya. Ia melenggang pergi, sebelum benar-benar meninggalkan ruangan ayahnya ia sempat berkata
"Setidaknya berikan dia api, aku yang akan memberikannya solar"
Yunho terkekeh dalam diam menatap punggung putra angkatnya menghilangan di balik pintu. Ucapan Johnny membuat perutnya tergelitik sekaligus sakit, perkataan yang pedas.
***
Dance floor di aula besar terlihat penuh dan sesak dengan orang-orang yang datang mencari hiburan. Entah hiburan atau healing yang banyak orang katakana sebagai alibi untuk melihat tarian seorang Ten di salah satu panggung di aula besar itu.
Tidak ada yang mengalahkan jumlah pengunjung di tempat diskotik selain hari di mana Ten memiliki jadwal di sana. Seperti sekarang ini, baru saja Ten menaikkan satu kakinya di atas kursi sudah membuat gemuruh pononton menggema.
"Hari ini aku akan membawakan sesuatu yang spesial"
Ten kemudian mengintari kursi dengan anggun mengikuti alunan music yang mellow.
"Untuk kalian..."
"Yang terbakar api"
Ten membalik kursi hingga ia dapat bersandar pada punggung kursi dengan estetik. Ia tersenyum tipis kemudian memberikan smirk mesumnya kepada audience.
"Api kegilaan duniawi yang menenggelamkanmu ke dalam kecemburuan"
"Pangkat jabatanmu"
"Angka pada lembar ujianmu"
Tidak hanya menggunakan suaranya yang mendayu untuk menarik simpati audience namun tiap gerakan yang ia buat sangat menarik perhatian. Luwes, penuh penghayatan, terkonsep seperti yang baru ia sebutkan.
Tangannya mengarah ke ujung kemeja hitam kebesaran yang kontras dengan kulitnya. Diangkatnya ujung kemejanya dengan kedua tangan yang menyilang di depan badannya.
Sorak yang tertahan dari penonton siap dilepaskan selama perjalanan tangan Ten yang lambat menanggalkan kemejanya. Tapi sayang desah kecewa yang kemudian memenuhi aula itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Issues [✔️] | Johnten
FanfictionWell, benar, orang asing. Terlebih moodnya sedang tidak bersahabat saat ini dan ia harus segera memasang topengnya lagi karena harus menemui kliennya yang ke sekian malam ini. "Aku melakukan apa yang menjadi kewajiban orang lain, hanya karena ikatan...