"Makan jangan blepotan, bukan anak kecil lagi kan?" pertanyaan itu di lontarkan seorang remaja laki-laki kepada perempuan yang sedang berada dihadapannya, mengeluarkan tisu dari dalam tasnya, lalu membersihkan bibir sang lawan bicara.
"Ck, ini ga sengaja tau." yang tadi dilemparkan pertanyaan menjawab dengan ketus sambil menatap tajam tanda protes.
Dua insan tersebut sedang berada di tempat jajanan pinggir jalan sekolah mereka, waktu menunjukkan jam pulang sekolah sehingga tempat tersebut sangat ramai. Tindakan nya pun mau tak mau menjadi perhatian beberapa orang disana. Menimbulkan reaksi beragam.
Oh ayolah, seluruh warga sekolah mengetahui fakta bahwa mereka hanya sekedar teman, tapi tindakan mereka terlihat lebih dari teman bukan? Kalau dilihat-lihat sebenarnya hanya sang laki-laki, eum atau bisa kita panggil Hujan, Hujan Andaresta, dia yang terlihat lebih menunjukkan sikap perhatian nya.
"Iya-iya, lanjut makan ciloknya" ucap Hujan setelah membersihkan noda yang ada disekitar bibir Pelangi, memberi jeda pada kalimat yang akan diucapkan. "Jangan marah-marah terus, nanti cepet tua. Emang mau Hujan panggil 'Nenek Pelangi', gitu?"
Yang dikatai tidak menjawab apapun, berusaha menahan amarah. Terlihat dari dahi yang mengkerut, dan bibir yang mencebik.
Pemandangan tersebut mau tak mau menimbulkan senyum di bibir sang oknum, "cantik banget sih temennya Hujan"
"Sttt, udah ya hujan gombalnya lain kali aja, sekarang cepet abisin ciloknya." Pelangi berucap sambil meletakkan jari telunjuk di bibir Hujan. "Karena punyanya Pelangi udah abis" lanjutnya sambil memamerkan plastik bungkus cilok yang hanya tersisa bumbu kacangnya saja.
Melihat hal itu membuat senyum kembali terhias di bibir tipis Hujan, mengangguk sebagai bentuk jawaban.
Setelah habis, dan mengucapkan terimakasih, mereka segera pergi menuju motor Hujan yang terparkir tak jauh dari sana.
"Pake helm nya, kalo Hujan bawa motornya kecepetan, tepuk pundaknya Hujan ya." Sambil memberi interupsi, dia membantu Pelangi naik ke motor nya, membantu memasangkan helm, lalu melepas jaketnya sendiri untuk menutupi paha Pelangi.
Setelah itu, Hujan menjalankan motornya menjauhi area sekolah. Sepanjang perjalanan menuju rumah, hanya hening yang tercipta.
Pelangi tenggelam dalam pikirannya, mengingat akan perlakuan manis Hujan untuk nya. Tatapan sendu ia arahkan kepada bahu tegap didepan nya, "Harusnya bukan Pelangi yang kamu perlakuin kayak gini" Pelangi bergumam dengan pemikirannya yang semakin dalam.
"Hm, kamu bilang apa? Maaf, Hujan ga denger" tanya nya sambil memelankan kecepatan motor.
"Eum, tadi abis liat langit. Ternyata warnanya biru, bikin tenang " ucap nya sambil melirik kaca spion yang memantulkan wajah Hujan.
-🌼
gimana?
lanjut? atau berhenti?
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
General FictionBertemu denganmu adalah sebuah ketidaksengajaan, mencintai mu adalah takdir yang aku rencanakan. "Pelangi, kamu hanya manusia biasa, jangan paksa diri kamu untuk tetap terlihat kuat kalau memang kamu sudah dititik lelah." ucapan samar yang menyapu i...