chapter ini bakal panjang, jadi maaf kalo ngebosenin (' . .̫ . ')
happy reading~
-🌈🌼🌧️
"BUNDA AKU MAU MAIN SEPEDA YA!!" teriakan seorang bocah perempuan berumur enam tahun seperti mengisi ruang-ruang kosong dirumahnya.
"Iya, hati-hati bawa sepeda nya. Jangan sampai jatuh lagi." ucapan sang bunda tak begitu ia dengar jelas, karena segera setelah meminta izin, dia sudah mengendarai sepedanya. Seperti tak butuh jawaban dari yang lebih tua, karena dia sudah tau bahwa dia pasti di izinkan.
Begitulah rutinitas sore nya. Dia selalu berkeliling komplek dengan sepeda kesayangannya. Rambut kuncir dua, dengan pipi tembem, dan perut buncitnya. Kalo kata dia sih isi perutnya ice cream, mie, dan susu pisang kesukaannya. Beda dengan sang bunda, yang isinya bayi kucing- kata dia sih begitu.
Omong-omong soal pesan bunda nya yang mengatakan supaya dia lebih berhati-hati dalam bersepeda. Sebenarnya untuk dia, hal seperti jatuh dari sepeda adalah hal yang sepele. Hampir setiap minggu lututnya terdapat luka tersebut. Bukannya sang bunda tak mempedulikan dia, bundanya bahkan selalu mengingatkan untuk selalu berhati-hati. Dia sendiri sudah berusaha untuk berhati-hati, mungkin jatuh ketika bersepeda sudah menjadi kebiasaannya.
Awalnya dia menangis, karena kaget, saat itu dia baru pertama kali merasakan yang namanya jatuh dari sepeda dan terdapat 'sesuatu' dikulitnya yang terasa sakit saat disentuh.
Dia berkeliling komplek dengan sepedanya, menyapa semua orang yang terlihat dalam penglihatan, menimbulkan reaksi gemas orang-orang sekitar. Hingga sampai ke ujung komplek tempat beberapa rumah yang belum dihuni, suasana sepi mencekam membuatnya takut.
Ia bersiap memutar arah untuk kembali kerumah, namun saat ia sedang mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi, netra nya menangkap keberadaan seseorang ditengah jalan yang akan dia lewati, sehingga ia harus mengerem mendadak. Tindakan itu membuatnya jatuh kesamping. Oh sepertinya kali ini bukan cuman kakinya yang luka.
"Aduh tangan aku sakit banget. Kamu kenapa beldili di tengah jalan, kan aku jadi jatuh." yang di lontarkan ucapan kesal tak menjawab apapun, hanya menunduk menatap jalanan aspal.
Karena tak mendapat jawaban yang diinginkan, ia segera mencoba berdiri sendiri, tapi tiba-tiba saja ada tangan mungil lain yang membantu nya berdiri. Dia melihat kearah kirinya, dan terdapat anak tadi. Ternyata setelah dilihat dari dekat dia seorang anak laki-laki yang mungkin umurnya tidak jauh berbeda dari dia, raut mukanya khawatir, melihat luka dilutut nya
"Liat na biasa aja, luka na nda atit. Aku kan punya kekuatan jadi na kuat." kalimat itu keluar dari bibir kecil Pelangi yang membentuk lengkungan keatas.
Setelah mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang sedari tadi terus berkeliaran dikepala kecilnya, dia hanya mengangguk tanda mengerti, bingung juga reaksi apa yang harus diberikan.
Selama perjalanan kerumah Pelangi, suasana sepi, tidak ada yang membuka percakapan.
"Kamu-"
"Aku-"Mereka membuka suara disaat bersamaan yang membuat keduanya tertawa, ah bukan keduanya, hanya si anak perempuan yang tertawa lalu yang satunya hanya menyunggingkan senyuman.
"Aku duluan yang belbicala ya." si perempuan meminta izin, dan hanya dijawab anggukan.
"Aku minta maaf ya udah hampil nablak kamu, aku nda ada niatan mau tablak kamu- salah kamu sendili juga beldili di tengah jalan." ucap nya setengah meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
General FictionBertemu denganmu adalah sebuah ketidaksengajaan, mencintai mu adalah takdir yang aku rencanakan. "Pelangi, kamu hanya manusia biasa, jangan paksa diri kamu untuk tetap terlihat kuat kalau memang kamu sudah dititik lelah." ucapan samar yang menyapu i...