"Kamu sudah tau kalau orang tuamu belom membayar uang sekolah bulan ini?" Tanya Bu Wati setiba mereka di ruang guru.
"Sudah ,Bu," jawab Nora.
"Begini Nora, ibu sebenernya ingin membantu tetapi.." pembicaraan Bu Wati berhenti.
"Tak apa, Bu Wati. Saya mengerti kok, saya juga siap jika saya diberhentikan dari sekolah," kata Nora sudah pesimis.
"Sekolah menawarkan lomba cerdas cermat, hanya 2 perwakilan setiap sekolah dalam bidang IPA dan IPS. Kalau kamu bisa memenangkan ini, sekolah akan membiarkan kamu bersekolah disini dengan jangka waktu 3 bulan," kata Bu Wati dengan senyum sumringah.
"Seriusan kah, Bu? Tanya Nora dengan tidak percaya.
"Sejak kapan saya berbohong , Nora," kata Bu Wati.
" Terima Kasih , Bu. Saya akan bekerja keras," ujar Nora.
"Diadakan 2 minggu lagi, kamu akan belajar dengan Faresta anak IPA selama 2 minggu kedepan. Mengerti?" Kata Bu Wati dengan bersemangat.
"Faresta?" Nora terkejut tidak percaya.
***
Ini hari pertama Nora belajar dengan Faresta di sekolah, mereka tidak belajar pelajaran yang sama namun hanya belajar mandiri dengan pelajarannya masing-masing. Mereka sedang berada di ruang laboratorium sekolah dengan Bu Wati sebagai pembimbing mereka. Nora belajar dengan fokus, bahkan ia meminjam banyak buku-buku dari perpustakaan sekolah.
Hari-harinya hanya dipenuhi dengan belajar dan belajar. Nora berhenti dari kerja paruh waktu dan bimbelnya karena ia ingin fokus terlebih dahulu dengan lomba yang akan dia hadapi.
"Nora ada yang tidak paham?" Tanya Bu Wati sambil menghampiri Nora.
"Sejauh ini belum ada bu, hanya saja saya harus menghafalkan beberapa timeline," jawab Nora.
"Bagus, kerjakan dengan baik. Ibu yakin kamu bisa," kata Bu Wati.
"Terima kasih , Bu," kata Nora dengan tersenyum.
Nora melirik kesebelah tempat Faresta duduk, Ia terlihat sangat fokus dengan kertas coret-coretan dan kalkulatornya. Sesekali Faresta terlihat kesulitan, untung ada Bu Wati yang siap membantu.
Bu Wati memang guru yang sangat pintar. Ia pandai dalam bidang apapun, IPA maupun IPS. Itu kenapa sekolah sangat percaya terhadap Bu Wati jika berhubungan dengan lomba-lomba maupun olimpiade.
Selain itu, Bu Wati sangat rendah hati dan sangat lembut. Apa yang dia lakukan akan dilakukan dengan hati-hati, semuanya dari hati. Ia sangat tidak ingin menyakiti orang-orang sekitarnya terutama murid-muridnya.
***
Semua berjalan semestinya, hingga hari lomba pun datang. Nora sangat tidak percaya diri, Ia takut akan gagal dan tidak bisa melanjutkan sekolahnya.
"Optimis aja, Ra," kata Faresta yang baru datang ke kelas yang biasanya mereka pakai untuk belajar.
"Deg-deg an aja gitu, nasib pendidikan tergantung dari lomba besok,"kata Nora.
"Percaya sama kemampuan sendiri, pasti bisa," kata Faresta.
"Thanks, ya," ujar Nora.
Mereka pun memulai belajar mandiri ketika Bu Wati datang. Sudah 20 menit mereka belajar hingga Nora merasa kepalanya pusing, seketika ia menyentung kepalanya. Bu Wati yang melihat itu khawatir dan mendatangi Nora.
"Kenapa ,Ra?" Tanya Bu Wati.
"Tiba-tiba sakit kepala saya, Bu," jawab Nora.
"Ehh hidung kamu, Ra. Mimisann itu," teriak Bu Wati histeris. Faresta yang melihat langsung segera mengambil tisu di dalam tasnya.
Faresta memberikan tisunya kepada Nora dan langsung Nora pakai untuk menahan darah dalam hidungnya.
"Kamu hari ini istirahat dulu ya, Ra," kata Bu Wati khawatir.
"Tidak apa, Bu. Saya masih kuat kok untuk lanjut belajar,"kata Nora dengan tersenyum lebar.
"Sudah sampai mimisan, mending pulang. Daripada sakit waktu lomba," ujar Bu Wati.
"Yasudah saya nurut, Bu. Saya akan tetap baca-baca kok sampai rumah," kata Nora.
"Tetap istirahat diprioritaskan ya, Nora," kata Bu Wati.
Nora mengangguk mengiyakan dan membereskan barang-barangnya bersiap untuk pulang. Faresta hanya mengangguk dan tersenyum kecil saat Nora melewatinya tanda bahwa semua akan baik-baik saja. Faresta merupakan teman yang sangat baik, dan mendukung saat keadaan apapun.
Di rumah, Nora beristirahat sambil membaca buku-buku materi lombanya. Ia tetap disiplin belajar walaupun kondisinya sedang tidak baik. Namun, tidak sampai setengah jam Nora sudah terlelap tidur. Memang benar ia butuh istirahat karena lelah belajar dan begadang untuk lombanya.
Semua usaha yang sudah dilakukan untuk mencapai tujuan yang kita mau membutuhkan istirahat karena percuma jika kita tidak berhenti dan saat kita mau menggapai puncak malah terjatuh karena lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Struggle
Ficção AdolescenteNora anak SMA kelas 11 dengan hidup serba kekurangan seperti orang tuanya hanya penjual nasi uduk dengan penghasilan sedikit, selalu dibully di sekolahnya, tidak memiliki teman, dan perekonomian keluarga yang sulit. Hanya memiliki kepintaran dan cit...