12. Together with Them

12 6 4
                                    


Tania membuka tiap lembar bukunya. Mencari kertas hasil ulangan matematika. Meski tadi sempat meremas dan berniat membuangnya, tapi sepertinya hilang adalah kemungkinan terburuk yang tidak Tania inginkan saat ini. Gadis itu membuang napas kesal. Seharusnya tadi sebelum ke taman, ia memeriksa barang bawaannya dulu.

"Sudah kubilang, aku bisa membantu." Pemuda itu -yang sudah kalian tahu siapa- menyerahkan kertas kumal akibat remasan pada Tania.

"Kamu membacanya?!"

"Ya, karena aku perlu tahu siapa pemiliknya supaya bisa kukembalikan. Jelas sekali itu kertas ulangan." Rayn masih menyodorkan kertas berlogo Arsawijaya itu sebelum akhirnya diterima Tania.

Tania hampir beranjak sebab Rayn duduk di sebelahnya. Namun pemuda itu menahannya dengan kalimat, "Empat soal yang salah sebenarnya mudah. Kamu hanya kurang teliti. Rumusnya sudah tepat, tapi kamu hanya mengerjakan separuh dari rumus. Prosesnya belum selesai."

"Rayn, kayanya kamu ngga cuma baca namaku supaya bisa mengembalikan ini. Kamu sudah-"

"Sudah apa?" Rayn menoleh, "Sekarang tulis, untuk nomor tujuh. Setelah ditemukan data ke-23.25, proses menghitungmu seharusnya belum selesai. Itu bukan kuartil. Berarti data ke-23 ditambah 0.25."

Tania membelalakkan mata sebab Rayn ingat angka yang tertulis di kertasnya. Oleh sebab Tania tak kunjung bergerak dan Rayn menatapnya lama, gadis itu jadi terperanjat. Membuka tempat pensil cepat-cepat hingga isinya terlempar ke sembarang tempat. Kemudian menulis yang baru dikatakan Rayn sebelum ia kembali lupa.

Rayn mengambil beberapa alat tulis Tania yang terjatuh dan meletakkan kembali ke tempat pensilnya.

"Terus cari data ke-23 itu di dalam tabel berapa?"

Tania menuruti semua perintah Rayn hingga semua soalnya benar-benar selesai. Gadis itu tersenyum ringan. Lantas menghela napas puas.

Gadis itu menoleh, menatap Rayn yang juga sedang menatapnya, "Thanks."

"Gern geschehen," Rayn menjawab singkat lalu bangun dari duduknya. Memasang pelantang telinga nir kabel kemudian menyandarkan punggungnya ke bangku. Memejamkam mata.

Tania menatap sepatu hitam Rayn yang nampak mencolok sebab rata-rata siswa SMARSA menggunakan sepatu kets berwarna selain hitam. Sedang Rayn nampak nyaman dengan sepatu hitam polosnya. Pikirannya jadi terbang tentang Rayn yang mengingat semua angka dalam kertas ulangan hariannya. Sambil membantu Tania mengerjakan ulang ulangannya tadi, pemuda itu tidak sama sekali melihat kertasnya. Bagaimana ia bisa menghafal semua nomor dan angka yang tercatat di sana?

"Kenapa?"

Tania tersadar dari lamunannya begitu mendengar suara itu. Ia memandang penuda di sebelahnya yang masi tetap memejamkan mata. Tangannya bersedekap seolah menolak tubuhnya teterpa angin siang.

"Ngga papa, aku ... aku permisi dulu." Tania buru-buru beranjak dari duduknya. Rayn secara otomatis menarik kakinya supaya gadis itu tidak tersandung. Hingga tiba di jalan setapak yang membelah taman, Tania berhenti. Menoleh kembali ke tempat Rayn bersandar.

"Danke schön," katanya lirih, berharap tak terdengar. Toh, Rayn juga sedang mengenakan pelantang telinga.

Tapi Tania jadi metotot dan lari terbirit-birit begitu Rayn menjawab, "Kan sudah kujawab tadi, gern geschehen."

***

Masih tentang Tania, dan masih tentang nilai di tangannya. Gadis itu berdiri di bawah gaung hujan yang masih menggantung jemawa di hatinya. Sambil menggigit bibir, gadis itu bimbang menimang keputusan. Sampai deru motor menoreh kembali kesadarannya.

Not My World [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang