7. Ulterior Motive

31 19 18
                                    

Ada udang di balik batu
Akankah berujung temu atau semu
setelah berabad diam di balik batu?


Melihat benar ada gerak-gerik seseorang dalam hoodie, Tania yakin benar itu pencuri. Dengan secepat kilat ia memutar kenop, membuka pintu, dan mengayunkan penggulung adonan ke belakang. Bersiap menghantam, sebelum akhirnya menemukan wajah seseorang yang dikenalnya.

Tania batal memukul, berganti menghambur dalam pelukan seseorang di balik pintu itu.

"Win ... Mama egois. Mama maksa aku tinggal bareng keluarganya. Bi Minah udah nggak kerja lagi di sini, dan kemarin ... aku ketemu orang paling ngeselin seumur hidup!" Dadanya basah. Air mata Tania merembas melewati pakaiannya yang tipis malam itu.

"Aku sendiri, Win! Hidupku lebih dari sepi! Semua yang kupikir berjalan dengan baik, justru berbelok arah ...." Tania mulai mengentak-entakkan kakinya, menarik surai rambutnya. Melihat itu, Darwin mengeratkan pelukannya. Menenangkan.

Ia tidak pernah tahu apa yang sudah terjadi pada Tania sejauh ini. Sudah berapa banyak kehilangan dalam hidupnya, Tania tidak pernah seperti ini. Menurutnya, kali ini benar jika Tante Sarah sedikit egois. Selama ini Tania tidak pernah melayangkan protes atau parahnya depresi karena perceraian orang tuanya. Tania selalu baik-baik saja. Bahkan tidak pernah ada yang tahu kecuali para sahabatnya jika ia anak korban perceraian orang tua. Karena Tania tidak pernah menganggap dirinya menjadi "korban".

Hidupnya mengalir dengan tenang, dan baru kali ini ada gelombang yang menghantamnya. Tidakkah Tante Sarah mencoba memahami Tania? Tidakkah wanita itu membiarkan Tania berpendapat?

Dalam hati, Darwin bersyukur Bunda membatalkan penerbangan pagi. Berganti penerbangan pukul tujuh malam tadi. Sangat cukup bagi Darwin waktu untuk mengetuk pintu rumah Tania pukul sembilan malam ini.

Gadis itu mulai bercerita sambil membuat teh untuk mereka berdua. Tentang kelas menulis Nyar Nedia, tentang laki-laki yang membuatnya naik darah, keegoisan Tante Sarah, serta pertanyaan bagaimana Bi Minah dapat kembali kerja di rumahnya. Tania tidak mau sendiri.

"Memangnya siapa namanya?" Darwin memperhatikan kelopak mata Tania yang bengkak. Pasti gadis itu menangis seharian. Pemuda itu masih menutup fakta keterkejutannya mengenai telepon Tania tadi pagi. Pun menghindari topik pembahasan itu.

"Rayn Aiden Arsawijaya."

Mata Darwin membola mendengarnya.

"Pokoknya aku nggak mau ketemu dia lagi! Dan semoga saja nggak akan pernah terjadi!"

***

Liburan usai. Terlalu banyak cara yang dilakukan Darwin supaya Tania melupakan masalah pribadinya. Dan rupanya berhasil. Tania juga sudah berusaha melupakan masalahnya. Beruntungnya Mama masih berusaha memahami Tania dan membiarkan putrinya tinggal sendiri dengan tetap mengirimi uang saku mingguan. Itu lebih dari cukup dibandingkan harus semeja makan dengan dua orang asing itu.

Hari pertama masuk sekolah adalah mendung yang menggantung dan pelajaran matematika yang tak pernah sedap dipandang mata. Dua jam pelajaran mampu memangkas kenyang terlalu banyak sehingga membuat pendengar setia ceramah Bu Anjani didera kelaparan.

Bel istirahat menjadi dentang yang semakin genting mengusik fokus para siswa untuk mendengar tugas tambahan yang diberikan. Gerombolan siswa itu memburai menyerbu kantin.

"Eh, jangan duduk sini! Ini meja kami!" Belum juga tiba di kantin Bu Ida, Tania sudah dapat melihat Mahera yang berdiri bersama Rajiv di meja sudut. Meja yang biasa ditempati lima sekawan itu.

Not My World [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang