5. From Then, Now, and Forever

48 25 9
                                    



Aku juga mengalami patah hati pertamaku karena Papa. Tapi seburuk apapun sikap Papa, dia tetap Papaku.Sejak dulu, kini, dan selamanya.

"Eh, udah lima menit Rin. Ayo kalau mau gantian."

Tania berusaha menghentikan laju ayunan yang tidak kunjung henti didorong dari belakang. Gadis itu menoleh hendak protes. Namun kerongkongannya terasa tersekat begitu saja. Matanya melebar melihat pemuda di belakangnya.

Sebagai jawaban atas semua yang didengar, Rayn mendorong ayunan sekali lagi lebih kencang. Tanpa niat mencelakai gadis itu, ia hanya tidak memberi kesempatan bagi Tania untuk turun sementara dirinya menghindar.

Dengan sisa ayunan yang masih bergoyang dan kesempatan untuk turun yang belum diberikan, Tania semakin merekam kuat wajah dengan iris cokelat madu itu. Di balik kedua binar matanya yang merekah tertimpa pagi, selusin kecewa itu masih berderap dan kentara. Rayn gagal menyembunyikan ekspresi wajahnya. Barangkali ia pikir kedipan matanya tak bisa berbicara.

Seringkali kita tidak pernah membayangkan dampak yang dihasilkan dari perbuatan kita sendiri. Kita hanya ingat, mereka pantas mendapatkannya. Mereka layak menerima balasan. Tanpa pernah tahu bahwa menjentikkan jari saja terkadang dapat membuat mereka rebah.

Keterkejutan Tania masih berlanjut di dalam bus. Kursi di sebelahnya kosong. Tidak ada Rayn, pun dengan barang-barang pemuda itu. Memang benar, jikalau malam tiba Rayn pasti pergi dari kursinya mencari tempat aman untuk tidur. Tidak mungkin tidur di sebelah Tania. Tapi ini masih pagi. Apa Rayn benar-benar marah padanya?

Perjalanan pulang jadi terasa lebih lama. Terutama saat Tania berusaha tidak mencari kembali di mana Rayn berada. Gadis itu juga tidak ingin memperpanjang urusan dengan Arin. Entah apa yang sudah dilakukan gadis itu hingga bisa bertukar posisi dengan Rayn.

Tania memilih tidak peduli saja. Menyambung percakapan di grub chat yang berisi sahabat-sahabatnya, meneruskan membaca novel Nyar Nedia, atau memantau sosial media. Tapi alihan pikirannya itu berbuah kepahitan lain. Tania banting stir membalas satu persatu pesan dari Mama. Beradu argumen dengan wanita itu.

Mama protes mengapa Tania tidak datang di pernikahannya. Tania protes mengapa Mama bersama orang lain yang tidak dikenalnya. Mama bilang lama-kelamaan Tania akan mengenal. Mama menambahkan bahwa ia menikah untuk kebaikan Tania.

Tapi Tania masih belum mengerti apa maksud "kebaikan" itu sendiri. Dirinya tidak merasa lebih baik berkat pernikahan Mama. Justru semuanya menjadi lebih kelam dari gelap malam. Mama egois.

Beberapa saat sebelum bus merapat di kantor El Escritor, Tania tiba-tiba gelagapan. Ia tidak ingin setiba di rumah nanti justru harus berhadapan dengan "keluarga" itu.

Berkali-kali mencoba menghubungi Darwin, tapi tidak ada jawaban. Sebagai gantinya, Rajiv justru yang selalu menanyakan keberadaannya sudah sampai mana. Dan yang paling mengejutkan, pemuda itu sudah bertengger di atas motornya tepat ketika Tania keluar dari pintu bus.

Ramai-ramai rombongan keluar dan mencari sanak keluarga yang menjemput. Dan Tania hanya berdiam di tempat, takut mendekat. Inisiatif, Rajiv menyalakan motornya dan melajukannya mendekati Tania.

"Ayo!"

"Ng ... ngapain di sini?" Tania melotot terkejut. Pemuda itu berulang kali menanyakan bus sudah tiba di mana dan sekarang menjemputnya. Dan ini malam-malam. Hampir pagi malah. Jantung Tania berdegub kencang. Apakah ....

Not My World [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang