9| "Untitled"

551 80 1
                                    

🌻🌻🌻


Sesak!

Koko berdiri termangu di dalam sebuah kamar, kosong, tak ada tanda kehidupan di sana. Hati pemuda itu sesak, matanya panas, sekarang penyesalannya sudah tidak berguna apa-apa.

Seharusnya tidak berakhir seperti ini, pikirnya, seharusnya dia tak perlu merasa sefrustasi ini. Namun faktanya, pemuda itu merasa seakan jantungnya tertusuk dan kehilangan separuh nyawanya, dada pemuda itu seakan tertimpa beban berat hingga membuatnya sukar bernafas.

Koko benar-benar tidak paham dengan perasaannya sendiri, dia yakin jika di masa lampau dirinya tidak sesakit ini ketika Inui Akane meninggal dunia.

Langit senja yang membiaskan cahaya jingganya ke dalam kamar ini biasanya menjadi hal yang menarik bagi Koko karena Inupi-nya akan duduk di bangku di depan jendela, menyambut datangnya sinar sembari tersenyum pada Koko, menceritakan banyak hal atau hanya sekedar mendengarkan keluh kesah Koko.

Tetapi kini suasana itu berubah, sinar matahari yang mulai tenggelam tersebut seakan mengejek Koko yang hari ini menjadi seorang pecundang.

Di lain tempat, di atas sebuah gerbong kereta yang melaju, pemuda bernama Inupi tengah menatap matahari yang perlahan turun. Pemandangan ini indah, namun tidak dapat menepis kesedihannya.

Dia marah, namun dia tidak bisa melampiaskan amarahnya. Ada pula rasa rindu yang menyeruak hadir, Inupi merindukan keluarganya, tempatnya pulang sekaligus tempatnya mengadukan masalah dan kegundahannya.

Sayang sekali, keluarga yang dia rindukan itu kini tak bisa lagi menjadi tempatnya mengeluh, namun rindu yang dirasakannya kini menuntun langkah Inupi untuk pergi, sekedar mengobati hatinya agar tak terlalu merasa nyeri serta menenangkan diri.

Inupi sempat beradu argumen dengan Hanma, Inupi yang bersikeras pergi hari itu juga dan Hanma yang memintanya untuk menunda kepergiannya cukup membuat pemuda itu sakit kepala meski pada akhirnya Inupi dapat memenangkan perdebatan itu.

Dalam hati, Inupi sebenarnya juga enggan untuk pergi, hanya saja dia juga lelah apabila harus bertahan di sana, dia takut jika perlahan kebenciannya pada Koko tumbuh dan bercokol pada dirinya, dia tidak mau membenci Koko-nya itu.

Inui Seishu, pemuda itu mengajukan pengunduran diri dari SMA tempatnya bersekolah dan pergi entah kemana. Baik Shinichiro dan Hanma, mereka berdua mengetahui tempat yang dituju oleh Inupi namun keduanya memilih bungkam dan berucap, "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan!"

Dan kini, hari yang telah berlalu rasanya begitu berbeda.

Ruang kelas dan halaman belakang berubah muram, bengkel milik Shinichiro hanya diisi keheningan dan lapangan basket pun hanya dipenuhi debum suara pantulan bola. Senyuman yang kini terasa lebih hambar dan tawa tanpa rasa seakan menyiratkan sisipan rindu yang entah kapan akan berakhir, rindu pada sosok teduh yang mereka sayangi.

Turut terasa pula perubahan Koko, sejujurnya kepergian Inupi membuat mereka marah pada Koko, namun mereka juga sedih karena mengetahui jika dibalik senyuman Kokonoi tersembunyi sosok yang tengah patah.

Koko kini berubah menjadi benar-benar diam, dia hampir tidak berucap sepatah kata pun ketika jatuh sakit bahkan menolak Mitsuya yang ingin merawatnya meskipun tubuhnya benar-benar lemah. "Aku tidak akan mati terlebih aku belum mendapatkan maaf dari Inupi. Jangan khawatir!" ucapnya ketika meminta Mitsuya untuk pulang.

"Aku menyesali perbuatanku padanya namun aku belum bisa meminta maaf dan yang dapat kulakukan hanya menunggunya kembali." ungkap Koko pada Draken dan Takemichi yang berusaha untuk menyemangati dirinya ketika dua pemuda itu datang menjenguk. Koko benar-benar mengabaikan candaan dari Draken serta isakan Takemichi yang mengkhawatirkan keadaannya.

Menghadapi keadaan gila ini, Sanzu, Rindou dan Mikey yang jengah pun mendatangi Koko dan memukulinya.

Ah! Mereka tidak benar-benar melukai Kokonoi. Rindou yang mulanya begitu bersemangat sembari menenteng stik golf pun hanya mengunci pergerakan Koko sembari menjambaknya, hanya tamparan serta pukulan-pukulan ala pertengkaran gadis saja yang mereka layangkan pada Koko.

Bagaimana dengan stik golf? Stik itu dipegang oleh Hanma selama pemukulan berlangsung. Pemuda tinggi itu hanya mengiyakan ajakan Mikey untuk datang, tidak lebih. Dia hanya duduk menyaksikan sembari menyesap rokok dan menunggu hingga selesai. Ketika kegiatan itu usai, Hanma pun segera menghampiri dengan membawa stik golf di tangannya dan tanpa aba-aba dipukulinya tiga bocah pengeroyok Koko.

Draken, Ran, Mitsuya dan Shinichiro yang tiba di sana setelah ditelepon oleh Koko pun turut dibuat tercengang hingga tak mampu berkata-kata dengan kejadian hari itu, terlebih kala mereka menanyakan alasan Koko yang tidak melawan sama sekali.

"Anggap saja itu hukuman karena aku sudah memukul Inupi!"

Meskipun berjauhan dengan Inupi itu berat, Koko tetap yakin pada satu hal, kaca yang pecah tak akan pernah kembali utuh namun dia akan mampu menyatukan serpihan-serpihan itu ke bentuk semula dan menjaganya meski hal tersebut menelan seluruh usianya.

Pemuda tersebut telah memutuskan untuk berjuang memperbaiki hubungannya dengan Inupi yang tengah renggang. Koko yang selalu terbangun dengan bekas aliran air mata, di akhir hari dia akan terpejam dengan keyakinan bahwa Inupi pergi untuk kembali.

Di tempat lain yang jauh dari keramaian, Inupi turut merasakan hal yang sama, terbangun di pagi hari dalam suasana yang menenangkan, rindunya pada keluarga hangatnya perlahan terobati namun ada rindu lain yang menganga.

Pernahkah kalian memikirkan hal ini? Di satu masa, sebuah keputusan akan dirasa sebagai hal yang paling tepat, namun tak bisa dipungkiri jika terkadang di masa depan keputusan itu akan disesali oleh si pembuat! Inupi merasakannya!

Selama berada di desa kelahiran sang ayah, Inupi mati-matian menahan emosinya, mencoba menepis penyesalan yang dia rasakan dan sekuat tenaga meyakinkan dirinya sendiri terhadap keputusan yang dia ambil.


🌻🌻🌻



Klaten, 27 Oktober 2021
Revisi: 9 April 2022

HachiBee

KokoNui Corner Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang